UU Pemilu
Komisi III DPR Undang Mantan Menkumham Hingga Komisioner KPU Bahas Putusan MK soal Pemisahan Pemilu
Habiburokhman menilai, MK telah inkonsisten karena putusan 135 tersebut berbeda dengan putusan sebelumnya.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal.
Rapat dipimpin Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Baca juga: Pakar Tepis Parpol yang Sebut Putusan MK Soal Pemilu Nasional dan Daerah Inkonstitusional
Dalam rapat ini, Komisi III DPR mengundang mantan Menteri Hukum dan HAM RI Patrialis Akbar, mantan Komisioner KPU RI Valina Singka Subekti, dan praktisi hukum yang juga mantan anggota Komisi III DPR Taufik Basari.
Habiburokhman mengatakan dalam rangka menjalankan pengawasan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai mitra kerja Komisi III DPR.
Baca juga: Perludem: DPR Perlu Susun UU Pemilu dan Pilkada Satu Paket Pakai Metode Kodifikasi
Pasalnya, Habiburokhman menjelaskan putusan MK 135 tersebut dinilai telah melampaui kewenangan MK.
"Demikian putusan tersebut menimbulkan polemik di masyarakat, hal ini di antaranya terkait MK telah melampaui kewenangan terkait open legal policy yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang," kata Habiburokhman.
Habiburokhman menilai, MK telah inkonsisten karena putusan 135 tersebut berbeda dengan putusan sebelumnya, di mana rezim pemilu lokal dan nasional digelar secara serentak.
"Adanya anggapan MK telah mengubah konstitusi UUD 1945 terkait kewenangannya dan pelaksanaan pemilu/pilkada adalah inkonsistensi putusan tersebut terhadap putusan MK sebelumnya," ucapnya.
"Menanggapi polemik ini,sekaligus menjalankan fungsi pengawasam mitra kerja kami, maka Komisi III DPR ingin mendengarkan pamdangan dan masukan dari para ahli akademisi dan praktisi hukum ada pak Patrialis Akbar, Taufik Basari dan ibu vlValina Singka," pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah tidak lagi digelar secara serentak dalam waktu yang bersamaan.
Ke depan, pemilu akan dibagi menjadi dua tahap: pemilu nasional dan pemilu lokal (daerah) dengan jeda maksimal dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan.
Putusan itu dibacakan dalam sidang perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Secara teknis, pemilu nasional akan mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, dan DPD RI.
Baca juga: MK Nyatakan Pasal Larangan Pemantau Pemilu Lakukan Kegiatan Lain Tidak Punya Kekuatan Hukum Mengikat
Sementara itu, pemilu lokal akan mencakup pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
MK menyatakan bahwa pelaksanaan serentak dalam satu waktu untuk seluruh jenis pemilu menimbulkan banyak persoalan, seperti beban berat penyelenggara pemilu, penurunan kualitas tahapan, serta kerumitan logistik dan teknis.
UU Pemilu
Arteria Dahlan Usul Seluruh Hakim MK Dilaporkan ke Polisi Buntut Hapus Pemilu Serentak |
---|
Mahfud MD Sebut Putusan MK yang Berujung Perpanjangan Masa Jabatan DPRD Inkonstitusional, Tapi Final |
---|
Singgung Evaluasi Total Pemilu, Cak Imin Dukung Pilkada Dipilih DPRD |
---|
Wamendagri: Efisiensi Dalam RUU Pemilu Jangan Sampai Mengorbankan Substansi Demokrasi |
---|
Revisi UU Pemilu Belum Dibahas DPR Usai Putusan MK, Komisi II Tunggu Momentum |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.