Jumat, 15 Agustus 2025

Hakim MK: Tugas Guru Lebih Berat Dibanding Dosen

Sebaliknya, guru harus memastikan murid memahami pelajaran, bahkan terlibat langsung dalam aspek pengasuhan.

Kompas.com/Kontributor Nunukan, Sukoco
ILUSTRASI GURU - Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan tugas seorang guru jauh lebih berat jika dibandingkan dengan dosen. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan tugas seorang guru jauh lebih berat jika dibandingkan dengan dosen.

Hakim MK adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi yudikatif di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Baca juga: Sidang MK, Pemerintah Ungkap Alasan Usia Pensiun Guru Lebih Cepat 5 Tahun Dibanding Dosen

Hal itu ia sampaikan dalam sidang perkara Nomor 99/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (12/8/2025).

Pemohon sidang adalah seorang guru bersertifikat pendidik, Sri Hartono. Ia meminta agar usia masa pensiun guru yang semula 60 tahun, disamakan dengan masa usia pensiun dosen, yakni 65 tahun.

Guru adalah seseorang yang memiliki profesi untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik dalam proses pendidikan formal.

Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan yang bekerja di lingkungan perguruan tinggi. 

Sidang kali ini mendengarkan keterangan presiden melalui Staf Ahli Bidang Regulasi dan Antar Lembaga dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, H Biyanto.

Biyanto menjelaskan alasan kenapa usia pensiun dan dosen berbeda.

Namun penjelasan itu dirasa Arief mengandung paradoks.

“Paradoksnya gini, guru hanya berfungsi untuk mendidik, berada di kelas, menyiapkan materinya di rumah, hanya melakukan pendidikan, usianya lebih pendek usia pensiunnya,” ujar Arief.

Dengan pengalaman lebih dari 40 tahun sebagai dosen, Arief mengatakan mahasiswa cenderung lebih mandiri.

Sehingga dosen tidak terlalu memusingkan apakah mahasiswanya memahami materi atau tidak, karena mereka bisa belajar sendiri.

Sebaliknya, guru harus memastikan murid memahami pelajaran, bahkan terlibat langsung dalam aspek pengasuhan.

Terutama di jenjang PAUD, mulai dari mengajari keterampilan dasar hingga membantu kebutuhan fisik anak.

“Tapi kalau guru mendidik sejak awal, apalagi guru PAUD, ngajari termasuk nyewoki, nyebokin, itu lebih berat daripada dosen itu. Kalau dosen, masa nyebokin segala, kacau balau nanti, ya,” tuturnya.

Baca juga: 8 Negara Ini Terapkan Gaji Guru dengan Nilai Fantastis, Negara Mana yang Tertinggi?

Alasan Pemerintah

Biyanto menegaskan alasan usia pensiun guru dan dosen berbeda punya landasan ilmiah. Hal itu berkaitan dengan menurunnya efikasi guru atau rasa percaya diri karena meningkatnya tekanan dan tuntutan kehidupan di luar pekerjaan saat memasuki usia paruh baya.

Efikasi diri adalah suatu keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuannya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk mencapai kecakapan tertentu.

“Memasuki usia lanjut, menjelang masa pensiun, efikasi diri guru mengalami penurunan yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan dan tuntutan kehidupan di luar pekerjaan," kata Biyanto dalam ruang sidang.

Ia merujuk pada sejumlah penelitian yang menemukan adanya hubungan antara pertambahan usia guru dengan penurunan aspek fisiologis tertentu.

Hasil penelitian menunjukkan pada rentang usia 30 hingga 45 tahun, guru mengalami penurunan fungsi fisiologis yang dapat memengaruhi kualitas kinerjanya.

Berdasarkan analisis kualitatif, ditemukan ihwal efikasi diri guru memiliki keterkaitan signifikan dengan faktor usia.

“Dengan merujuk pada kedua hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kecenderungan penurunan kemampuan dan efikasi guru seiring bertambahnya usia dalam melaksanakan tugas mengajar di kelas,” tegas Biyanto.

“Maka dari itu dengan penalaran yang logis, penentuan batas usia pensiun guru pada 60 tahun dalam Undang-Undang 14 tahun 2005 dapat dinilai sebagai pengaturan yang didasarkan pada pemahaman yang kontekstual dan ilmiah,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Sri Hartono, merupakan guru Bahasa Inggris di SMA 15 Semarang. 

Dalam sidang perdana pada Selasa (24/6/2025), Sri mendalilkan bahwa ketentuan batas usia pensiun guru yang lebih rendah dibandingkan dosen bertentangan dengan prinsip meritokrasi dalam kebijakan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurutnya, perbedaan tersebut tidak hanya menciptakan ketidakadilan, tetapi juga memicu ketegangan sosial antara profesi guru dan dosen. Ia menilai pemensiunan guru di usia 60 tahun berdampak langsung secara administratif dan psikologis.

Sri juga menyoroti kekurangan tenaga pendidik di Indonesia. 

Oleh karena itu, pemensiunan guru berpengalaman di usia 60 tahun dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah dalam memperkuat kualitas sumber daya manusia di sektor pendidikan.

Sri meminta MK menyatakan pasal yang mengatur usia pensiun guru dalam UU Guru dan Dosen bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa usia pensiun guru disamakan dengan dosen, yakni 65 tahun.
 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan