Senin, 22 September 2025

Purnawirawan Desak Pemakzulan Gibran, Bagaimana Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres?

Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyurati DPR dan MPR RI untuk segera memproses usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka.

Tribunnews/Mario Christian Sumampow
GIBRAN DIMINTA DIGANTI - Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat tiba di KPU untuk daftar sebagai peserta Pilpres 2024, Rabu (25/10/2023). Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyurati DPR dan MPR RI untuk segera memproses usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyurati DPR dan MPR RI untuk segera memproses usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden. 

Sekretariat Forum Purnawirawan TNI Bimo Satrio mengatakan, surat tersebut telah dikirim sejak Senin, 2 Juni 2025. 

Dokumen tersebut ditujukan kepada Ketua MPR RI Ahmad Muzani dan Ketua DPR RI Puan Maharani.

"Sudah (diterima). Sudah ada tanda terimanya dari DPR, MPR, dan DPD," kata Bimo saat dikonfirmasi, Selasa (3/6/2025).

Adapun dalam surat yang beredar, terdapat sejumlah poin yang disodorkan oleh Forum Purnawirawan sebagai dasar memakzulkan Gibran. Satu di antaranya yakni, perihal anak Presiden ke-7 RI itu mendapat tiket lewat perubahan batas usia capres-cawapres dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XII/2023.

Sementara berdasarkan laman resmi MK, Mahkamah Konstitusi telah menegaskan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 final dan punya kekuatan hukum yang mengikat. 

Dalam putusan a quo, MK juga menyerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan lebih lanjut tentang persyaratan usia minimal bagi calon presiden dan/atau wakil presiden yang dialternatifkan bagi calon yang pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pilkada.

Hal ini dibacakan ketika MK menolak seluruh permohonan pengujian Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum (UU Pemilu) sebagaimana dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana telah dimaknai oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat dan karenanya permohonan para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat itu.

Ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, prinsip integritas, adil dan negarawan, serta perlindungan, pemajuan, penegakan, dan prinsip pemenuhan hak asasi manusia yang termuat dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (4), dan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945.

Senada dengan putusan MK terkait Perkara Nomor 159/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Yuliantoro. Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dalam pertimbangannya menyebut telah memberikan pandangan dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023 yang pada intinya menyatakan terdapat tiga isu pokok tentang batas syarat usia minimal empat puluh tahun untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. 

Rinciannya adalah keinginan untuk menurunkan batas usia menjadi lebih rendah dari 40 tahun; batas usia paling rendah 40 tahun dapat disepadankan dengan jabatan publik yang pernah/sedang dijabat seseorang; dan batas usia paling rendah 40 dapat disepadankan dengan jabatan yang pernah atau sedang diduduki yang dipilih melalui pemilihan umum.

Dari ketiga isu pokok di atas, sambung Ridwan, yang menjadi pokok permasalahan dalam dalil permohonan Pemohon berupa tidak terakomodirnya gubernur dan wakil gubernur DIY, wakil kepala daerah dan anggota DPRD provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota. 

Mahkamah berpandangan, penyepadanan usia 40 tahun dengan jabatan publik atau penyelenggara negara yang pernah atau sedang dijabat seseorang merujuk pada peraturan perundang-undangan yang dapat dikatakan luas dan terdapat perbedaan di antara peraturan perundang-undangan dimaksud.

“Dengan demikian, keberadaan dalil Pemohon yang menyatakan jabatan “wakil kepala daerah” tidak terakomodir dalam Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyepadankan batas usia minimal empat puluh tahun sebagaimana dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/PUUXXI/2023 dengan adanya pemaknaan baru yang menyatakan “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” adalah cara memaknai putusan yang tidak komprehensif” kata Ridwan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan