Selasa, 9 September 2025

Demo di Jakarta

9 Organisasi Desak Pembentukan Tim Pencari Fakta Usut Dugaan Keterlibatan Aparat dalam Kericuhan

Pemerintah diminta membentuk Tim Pencari Fakta independen guna mengusut dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam rangkaian unjuk rasa.

Penulis: Gita Irawan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
KERUSUHAN - Warga melakukan aksi menuntut pengusutan kasus penabrakan pengemudi ojek online oleh mobil rantis Brimob di Kwitang, Jakarta, Jumat (29/8/2025). Pemerintah diminta membentuk Tim Pencari Fakta independen guna mengusut dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam rangkaian unjuk rasa. 

Sebagai institusi intelijen militer, menurut Koalisi, seharusnya Bais bekerja untuk mendukung TNI sebagai alat pertahanan dalam rangka menjaga kedaulatan negara. 

Dengan kapasitas mereka sebagai intelijen tempur, lanjut dia, bukan tugas Bais untuk terlibat menangani aksi unjuk rasa, atau sekedar ada di lapangan bersama massa demonstran. 

"Oleh sebab itu, demi tegaknya supremasi sipil, kami mendesak agar otoritas sipil, dalam hal ini Presiden, segera menarik militer dari wilayah dan urusan sipil, dengan mengembalikan TNI dalam fungsi konstitusionalnya, alat pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara. Bukan tugas TNI mengurusi masalah keamanan dalam negeri, apalagi menangani aksi massa," kata Daniel saat dikonfirmasi pada Minggu (7/9/2025).

"Lebih jauh, merespons dugaan-dugaan tersebut di atas, kami mendesak pemerintah segera membentuk Tim Pencari Fakta independen, untuk mengurai masalah ini secara terang benderang, guna memastikan akuntabilitas atas peristiwa yang terjadi," lanjut dia. 

Tim tersebut, sambung Daniel, perlu melibatkan tokoh-tokoh masyarakat sipil yang independen, untuk memastikan kredibilitas laporan akhirnya. 

Salah satu tugas tim, menurut Koalisi, adalah mengurai informasi tentang dugaan keterlibatan militer dalam rangkaian peristiwa, yang berujung pada terjadinya gejolak sosial dan kekerasan, juga fakta-fakta lainnya yang terkait. 

"Hal ini penting untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi sesungguhnya, sebagai bagian dari pemenuhan hak keadilan bagi korbannya," kata dia.

Ia juga menekankan pentingnya untuk dicermati peristiwa kekerasan yang terjadi baru-baru ini nampak memiliki benang merah dengan peristiwa kekerasan di masa lalu, khususnya dari segi polanya. 

"Oleh karenanya pembentukan TGPF menjadi  penting dilakukan, untuk memastikan upaya negara dalam memberikan jaminan ketidakberulangan atas peristiwa kekerasan yang terjadi," pungkasnya.

Penjelasan Mabes TNI 

Sebelumnya, Markas Besar TNI membeberkan lima hoaks atau berita bohong yang muncul pada saat dan setelah demonstrasi berujung kericuhan di sejumlah wilayah di Indonesia yang melukai hati pihaknya.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen (Mar) Freddy Ardianzah mengungkapkan hoaks pertama adalah terkait adanya foto dan narasi yang menyebut adanya anggota Bais TNI yang ditangkap oleh anggota Brimob saat kericuhan di kawasan Pejompongan Jakarta Pusat pada Kamis (28/8/2025) lalu.

Freddy mengakui bahwa orang dalam foto yang beredar adalah anggota Bais TNI berinisial Mayor SS yang sedang menjalankan tugas bersama empat anggotanya untuk memantau aksi unjuk rasa di kawasan fly over Slipi, Jakarta.

"Yang saya sangkal adalah narasinya, karena narasi yang disampaikan itu ditangkap Polri, yang kedua adalah provokator," ujar Freddy saat konferensi pers di Mabes TNI Jakarta pada Jumat (5/9/2025).

Hoax kedua, kata Freddy, adalah munculnya video viral yang menunjukkan seorang anggota TNI berinisial Pratu Handika Novaldo diamankan oleh personel Brimob Polda Sumsel saat kerusuhan di DPRD Sumsel pada Minggu (31/8/2025) dini hari.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan