Proyek Kereta Cepat
Pertanyakan Kerja Sama Whoosh Beralih ke China, Profesor NTU: Xi Bawa Proyek yang Diinginkan Jokowi
Profesor NTU, Sulfikar Amir, mempertanyakan alasan pemerintah Indonesia mengalihkan kerja sama dari Jepang ke China dalam hal proyek Whoosh.
BRI adalah strategi pembangunan infrastruktur global dan inisiatif ekonomi utama dari China yang bertujuan untuk menghubungkan Tiongkok dengan lebih dari 150 negara lainnya di Asia, Eropa, dan Afrika.
Inisiatif ini diumumkan oleh Xi Jinping pada 2013, sebagai kelanjutan dariĀ One Road One Belt (OBOR, Satu Sabuk Satu Jalan), yang melibatkan pembangunan infrastruktur darat (Sabuk) dan laut (Jalan).
"Jawabannya simpel, karena ketika Xi Jinping datang ke Jakarta bertemu Jokowi, yang dibawa itu adalah satu proyek yang jauh lebih besar daripada kereta cepat, proyek pembangunan insfrastruktur yang diinginkan Jokowi."
"Dan ini berada di dalam payung Belt and Road Inisiative yang dimulai oleh Xi Jinping pada 2013," jelas Sulfikar.
Jadi Rebutan Jepang-China
Proyek kereta cepat sempat menjadi "rebutan" antara pemerintah Jepang dan China.
Hal ini bermula pada 2014-2015, di mana proyek kereta cepat awalnya merupakan gagasan Jepang di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baca juga: Polemik Utang Kereta Cepat Whoosh: AHY Putar Otak Cari Solusi, China Singgung soal Manfaat
Jepang, melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), sudah sempat melakukan studi kelayakan, meski saat itu pemerintah Indonesia belum memutuskan soal kerja sama.
Dilansir Kompas.com, JICA kala itu mengeluarkan modal hingga 3,5 juta dolar AS sejak 2014, untuk mendanai studi kelayakan.
Studi kelayakan itu dilakukan bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub), serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (kini bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN).
Ketika pemerintahan beralih dari era SBY ke Jokowi, diputuskan oleh pemerintah Indonesia, proyek kereta cepat akan dibangun dengan rute Jakarta-Bandung.
Pemerintah Indonesia lantas membuka lelang terbuka bagi negara-negara yang tertarik, hingga masuklah China sebagai lawan Jepang yang sebelumnya sudah lebih dulu menyatakan minatnya.
Bersamaan dengan munculnya tawaran dari China dan pemerintah Indonesia kurang menunjukkan minat pada proposal pertama Jepang, utusan negeri sakura saat itu, Izumi Hiroto, membawa proposal kedua yang sudah direvisi.
Proposal yang dibawa pada 26 Agustus 2015, berisi tawaran investasi kereta cepat sebesar 6,2 miliar dolar AS.
Jepang juga menawarkan pinjaman proyek dengan masa waktu 40 tahun berbunga hanya 0,1 persen per tahun dengan masa tenggang 10 tahun, padahal sebelumnya bunga yang ditawarkan Jepang sampai 0,5 persen per tahun.
Usulan terbaru, Jepang juga menawarkan jaminan pembiayaan dari pemerintah Jepang dan meningkatkan tingkat komponen produk dalam negeri Indonesia.
Proyek Kereta Cepat
| Demokrat Sebut Proyek Whoosh Rugi Rp 2 T per Tahun, Pemerintah Harus Putuskan Siapa yang Tanggung |
|---|
| Whoosh Disebut Bukan Cari Untung, Politisi PDIP Kaget: Gimana Dulu Jokowi Bisa Rayu Xi Jinping? |
|---|
| Jokowi Alihkan Kerjasama Whoosh dari Jepang ke China, Mahfud MD Pertanyakan Apa yang Jadi Jaminan? |
|---|
| Peneliti TII: KPK Harus Panggil Jokowi Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh |
|---|
| Ichsanuddin Noorsy Sorot Pernyataan Luhut soal 'Terima Barang Busuk' Proyek Whoosh: Kenapa Menerima? |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.