Senin, 24 November 2025

Donald Trump Pimpin Amerika Serikat

Mantan Jenderal AS Sebut Saudi Tak Mungkin Bocorkan Teknologi F-35, tapi China Mungkin Gunakan Intel

Arab Saudi akan memiliki jet tempur canggih F-35, namun muncul pula kekhawatiran teknologi pesawat itu akan jatuh ke tangan China.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
Tangkap layar YouTube The White House
TRUMP DAN MBS - Tangkap layar YouTube The White House, memperlihatkan pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) di Riyadh, Arab Saudi pada 13 Mei 2025. Arab Saudi akan memiliki jet tempur canggih F-35, namun muncul pula kekhawatiran teknologi pesawat itu akan jatuh ke tangan China. 
Ringkasan Berita:
  • Presiden AS Donald Trump baru-baru ini menyetujui penjualan jet tempur F-35 ke Arab Saudi
  • F-35 memiliki teknologi yang canggih dan rahasia
  • Para pakar khawatir teknologi F-35 bisa bocor ke China, mengingat hubungan yang erat antara Arab Saudi dan China


TRIBUNNEWS.COM - 
Presiden AS Donald Trump baru-baru ini menyetujui penjualan pesawat tempur F-35 kepada Arab Saudi.

F-35 dikenal memiliki teknologi sangat rahasia dan tidak dapat dimodifikasi sesuka hati oleh operatornya.

Amerika Serikat sebelumnya pernah membatalkan penjualan F-35 ke Uni Emirat Arab karena khawatir teknologinya dapat bocor ke China, mengingat hubungan dekat kedua negara tersebut.

Kini, muncul kembali perdebatan mengenai apakah teknologi F-35 akan berisiko bocor setelah dibeli Arab Saudi, yang juga memiliki hubungan bilateral dengan China.

Pensiunan Jenderal Charles Wald, mantan perwira Angkatan Udara AS dan mantan wakil komandan EUCOM, membenarkan bahwa Amerika Serikat menolak UEA dan Turki untuk mendapatkan F-35 karena kekhawatiran eksploitasi teknologi oleh China.

“Kami memberi tahu Turki bahwa mereka tidak akan mendapatkan F-35. Kami memberi tahu UEA bahwa mereka tidak akan mendapatkannya karena kekhawatiran kemungkinan transfer teknologi ke China,” kata Wald, dikutip dari Fox News.

“Itu mungkin akan menjadi masalah terbesar jika Arab Saudi mendapatkan F-35.”

“Bukan karena mereka akan membocorkannya ke China, tetapi karena China dapat mengeksploitasi teknologi tersebut melalui intelijen. Mereka bisa mendapatkan kemampuan dari sana, meski saya tidak sekhawatir sebagian pihak,” ujar Wald dalam pengarahan di JINSA pekan ini.

VARIAN F-35 - Pesawat tempur F-35C Lightning II Lockheed Martin Angkatan Laut AS dari Strike Fighter Squadron 101 (VFA-101), F-35B Korps Marinir AS dari Marine Fighter Attack Training Squadron 501 (VMFAT-501), dan F-35A Angkatan Udara AS dari Skuadron Tempur ke-58 berpartisipasi dalam latihan terbang bersama pada 21 Mei 2014, di dekat Pangkalan Angkatan Udara Eglin, Florida (AS). Inilah daftar negara yang menggunakan dan memesan jet tempur generasi  kelima F-35 Lightning II.
VARIAN F-35 - Pesawat tempur F-35C Lightning II Lockheed Martin Angkatan Laut AS dari Strike Fighter Squadron 101 (VFA-101), F-35B Korps Marinir AS dari Marine Fighter Attack Training Squadron 501 (VMFAT-501), dan F-35A Angkatan Udara AS dari Skuadron Tempur ke-58 berpartisipasi dalam latihan terbang bersama pada 21 Mei 2014, di dekat Pangkalan Angkatan Udara Eglin, Florida (AS). (Foto Angkatan Udara AS)

Gordon Chang, seorang pengacara dan analis politik konservatif yang dikenal dengan retorika keras terhadap China, mengatakan Beijing telah menunjukkan kemampuannya membobol program pertahanan AS, sehingga wajar jika diasumsikan China kembali menargetkan F-35.

“Kita seharusnya berasumsi China sudah memiliki segalanya. Mereka pernah mencuri seluruh pesawat. Mereka mungkin melakukannya lagi,” kata Chang kepada Fox News Digital.

Ia menilai AS harus menyeimbangkan risiko tersebut dengan manfaat strategis dari penguatan hubungan dengan Arab Saudi.

“Kita perlu memperkuat hubungan dengan putra mahkota, terutama jika hal itu membantunya menandatangani Perjanjian Abraham. Biarkan dia memiliki F-35 yang telah dipreteli,” ujarnya.

Baca juga: Di Tengah Penjualan F-35, Rusia Sebut Telah Kirimkan Su-57 ke Mitra Asing: Pelanggan Kami Puas

Menurut Chang, justru mitra AS lainnya mungkin lebih berisiko.

“Saya jauh lebih khawatir jika Korea Selatan memiliki pesawat itu dan menyerahkan rencananya kepada China.”

Badan intelijen China dilaporkan telah lama terlibat dalam upaya memperoleh teknologi militer dan kedirgantaraan Amerika, termasuk desain siluman, sistem propulsi, dan avionik canggih.

Pejabat AS sebelumnya telah mengaitkan peretas asal China dengan pencurian yang menargetkan program pertahanan utama AS, termasuk komponen yang menyerupai pesawat tempur generasi kelima.

Karena itu, AS kini mempertimbangkan apakah akan menyetujui permintaan Arab Saudi atas F-35 sebagai bagian dari negosiasi yang lebih luas, termasuk jaminan pertahanan dan potensi kemajuan diplomatik dengan Israel.

Letnan Jenderal (Purn.) Robert Ashley, mantan direktur Badan Intelijen Pertahanan AS, mengatakan Washington menggunakan protokol pemantauan khusus dalam penjualan militer asing untuk mengurangi risiko, meski perlindungan tersebut tidak sempurna.

“Salah satu hal yang kami lakukan melalui penjualan militer asing adalah protokol pemantauan penggunaan akhir,” kata Ashley.

“Kami memantau dengan sangat cermat bagaimana sistem canggih semacam ini digunakan, tetapi itu tidak mutlak,” ujarnya.

Terlepas dari ancaman China, kedua pensiunan komandan itu menyatakan tidak yakin bahwa akuisisi F-35 oleh Arab Saudi akan melemahkan keunggulan militer kualitatif Israel.

Wald menekankan bahwa pilot, perencana, dan insinyur Israel memiliki tingkat pelatihan dan inovasi yang jauh lebih unggul.

“Ada perbedaan besar antara kemampuan pilot Israel dibandingkan dengan negara-negara lain,” kata Wald.

Ia menambahkan bahwa Israel membuat peningkatan tersendiri pada pesawat tersebut.

“Israel sedikit memodifikasi F-35 mereka, mereka menciptakan atau mengembangkan kemampuan tambahan tepat sebelum serangan terhadap Iran.”

Wald juga mencatat bahwa sekalipun penjualan F-35 disetujui Kongres, Arab Saudi baru akan menerima pesawat tersebut bertahun-tahun kemudian.

“Setidaknya, mungkin ada waktu sekitar lima tahun sebelum itu terjadi jika mereka benar-benar mendapat F-35,” ujarnya.

Baca juga: 5 Hal tentang Penjualan F-35 ke Arab Saudi, Berpotensi Menggeser Keseimbangan di Asia Barat

Menurut Ashley dan Wald, dalam jangka panjang, kehadiran lebih banyak F-35 di kawasan dapat meningkatkan kewaspadaan situasional bersama dan memperkuat pertahanan kolektif terhadap Iran.

Laksamana Madya Purnawirawan Mark Fox mengatakan arsitektur berbagi data F-35 memungkinkan semua pesawat F-35 saling berkomunikasi, sehingga semakin banyak pesawat di tangan sekutu akan meningkatkan kemampuan koalisi secara keseluruhan.

“Salah satu hal tentang F-35 adalah ia dapat berkomunikasi dengan setiap F-35 lainnya,” kata Fox.

“Memiliki lebih banyak F-35 di kawasan justru meningkatkan kapabilitas koalisi.”

Mengapa F-35 Begitu Signifikan?

Mengutip Newsweek, F-35 merupakan salah satu jet tempur paling diincar di dunia karena fitur silumannya, sensor canggih, dan sistem tempur berjaringan.

Kemampuan ini memungkinkan pilot menembus wilayah udara yang dipertahankan, berkoordinasi langsung dengan aset lain, dan menyerang target dengan presisi tinggi.

Kombinasi kesadaran situasional, daya bertahan, dan kemampuan serang menjadikannya salah satu aset paling menentukan dalam peperangan udara modern.

Namun, rencana penjualan F-35 ke Arab Saudi menimbulkan kekhawatiran geopolitik dan keamanan, terutama terkait potensi tereksposnya teknologi sensitif pesawat tersebut di tengah hubungan Saudi dengan negara lain.

Hubungan Arab Saudi dan China

Mengutip Observer Research Foundation (ORF), keterlibatan politik, strategis, dan ekonomi China dengan kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) semakin meningkat sejak peluncuran Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) pada 2013.

Arab Saudi menjadi salah satu negara kunci dalam strategi tersebut.

Arab Saudi adalah kekuatan regional utama dengan pengaruh besar di dunia Arab-Islam serta pasar energi global.

Pada Desember 2022, Presiden China Xi Jinping berkunjung ke Riyadh dan menandatangani perjanjian kemitraan strategis komprehensif bersama Arab Saudi, mempertegas meningkatnya kehadiran China di kawasan yang selama ini dianggap sebagai wilayah pengaruh Amerika.

Kemitraan strategis China–Arab Saudi ini berpotensi mengubah dinamika geopolitik kawasan yang juga berdampak pada lingkungan strategis India.

Sejak menjalin hubungan diplomatik pada Juli 1990, hubungan China–Arab Saudi berkembang pesat.

Baca juga: Alasan Penjualan Jet F-35 AS ke Arab Saudi Jadi Kontroversi, Dapat Protes dari Israel

Keterlibatan politik, pertukaran budaya, dan hubungan perdagangan energi yang kuat telah memperkuat hubungan kedua negara.

Keduanya juga berkomitmen meningkatkan investasi bilateral, serta menyelaraskan tujuan Inisiatif Sabuk dan Jalan dengan Visi 2030 Arab Saudi.

Keamanan dan kerja sama strategis juga semakin sering dibahas dalam forum bilateral beberapa tahun terakhir.

Salah satu contoh penting adalah terobosan diplomatik Iran–Arab Saudi pada Maret 2023 yang diumumkan di Beijing, mencerminkan tingkat kepercayaan yang telah terbangun antara Saudi dan China.

Meskipun energi dan perdagangan menjadi pilar utama hubungan keduanya, semakin eratnya hubungan politik dan strategis Arab Saudi–China juga mendapat sorotan global.

Sebagian analis menilai hubungan ini merupakan bagian dari upaya perluasan pengaruh China di kawasan MENA, sekaligus cara Arab Saudi mendiversifikasi hubungan eksternalnya dan melakukan lindung nilai strategis.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved