KPK Sebut Penanganan Kasus Taspen Sebagai Pengalaman Baru, Ini Alasannya
Investasi fiktif Taspen jadi pengalaman perdana bagi KPK dalam menangani perkara korupsi yang beririsan dengan pasar modal.
Ringkasan Berita:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menorehkan sejarah baru dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia. 
Kasus investasi fiktif yang melibatkan PT Taspen (Persero) dan PT Insight Investments Management (IIM) menjadi kasus pertama yang ditangani KPK yang bersinggungan langsung dengan industri pasar modal.
Kepala Satuan Tugas Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Greafik Loserte, mengakui bahwa kasus yang merugikan keuangan negara hingga Rp 1 triliun ini merupakan pengalaman perdana bagi lembaga antirasuah.
"Sependek kami berkarir di KPK, ini adalah kali pertama yang korupsi beririsan dengan pasar modal," kata Greafik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, penanganan kasus ini menjadi preseden penting yang menunjukkan bahwa praktik korupsi dapat merambah ke berbagai sektor, termasuk pasar modal yang memiliki mekanisme dan regulasi kompleks.
Baca juga: KPK Ungkap Alasan Jerat PT IIM Tersangka Korupsi Taspen, Terima Aliran Dana Rp 44 Miliar
Greafik juga membeberkan tantangan unik yang dihadapi selama proses penanganan perkara.
Pihaknya sempat mendapat tekanan dan perdebatan hukum mengenai undang-undang yang seharusnya diterapkan, apakah Undang-Undang Pasar Modal atau Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
KPK berhasil membuktikan bahwa kerugian investasi dalam kasus ini bukanlah risiko bisnis biasa, melainkan sebuah kesengajaan yang direncanakan untuk tujuan koruptif.
"Kita ingin berbagi pendapat sama orang bahwa kalau sifat investasi, rugi, berarti enggak ada pidana. Oh entar dulu. Investasi yang rugi itu kecelakaan, tapi investasi yang diniatkan rugi, itu Tipikor," ujar Greafik.
Baca juga: KPK Apresiasi Putusan Hakim Perkara Korupsi Taspen yang Rugikan Negara Rp 1 Triliun
Dalam kasus ini, PT Taspen diketahui sengaja menginvestasikan dana Rp 1 triliun ke produk obligasi berisiko tinggi yang dikelola PT Insight IM.
Tujuannya adalah untuk menutupi kerugian investasi sebelumnya, yaitu sukuk ijarah yang gagal bayar (default) senilai Rp 200 miliar.
"Dalam perkara Taspen, kita dapat membuktikan perkara ini diniatkan untuk rugi," katanya.
Kasus ini telah membawa dua pejabat tinggi ke meja hijau.
Pengadilan Tipikor Jakarta pada 6 Oktober 2025 memvonis mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Sementara itu, mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management, Ekiawan Heri Primaryanto, divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Vonis terhadap Ekiawan telah berkekuatan hukum tetap karena ia tidak mengajukan banding.
Atas keberhasilan ini, KPK mengapresiasi putusan hakim yang dinilai tidak hanya memberi efek jera, tetapi juga fokus pada pemulihan aset negara.
Sebagai pengembangan, KPK juga telah menetapkan PT Insight Investments Management sebagai tersangka korporasi.
Perusahaan tersebut dinilai secara sadar terlibat dan diperkaya dari hasil kejahatan dengan menerima management fee senilai Rp 44 miliar dari pengelolaan dana investasi ilegal tersebut.
 
							 
							 
							 
			 
				
			 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
	
						        	 
	
						        	 
	
						        	 
	
						        	 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.