Revisi KUHAP
Luput Dibahas di Revisi KUHAP, Ketentuan Advokat Jaga Rahasia Klien Dinilai Prinsip Fundamental
Pakar hukum tegaskan advokat wajib lindungi rahasia klien, tak bisa dikriminalkan sebagai obstruction of justice jika patuh etika.
Penulis:
Reza Deni
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum IPRI Law Institute, Latifah, bicara menilai kewajiban advokat untuk menjaga rahasia klien merupakan prinsip fundamental dalam profesi hukum.
Hal itu dikatakan Latifah di tengah prosesnya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Namun, di tengah berkembangnya penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana berat, dia melihat adanya perdebatan mengenai apakah tindakan advokat yang menolak memberikan informasi klien dapat dikualifikasikan sebagai obstruction of justice atau tidak.
"Kewajiban menjaga rahasia klien tidak dapat serta-merta digolongkan sebagai obstruction of justice, sepanjang dilakukan dalam batas koridor hukum dan kode etik profesi advokat maupun bantuan hukum," kata Latifah kepada wartawan, Senin (14/7/2025).
Baca juga: Komisi III DPR Sebut RUU KUHAP Masih Bisa Berubah Sebelum Diparipurnakan
Latifah mengutip sejumlah pasal dalam UU Advokat terkait kewajiban terkait kewajiban advokat merahasiakan sesuatu yang diketahui oleh kliennya.
"Putusan Mahkamah Konstitusi No. 26/PUU-XI/2013, menegaskan bahwa kewajiban advokat untuk menjaga rahasia klien adalah bagian dari hak asasi dan sistem peradilan yang adil (fair trial)," kata Latifah.
Dia mengatakan, karena itulah, tindakan pasif berupa menolak membocorkan informasi klien justru merupakan bagian dari fungsi pembelaan hukum, bukan penghalangan keadilan.
"Ini ditegaskan dalam prinsip “client-attorney privilege" yang dikenal secara universal, termasuk dalam sistem hukum Indonesia," kata dia.
"Untuk itu, tindakan advokat yang menjalankan kewajiban menjaga kerahasiaan klien sebagaimana diatur dalam UU Advokat dan Kode Etik, tidak dapat dikualifikasikan sebagai obstruction of justice. Upaya kriminalisasi terhadap fungsi advokat dalam kerangka ini akan merusak prinsip due process of law dan peran penting advokat dalam sistem peradilan," tandasnya.
Baca juga: Aksi di Depan DPR, Ini Alasan Koalisi Sipil Tantang Debat Habiburokhman Bahas Revisi KUHAP
Sebelumnya, Panja RUU KUHAP menyepakati dimasukkannya ketentuan mengenai impunitas advokat saat menjalankan tugas pembelaan hukum dalam draf RUU KUHAP.
Ketua Panja RUU KUHAP sekaligus Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menjelaskan bahwa usulan tersebut mengemuka dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) sebelumnya.
Dalam forum itu, kata dia, sejumlah organisasi advokat dan lembaga swadaya masyarakat menyuarakan pentingnya perlindungan hukum bagi advokat, tidak hanya dalam Undang-Undang Advokat, tetapi juga diatur secara eksplisit dalam KUHAP.
"Jadi bukan hanya di UU Advokat tetapi juga di KUHAP," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Menurutnya, seluruh Fraksi di Komisi III DPR sepakat untuk memasukkan ketentuan tersebut ke dalam Pasal 140 ayat (2) RUU KUHAP.
"Bunyinya seperti ini, 'Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar persidangan'," ujar Habiburokhman.
Dia menambahkan, frasa “di luar persidangan” telah dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang Advokat.
"Lalu penjelasannya, yang sering menjadi karet soal itikad baik itu. Yang dimaksud 'itikad baik' yaitu sikap dan perilaku advokat dalam menjalankan tugas dan pendampingan hukum berdasarkan kode etik profesi advokat," ungkapnya.
Habiburokhman beralasan, selama ini banyak advokat merasa kehadirannya dalam pemeriksaan tak memiliki pengaruh nyata.
Sebab, advokat hanya diperbolehkan hadir secara pasif, tanpa ruang menyampaikan keberatan terhadap proses yang tidak adil.
Baca juga: Aksi di Depan DPR, Ini Alasan Koalisi Sipil Tantang Debat Habiburokhman Bahas Revisi KUHAP
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menilai bahwa memasukkan klausul impunitas advokat dalam KUHAP tidak tepat secara yuridis.
Menurut Tanak, KUHAP adalah hukum pidana formil yang hanya mengatur prosedur penegakan hukum, dan bukan tempat untuk menetapkan perlindungan profesi.
"KUHAP adalah hukum acara pidana yang hanya mengatur tata cara penegakan hukum pidana materiil, mulai dari penyelidikan hingga putusan. Bukan tempat untuk mencantumkan perlindungan profesi," kara Tanak kepada wartawan, Sabtu (12/7/2025).
Tanak berpendapat, pengaturan seperti impunitas sebaiknya ditempatkan dalam undang-undang sektoral masing-masing, seperti Undang-Undang Advokat untuk advokat, Undang-Undang Kejaksaan untuk jaksa, dan UU Kehakiman untuk hakim.
“Jika advokat menghendaki impunitas atau perlindungan hukum, hal itu seharusnya diatur dalam Undang-Undang tentang Advokat, seperti halnya perlindungan jaksa diatur dalam UU Kejaksaan,” ujar Tanak.
Tanak berharap DPR dan pemerintah mempertimbangkan ulang substansi pasal tersebut agar tidak terjadi kekeliruan dalam penempatan norma hukum dalam sistem perundang-undangan nasional.
Revisi KUHAP
Habiburokhman Tak akan Kecewa Jika RKUHAP Gagal Disahkan: Di Politik Itu Bukan Soal Baper-baperan |
---|
Ketua Komisi III DPR Nilai Tarik Menarik Kepentingan Aparat Penegak Hukum dalam RKUHAP Hal Wajar |
---|
Habiburokhman Bantah Pernyataan KPK yang Sebut Penyelidik dalam RUU KUHAP Hanya Berasal dari Polri |
---|
Komisi III DPR Bakal Undang KPK, Habiburokhman Tegaskan RUU KUHAP Tak Lemahkan Pemberantasan Korupsi |
---|
Demo Tolak RUU KUHAP, Koalisi Sipil: Paradigmanya Masih Otoriter |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.