DPRD DKI Segera Finalisasi Raperda Kawasan Tanpa Rokok, Ini Respons Aliansi UMKM Jakarta
DPRD DKI finalisasi Raperda Kawasan Tanpa Rokok, UMKM Jakarta menolak karena khawatir dampak ekonomi.
Ringkasan Berita:
- DPRD DKI Jakarta tengah memfinalisasi Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang mengatur pembatasan merokok di ruang publik demi kesehatan masyarakat.
- Namun, Aliansi UMKM Jakarta yang terdiri dari berbagai komunitas warteg dan pedagang kecil menolak aturan ini.
- Mereka menilai penerapan KTR berpotensi menurunkan omzet usaha, membebani ekonomi, serta membuka peluang pungutan liar akibat ancaman denda besar.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPRD DKI Jakarta tengah memfinalisasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang akan segera dibawa ke tahap pengesahan.
Langkah ini menuai beragam respons, termasuk dari Aliansi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Jakarta yang menolak Raperda KTR tersebut.
Raperda KTR merupakan aturan daerah yang mengatur pembatasan aktivitas merokok di ruang-ruang tertentu demi melindungi kesehatan masyarakat.
Penolakan ini didasarkan pada pertimbangan dampak ekonomi yang bisa membebani pedagang kecil, utamanya ketika situasi ekonomi tidak stabil.
Aliansi UMKM Jakarta yang terdiri dari Koalisi Warteg Nusantara (Kowantara) bersama Koperasi Warung Tegal (Kowarteg), Komunitas Warung Niaga Nusantara (Kowartami), Koperasi Warung Merah Putih, Pedagang Warteg dan Kaki Lima (Pandawakarta), dan Kowarteg Nusantara ini menuntut penundaan pembahasan Raperda KTR.
Izzudin Zindan, selaku Ketua Korda Jakarta Koalisi Warteg Nusantara menegaskan bahwa pelaku UMKM sektor makanan seperti warteg, akan merasakan dampak langsung penerapan regulasi KTR ini.
Kekhawatiran utama para pelaku usaha adalah potensi penurunan omzet yang signifikan akibat Perda KTR. Surat keberatan terhadap kebijakan KTR ini sudah disampaikan Aliansi ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DKI Jakarta pada Selasa (18/11).
“Nah, restoran atau warung makan itu salah satu yang terdampak kita. Ya itu tentu akan mengurangi penghasilan para pedagang warteg itu,” kata Zindan kepada wartawan, Rabu (19/11/2025).
Penurunan penghasilan ini kata dia, karena adanya pelarangan total merokok termasuk di area warteg yang secara langsung bisa membuat pelanggan enggan bersantap di tempat tersebut.
“Ini efeknya penghasilan UMKM, warung kelontong, warteg, pedagang kaki lima yang lain pasti akan menurun,” ucapnya.
Zindan mendesak legislatif dan eksekutif DKI Jakarta untuk mengevaluasi ulang peraturan ini demi menjalankan slogan Jakarta, yang mendukung penduduknya untuk saling jaga.
“Kita sepakat bahwa kita menolak Raperda KTR itu untuk disahkan dulu,” kata Zindan.
Ia berharap penyerahan surat keberatan ini bisa mendorong eksekutif dan legislatif lebih mendengar aspirasi para pelaku usaha warteg dan UMKM. Sebab regulasi yang berimbang jadi penting agar tetap berpihak pada keberlanjutan ekonomi namun tidak memberatkan kelangsungan usaha kecil.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Komunitas Warung Niaga Nusantara (Kowartami), Salasatun Syamsiyah mengungkap kekhawatiran lain dari para pelaku usaha kecil jika Raperda KTR disahkan.
Kekhawatiran terkuat adalah potensi suburnya praktik pungutan liar (pungli). Praktik ini bisa subur karena adanya ancaman denda besar bagi pelanggarnya.
| Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta Tak Terima Dituntut 15 Tahun Penjara, Kuasa Hukum: Tak Masuk Akal |
|
|---|
| Muncul Ide Mediasi dalam Kasus Ijazah Palsu, Jimly: tapi Jokowi & Roy Suryo Cs Harus Siap Risikonya |
|
|---|
| Jakarta Perkuat Ketahanan Pangan Lewat Contract Farming dan Optimalisasi Lahan Sawah |
|
|---|
| Seni Pantomim Hidup Lagi Lewat Festival di Kota Tua |
|
|---|
| Kolaborasi Lintas Daerah, DKI Jakarta Jadi Rujukan Transformasi Digital Pelayanan Publik |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/ilustrasi-kawasan-tanpa-rokok-ktr.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.