Intelijen Korsel Ungkap Penanganan Yami Baito Butuh Kerja Sama Jepang–Korea–Kamboja
Dalam banyak kasus, para korban dijual, disekap, atau dipaksa bekerja dalam jaringan penipuan daring, termasuk scam keuangan yang marak di Korsel
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Intelijen Korea Selatan mengungkapkan bahwa maraknya praktik Yami Baito atau pekerjaan paruh waktu gelap kini memerlukan penanganan lintas negara, terutama kerja sama antara Jepang, Korea Selatan, dan Kamboja.
Isu ini mencuat setelah ditemukannya kasus seorang mahasiswa asal Korea yang tewas akibat serangan organisasi kriminal di Kamboja.
Kasus tersebut membuka perhatian terhadap praktik Yami Baito yang kerap dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan siber dan penipuan lintas negara.
Menurut Choi Sung-joon, profesor di Universitas Sokkyo yang juga akrab dengan investigasi intelijen Korea Selatan, mekanisme rekrutmen oleh kelompok kriminal lintas negara telah membentuk ekosistem kejahatan baru di kawasan Asia Timur.
“Organisasi kriminal kini banyak merekrut anak muda berusia 20–30 tahun, terutama mereka yang berpenghasilan rendah atau bekerja tidak tetap. Mereka dijebak dengan tawaran pekerjaan bergaji tinggi melalui media sosial dan aplikasi komunikasi,” ujar Choi kepada Mainichi Shimbun baru-baru ini.
Baca juga: Peringati 3 Tahun Tragedi Itaweon, PM Korsel: Masih Banyak Isu yang Belum Selesai dari Bencana Ini
Dalam banyak kasus, para korban dijual, disekap, atau dipaksa bekerja dalam jaringan penipuan daring, termasuk scam keuangan yang marak di Korea Selatan.
Choi juga menambahkan bahwa sebagian pelaku sadar akan risikonya, namun tetap bergabung karena desakan ekonomi atau utang pribadi.
“Di Jepang disebut Yami Baito. Bahkan, jumlah peserta sukarela di sana lebih tinggi daripada di Korea,” tambahnya.
Ia menilai Jepang dan Korea kini menghadapi situasi ganda — menjadi korban sekaligus pelaku dalam struktur kejahatan digital lintas negara yang berkembang pesat di Asia Timur.
Kamboja Jadi Basis Baru Jaringan Kriminal Asia Timur
Perpindahan pusat operasi kejahatan lintas negara ke Kamboja disebut akibat tindakan keras Pemerintah Tiongkok sejak 2020.
Banyak sindikat kriminal Tiongkok kemudian memindahkan aktivitasnya ke Myanmar utara, Laos, dan Kamboja.
Provinsi Sihanoukville, yang banyak menerima investasi modal dari Tiongkok, kini menjadi wilayah rawan karena memudahkan kelompok kriminal mendirikan bisnis legal seperti kasino dan real estat untuk menutupi operasi ilegal mereka.
“Kamboja memiliki infrastruktur internet yang lengkap dan mudah digunakan untuk menjalankan penipuan atau perjudian daring melalui VPN. Negara ini kini bisa disebut sebagai ‘basis alternatif organisasi kriminal Tiongkok’ sekaligus ‘persimpangan kejahatan Asia Timur’,” jelas Choi.
Generasi muda di kawasan Asia sering menjadi target rekrutmen karena iming-iming kerja luar negeri bergaji tinggi. Pengangguran, utang, dan ketimpangan ekonomi di pedesaan membuat mereka rentan terhadap bujuk rayu para perekrut.
| Pertama Kali Indeks Nikkei Jepang Mencapai 50.000 |
|
|---|
| Daftar Gelar Juara An Se-young dan Kim Won Ho/Seo Sung Jae di 2025, Trofi ke-11 dalam Bidikan |
|
|---|
| Peringati 3 Tahun Tragedi Itaweon, PM Korsel: Masih Banyak Isu yang Belum Selesai dari Bencana Ini |
|
|---|
| Sedikitnya 18.000 Polisi Dikerahkan untuk Amankan Kunjungan Presiden AS Donald Trump di Tokyo |
|
|---|
| 10 Negara yang Siap Membayar Warga Baru untuk Pindah ke Sana: Jepang Tawarkan Akiya |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.