Minggu, 21 September 2025

RUU KUHAP

Abraham Samad Sebut RUU KUHAP Akan Mempersulit KPK Berantas Korupsi

Abraham Samad buka suara soal RUU KUHAP khususnya soal sejumlah aturan dalam penanganan kasus bagi penyidik KPK.

Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/ Abdi Ryanda Shakti
RUU KUHAP - Mantan Ketua KPK Abraham Samad di Gedung Joeang, Jakarta Pusat, Rabu (23/7/2025). Samad buka suara soal RUU KUHAP khususnya soal sejumlah aturan dalam penanganan kasus bagi penyidik KPK. 

4. Penyempitan Definisi Penyelidikan: RKUHAP membatasi penyelidikan hanya untuk "mencari peristiwa pidana", padahal penyelidikan KPK sudah sampai pada tahap menemukan minimal dua alat bukti.

5. Devaluasi Keterangan Saksi di Tahap Awal: RKUHAP hanya mengakui keterangan saksi yang diperoleh di tahap penyidikan ke atas, padahal KPK sudah mengumpulkan alat bukti, termasuk keterangan saksi, sejak penyelidikan.

6. Penetapan Tersangka Terikat Tahapan: RKUHAP mengaitkan penetapan tersangka dengan tahap penyidikan, sementara KPK menetapkan tersangka berdasarkan temuan dua alat bukti, yang bisa didapat sejak penyelidikan.

7. Intervensi dalam Penghentian Penyidikan: RKUHAP mensyaratkan keterlibatan penyidik Polri dalam penghentian penyidikan, padahal mekanisme internal KPK adalah melalui pemberitahuan kepada Dewan Pengawas.

8. Birokrasi Baru Penyerahan Berkas: RKUHAP mengindikasikan penyerahan berkas perkara harus melalui penyidik Polri, bertentangan dengan UU KPK yang mengatur pelimpahan langsung dari penyidik KPK ke penuntut umum KPK.

9. Pembatasan Wewenang Penggeledahan: RKUHAP membatasi penggeledahan hanya pada tersangka dan mewajibkan pendampingan penyidik Polri dari yurisdiksi setempat, menggerus wilayah hukum penyidik KPK yang bersifat nasional.

10. Izin Penyitaan dari Pengadilan: RKUHAP mewajibkan izin Ketua Pengadilan Negeri untuk penyitaan, bertentangan dengan praktik KPK yang hanya perlu memberitahukan kepada Dewan Pengawas.

11. Izin Penyadapan dari Pengadilan: RKUHAP mensyaratkan izin Ketua PN untuk penyadapan dan hanya boleh dilakukan saat penyidikan. Ini menghapus kewenangan KPK menyadap sejak penyelidikan tanpa izin pengadilan.

12. Pembatasan Pencegahan ke Luar Negeri: RKUHAP membatasi larangan bepergian ke luar negeri hanya untuk tersangka, padahal KPK seringkali perlu mencegah saksi atau pihak terkait lainnya.

13. Proses Praperadilan Menghambat Sidang Pokok Perkara: RKUHAP mengatur pokok perkara korupsi tidak dapat disidangkan selama proses praperadilan berlangsung, bertentangan dengan asas peradilan cepat dan sederhana.

14. Kewenangan Perkara Koneksitas Tak Diakomodir: Kewenangan KPK untuk mengoordinasikan dan mengendalikan perkara koneksitas (melibatkan sipil dan militer) yang telah dikuatkan putusan MK tidak diatur dalam RKUHAP.

15. Monopoli Perlindungan Saksi oleh LPSK: RKUHAP seolah menyerahkan perlindungan saksi hanya kepada LPSK, mengabaikan kewajiban dan hak KPK untuk melindungi saksi dan pelapornya sendiri.

16. Penuntutan Lintas Wilayah Dihambat: RKUHAP mewajibkan penuntut umum mendapat surat pengangkatan sementara dari Jaksa Agung untuk menuntut di luar daerah hukumnya, bertentangan dengan wewenang penuntut KPK yang berlaku di seluruh Indonesia.

17. Ambiguitas Status Penuntut Umum KPK: Definisi Penuntut Umum dalam RKUHAP dinilai berpotensi tidak secara eksplisit mengakui penuntut yang diangkat oleh KPK.

Budi Prasetyo menegaskan bahwa daftar catatan ini akan menjadi bahan advokasi KPK untuk memastikan bahwa revisi hukum acara pidana tidak justru menjadi langkah mundur bagi perang melawan korupsi di Indonesia.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan