Ahmad Sahroni Sebut Orang Mau Bubarkan DPR adalah Tolol, Ahli di Sidang MKD: Bukan Ucapan Kriminal
Ahli menganggap pernyataan Sahroni yang menyebut orang yang ingin bubarkan DPR adalah tolol bukanlah ucapan kriminal.
Ringkasan Berita:
- Ahli sosiologi hukum, Trubus Rahardiansah, menganggap pernyataan Ahmad Sahroni yang menyebut orang yang ingin membubarkan DPR adalah tolol bukanlah ucapan kriminal.
- Dia menilai Sahroni hanya sekedar menjelaskan bahwa DPR tidak bisa dibubarkan karena sistem pemerintah Indonesia adalah presidensial dan bukannya parlementer.
- Trubus mengatakan pernyataan Sahroni yang viral di media sosial telah dimanipulasi oleh pihak tertentu dan menurutnya hal tersebut risiko dari 'Society 5.0'.
TRIBUNNEWS.COM - Ahli sosiologi hukum, Trubus Rahardiansah, menilai pernyataan anggota DPR non aktif dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni, yang menyebut orang yang ingin membubarkan DPR adalah tolol, bukanlah wujud ujaran kebencian.
Hal ini disampaikannya saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2025).
Selain Sahroni, ada empat anggota DPR non aktif lainnya yang turut dilaporkan ke MKD dan diproses sidang yakni Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya), Nafa Urbach, serta Adies Kadir.
Kembali lagi ke Trubus, pernyataannya itu disampaikannya setelah ditanya oleh anggota MKD sekaligus Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman.
Mulanya, Habiburokhman bertanya soal apakah pernyataan Sahroni itu bijak atau tidak dari sisi ilmu sosiologi.
Baca juga: Sidang MKD, Ahli Anggap Joget Anggota DPR saat Sidang Tahunan MPR Bukan Wujud Tidak Empati ke Rakyat
Lalu, Trubus menjawab bahwa Sahroni hanya ingin menjelaskan terkait pembubaran DPR tidak mungkin dilakukan di sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia yakni presidensial.
Ia menuturkan pembubaran parlemen hanya bisa dilakukan di negara dengan sistem pemerintahan parlementer.
Trubus juga menambahkan dalam pernyataan Sahroni, tidak ada pihak tertentu yang disudutkan.
"Kalau saya lihat yang disampaikan Pak Ahmad Sahroni, tidak menyinggung satu apapun walaupun di situ ada kata tolol yang diramaikan, itu menurut saya lebih kepada menyampaikan bahwa tidak mungkin DPR dibubarkan karena kita sistemnya bukan parlementer tetapi kita kan sistemnya non parlementer," jelasnya.
Trubus mengatakan pernyataan Sahroni tersebut sudah dimanipulasi oleh pihak tertentu buntut bertransformasinya masyarakat ke 'Society 5.0'.
Dia juga menuturkan bahwa pernyataan Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem itu tidak menimbulkan kerugian yang dialami pihak manapun.
Sehingga, sambung Trubus, ucapan Sahroni bukanlah bentuk ujaran kebencian atau melanggar hukum.
"Dalam sosiologi itu, ada sosios dan logos, jadi berteman. Dalam berteman itu tidak ada yang dirugikan. Yang tersinggung juga nggak ada, apa yang disampaikan Pak Ahmad Sahroni bukan ucapan kriminal, bukan pula ujaran kebencian."
"Karena ujaran kebencian itu mengungkapkan perasaan. Kalau Pasal 156 KUHP itu mengungkapkan rasa, itu (ucapan Sahroni) hanya mengucapkan ekspresi," jelasnya.
Sahroni Sebut Orang Ingin Bubarkan DPR adalah Tolol
Sebelumnya, Sahroni menyampaikan pernyataan kontroversial dengan menyebut orang yang mengusulkan DPR agar dibubarkan adalah tolol.
"Mental manusia yang begitu adalah mental orang tertolol sedunia. Catat nih, orang yang cuma bilang bubarin DPR itu adalah orang tolol sedunia. Kenapa? Kita nih memang orang semua pintar semua? Enggak bodoh semua kita," ujar Sahroni pada 22 Agustus 2025 lalu.
Setelah pernyataannya itu menuai kecaman, Sahroni pun memberikan klarifikasinya.
Dia mengeklaim tidak bermaksud untuk merendahkan masyarakat yang belakangan menyerukan agar DPR dibubarkan imbas isu kenaikan gaji wakil rakyat.
Sahroni juga mengatakan bahwa pernyataan 'orang tolol' dimaksudkan untuk orang yang berpikir bahwa DPR bisa dibubarkan begitu saja.
"Kan gue tidak menyampaikan bahwa masyarakat yang mengatakan bubarkan DPR itu tolol, kan enggak ada," katanya pada 26 Agustus 2025.
Baca juga: Sidang Etik Uya Kuya-Eko Patrio, Saksi Sebut Joget saat Sidang Tahunan MPR Wujud Apresiasi
Sahroni menegaskan, yang disorotinya adalah logika berpikir yang menilai DPR bisa dibubarkan hanya karena isu gaji dan tunjangan anggota.
“Iya, masalah ngomong bubarin pada pokok yang memang sebelumnya adalah ada problem tentang masalah gaji dan tunjangan. Nah, kan itu perlu dijelasin bagaimana itu tunjangan, bagaimana itu tunjangan rumah. Kan perlu penjelasan yang detail dan teknis,” tutur Sahroni.
“Maka itu enggak make sense kalau pembubaran DPR, cuma gara-gara yang tidak dapat informasi lengkap tentang tunjangan-tunjangan itu,” sambungnya.
Berujung Dimutasi
Setelah pernyataan kontroversialnya, Sahroni pun dimutasi dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR.
Hal ini dibenarkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem, Hermawi Taslim.
"Benar (Ahmad Sahroni dimutasi)," katanya pada 29 Agustus 2025.
Namun, Hermawi membantah mutasi dilakukan buntut pernyataan kontroversial Sahroni.
Dia menegaskan mutasi dilakukan dalam rangka penyegaran.
"Hanya rotasi rutin, tidak ada pencopotan. Hanya penyegaran," kata Hermawi.
Pasca mutasi itu, Sahroni seakan hilang ditelan bumi meski kediamannya di Tanjung Priok, Jakarta Utara, berujung dijarah oleh masyarakat.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Igman Ibrahim)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.