Minggu, 21 September 2025

Jokowi dan Kiprah Politiknya

Hubungan Sudah Kandas, Kini Jokowi dan PDIP Sama-sama Mengklaim Jadi Target Pelemahan Politik

Sepanjang kiprahnya di dunia politik, nama Jokowi tak lepas dari PDIP. Namun, setelah hubungan politik kandas, keduanya mengaku sama-sama ditarget.

Biro Pers Sekretariat Presiden RI dan Istimewa
JOKOWI DAN PDIP - Kolase Foto: Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat di Istana Merdeka, Jakarta pada 16 Desember 2021, dan logo partai yang membesarkan namanya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Setelah hubungan politik kandas, kini Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan mantan partai yang membesarkan namanya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) justru baru saja melontarkan klaim yang serupa. Yakni, sama-sama mengklaim menjadi target pelemahan politik. 

TRIBUNNEWS.COM - Setelah hubungan politik kandas, kini Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan mantan partai yang membesarkan namanya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) justru baru saja melontarkan klaim yang serupa.

Jokowi dan PDIP sama-sama mengklaim menjadi target pelemahan politik.

Sepanjang kiprahnya di dunia politik, nama Jokowi tak lepas dari nama partai berlogo kepala banteng berwarna hitam dengan moncong putih itu.

Sejarah antara Jokowi dan PDIP memang panjang.

Bermula pada 2004 silam, Jokowi yang saat itu masih menjadi pengusaha mebel sukses di Solo dan belum memiliki pengalaman politik formal, bergabung dengan PDIP.

PDIP menjadi partai tempat pria kelahiran Solo, 21 Juni 1961 itu memulai dan mengembangkan karier politiknya.

Ayah Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka itu lalu menjadi salah satu pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Solo.

Lalu, Jokowi diusung PDIP untuk maju menjadi Calon Wali Kota Solo bersama FX Hadi Rudyatmo sebagai pendampingnya di Pemilihan Wali Kota atau Pilwalkot Kota Solo 2025 hingga akhirnya menang.

Kemudian, Jokowi diantar oleh PDIP naik ke panggung politik ibu kota hingga terpilih menjadi Gubernur Jakarta pada 2012, dengan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Karier Jokowi semakin menanjak ketika ia kembali digotong oleh PDIP untuk mengikuti Pemilihan Presiden atau Pilpres 2014.

Saat itu, Jokowi juga belum genap menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta selama satu periode alias hanya dua tahun, sebelum akhirnya terpilih menjadi Presiden RI pada 2014.

Baca juga: Menerka Makna di Balik Rangkulan Prananda Prabowo terhadap Puan Maharani Saat Bimtek PDIP di Bali

PDIP pun melanjutkan dukungannya untuk Jokowi sampai menjadi Presiden RI selama dua periode, 2014-2019 dan 2019-2024.

Akan tetapi, di akhir masa kekuasaan Jokowi sebagai orang nomor satu di Indonesia, hubungannya dengan PDIP terindikasi mulai retak.

Sejatinya, kerenggangan dalam hubungan Jokowi dan PDIP sudah mulai terlihat pada 2023.

Keretakan kentara ketika Jokowi tidak mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang diusung PDIP untuk Pilpres 2024, yakni Ganjar Pranowo - Mahfud MD.

Malahan, ia memilih untuk memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang resmi diumumkan pada 22 Oktober 2023.

Puncak keretakan hubungan antara Jokowi dan PDIP pun terjadi kala partai politik dengan ketua umum Megawati Sukarnoputri itu memecat Jokowi beserta sang putra dan menantu, Gibran dan Bobby Nasution pada Desember 2024.

Setelah relasi antara Jokowi dan PDIP kandas, kini keduanya sama-sama merasa dilemahkan posisi politiknya hingga merusak reputasi.

Akan tetapi, tidak terungkap secara pasti, siapa pihak yang dimaksud menargetkan Jokowi maupun PDIP.

Jokowi: Ada Agenda Besar Politik

Jokowi memberi tanggapan mengenai beberapa isu yang menerpanya setelah tak lagi menjabat sebagai Presiden RI.

Misalnya, tudingan ijazah S1 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) miliknya palsu dan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari kursi Wakil Presiden RI.

Dalam tanggapannya, Jokowi mengaku memiliki feeling atau firasat bahwa ada agenda besar di balik kedua isu tersebut.

“Saya berperasaan memang kelihatannya ada agenda besar politik di balik isu ijazah palsu, pemakzulan,” kata Jokowi, saat ditemui di kediaman Sumber, Banjarsari, Solo, Senin (14/7/2025) lalu, dikutip dari TribunSolo.

Menurut Jokowi, agenda besar politik tersebut bertujuan untuk menjatuhkan reputasinya serta mengaburkan pencapaian yang ia raih selama dua periode menjabat presiden.

“Perasaan politik saya mengatakan ada agenda besar politik untuk menurunkan reputasi politik untuk men-downgrade,” jelasnya.

Meski begitu, Jokowi tetap tenang dan merasa biasa.

“Buat saya biasa-biasa saja. Termasuk itu (pemakzulan). Isu ijazah palsu, pemakzulan Mas Wapres saya kira ada agenda besar politik,” ujar Jokowi.

Soal tudingan ijazah palsu yang laporannya di Polda Metro Jaya sudah naik ke tahap penyidikan, Jokowi menyerahkannya kepada hukum yang berlaku.

“Ini kan dalam proses hukum. Saya baca kemarin sudah dalam proses penyidikan. Ya sudah serahkan kepada proses hukum yang ada. Kemudian nanti kita lihat di sidang yang ada di pengadilan seperti apa,” tuturnya.

Tak lama setelah pernyataan soal agenda besar politik, Jokowi melontarkan dugaan adanya orang besar yang menyokong upaya atau agenda penjatuhan integritas atau reputasi dirinya dan keluarga.

Namun, Jokowi tidak menyebut siapa sosok besar itu.

Menurutnya, sosok besar tersebut sudah diketahui publik secara umum.

“Kan saya sudah sampaikan feeling saya mengatakan ada agenda besar politik dalam tuduhan ijazah palsu maupun pemakzulan," kata Jokowi saat ditemui di kediamannya, Jumat (25/7/2025).

"Artinya memang ada orang besar ada yang mem-backup. Semua udah tahu lah,” tambahnya.

Tanggapan PDIP

Adapun PDIP pernah menanggapi pernyataan Jokowi yang menyebut adanya agenda politik besar di balik isu ijazah palsu dan desakan pemakzulan Gibran.

Politisi PDIP sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima menyarankan, agar Jokowi lebih memilih menyampaikan pemikiran-pemikiran strategis untuk bangsa daripada terlibat dalam narasi politik yang remeh.

"Beliau sebaiknya memberikan pencerahan terhadap bangsa ini, membawa semangat besar, bukan soal-soal seperti itu," ujar Aria Bima di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (15/7/2025).

Menurut Aria, narasi yang dibangun Jokowi seputar skenario politik justru hanya akan memperkeruh ruang publik.

Ia berharap Jokowi lebih menekankan pentingnya nilai-nilai kebangsaan, sebagaimana dilakukan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.

"Politik ini penuh skenario. Tapi yang penting adalah kehendak baik dari masing-masing partai politik. Itu yang perlu dinarasikan," tegasnya.

Aria Bima menilai, sebagai tokoh yang pernah memimpin dua periode, Jokowi seharusnya menampilkan kepemimpinan moral yang membangun nilai dan kebangsaan, bukan malah terbawa arus spekulasi.

"Menurut saya, soal ijazah ini juga terlalu berlebihan. Masalah-masalah penting bangsa ini jadi tidak dibicarakan," tandasnya.

PDIP Klaim Ditarget Pelemahan pada Pemilu 2029

Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDIP, Ribka Tjiptaning, melontarkan bahwa ada pihak tertentu yang sengaja atau ingin melemahkan partainya.

Menurut kabar yang didengar Ribka, PDIP nanti ditarget cuma memperoleh tujuh persen suara pada Pemilihan Umum atau Pemilu 2029.

Adapun pada Pemilihan Legislatif atau Pileg 2024, PDIP menjadi pemegang suara terbanyak nasional dengan perolehan 16,72.

PDIP disebut menjadi partai mayoritas di DPR, dengan 110 anggota dari komposisi total 580 anggota dewan.

Ribka menilai, pihak yang menarget suara PDIP kecil itu bertujuan agar partainya kalah.

“Maksudnya kan supaya PDIP ini tidak terjadi konsolidasi, supaya kecil, supaya kalah," ujar Ribka saat peringatan 29 tahun peristiwa Kudatuli di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Minggu (27/7/2025), dikutip dari Kompas.com.

"Saya denger lho mereka menarget kita (hanya dapat) 7 persen 2029. Salah hitung (lawan),” jelasnya.

Meski begitu, Ribka yakin, PDIP justru akan bangkit di tengah terpaan kabar burung tersebut.

Ribka menegaskan upaya menekan PDIP melalui berbagai bentuk intimidasi dan ketidakadilan, justru akan menjadi pemicu konsolidasi di tubuh partai tersebut.

“PDIP tuh justru kalau diginiin malah terjadi kebangkitan. Lihat aja, kalau kita diginiin terus, ini akan menggelembung ya," ujar Ribka.

"Massa PDIP tuh kayak gitu. Kalau kita diintimidasi, dicurangi, diabaikan, itu akan terus mengkonsolidasi. Jadi mereka tuh salah hitung lawan kita ini,” tambahnya.

Menurut Ribka, karakter PDIP adalah semakin ditekan, semakin solid.

Oleh karena itu, dia meyakini tekanan yang saat ini dirasakan partainya hanya akan memperkuat semangat perjuangan para kader.

“Bedanya PDIP tuh begitu. Semakin ditekan, semakin dia mengkonsolidasi. Salah hitung mereka,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Ribka juga menyinggung sejumlah pihak yang dulunya pernah berjuang bersama, tetapi kini dinilai telah berkompromi dengan kekuatan yang sebelumnya dianggap menindas.

“Kan di sana juga banyak teman-teman dulu, PRD-PRD. Ya kan dulu kita berjuang bersama lho, sama mereka. Perlu saya sebut satu-satu? Tapi, kan mereka bisa berkompromi dengan penculiknya. Kalau saya, nggak bisa kayak gitu. Ini kan sikap politik, biar beda,” pungkasnya.

Kemudian, Ribka juga sudah memberi jawaban saat ditanya soal sosok yang menarget PDIP.

Dalam jawabannya, Ribka enggan mengungkapkan siapa sosok yang menarget partainya itu, dan mengaku hanya untuk konsumsi internal.

“Enggak usahlah, ini untuk kami saja. Buat kami suatu cambuk untuk terus bergerak dan berjuang, ” ujar Ribka kepada Kompas.com, Selasa (29/7/2025).

(Tribunnews.com/Rizki A., Reza Deni) (TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin) (Kompas.com/Tria Sutrisna)

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Ketika Jokowi dan PDIP Kompak Mengaku Jadi Target Pelemahan Politik, Siapa Pelakunya?.

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan