Rabu, 27 Agustus 2025

Try Sutrisno Bicara soal Upaya Kaji Ulang UUD 1945: Keniscayaan Menuju Indonesia 2045

Try Sutrisno menyerukan pentingnya kembali memahami dan menjalankan UUD 1945 sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa. 

Penulis: Reza Deni
HO-Dokumentasi Pribadi
KAJI ULANG UUD 1945 - Wapres ke-6 RI Try Sutrisno (tengah) didampingi Sekretaris Kluster Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Indonesia Bono Budi Priambodo (kiri), dan salah satu penggagas Gerakan Kaji Ulang UUD 1945 Takwa Fuadi saat memberikan kuliah umum bertajuk “Mengapa Kaji Ulang UUD 1945 Mutlak bagi Indonesia 2045” di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, dalam rangka peringatan Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2025. 

"Jika tidak dikaji ulang, kita bukan sedang menuju Indonesia Emas, melainkan Indonesia yang terkikis oleh kepentingan asing dan pertarungan elit internal,” tambahnya.

Try mengakhiri pidatonya dengan menyerukan agar UUD 1945 dipahami sebagai senjata pamungkas dan pusaka wasiat bangsa Indonesia. 

Dia menyebut konstitusi asli 1945 bukan hanya dokumen hukum, melainkan cetak biru peradaban Indonesia yang adil dan beradab.

“Jika kita mengabaikannya, kita bisa bernasib seperti bangsa-bangsa besar yang hilang dari peta sejarah. Tapi jika kita kembali pada UUD 1945 secara murni dan konsekuen, insya Allah, kita akan selamat sampai tujuan,” tutupnya.

Baca juga: Dradjad Wibowo: Pembentukan Wantimpres Amanat Pasal 16 UUD 1945

Sementara itu, Sekretaris Kluster Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Indonesia Bono Budi Priambodo selaku penggagas acara ini, menyampaikan bahwa keterlibatan berbagai kalangan dalam kuliah umum ini memiliki tujuan strategis. 

"Kami sengaja mengundang mahasiswa dan beberapa orang profesional, seperti wartawan, bankir, ekonom, ahli informatika, ahli satelit, dan beberapa pengusaha dalam acara ini karena diharapkan nantinya mereka bisa menyuarakan pentingnya keberadaan Utusan Golongan yang dulu pernah ada sewaktu UUD 1945 belum diamandemen,” ujarnya.

Menurutnya, keberadaan Utusan Golongan akan melengkapi representasi dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, bersama dengan anggota DPR dari partai politik dan Utusan Daerah. 

"Karena setelah amandemen, fungsi Utusan Golongan ini hilang, akibatnya ruang politik dikuasai sepenuhnya oleh partai politik, yang ternyata dalam praktiknya banyak yang melenceng dan tidak lagi dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan,” tambahnya.

Dia menegaskan bahwa untuk ikut menentukan arah masa depan republik, tidak semestinya rakyat harus menjadi anggota partai terlebih dahulu. 

"Dengan menghidupkan kembali peran Utusan Golongan, maka siapapun warga negara bisa ikut berpolitik dan menyuarakan kepentingan rakyat melalui jalur profesinya, tanpa harus menjadi kader partai,” pungkasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan