Jumat, 7 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Puan soal Pemberian Gelar Pahlawan Nasional: Rekam Jejak Tokoh Perlu Dicermati

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani mengungkapkan proses pemberian gelar Pahlawan Nasional perlu dilakukan secara hati-hati.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Ketua DPR RI Puan Maharani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/11/2025). Puan merespons usulan pemberian gelar pahlawan nasional untuk Presiden ke-2 RI Soeharto, yang menuai polemik. 
Ringkasan Berita:
  • Puan Maharani minta proses pemberian gelar Pahlawan Nasional dilakukan hati-hati dan objektif.
  • Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional menuai pro-kontra, seperti antara koalisi sipil dan Golkar.
  • Pemerintah melalui Gus Ipul dan Fadli Zon menyeleksi 40 nama tokoh calon pahlawan.

 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani mengungkapkan proses pemberian gelar Pahlawan Nasional perlu dilakukan secara hati-hati.

Perempuan yang juga merupakan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan itu, menegaskan perlunya mempertimbangkan rekam jejak historis tokoh yang diusulkan menyandang gelar Pahlawan Nasional.

Puan menilai, hal ini perlu agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat.

“Pemberian gelar pahlawan tentu harus melalui proses yang baik dan cermat. Karena ini menyangkut sejarah bangsa dan keteladanan bagi generasi mendatang, maka rekam jejak tokoh dari masa lalu sampai sekarang perlu dicermati secara menyeluruh,” ujar Puan kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Usulan pemberian gelar pahlawan, kata Puan, harus didasari pertimbangan objektif dan kajian matang.

“Hal seperti ini harus dikaji dengan baik, jangan tergesa-gesa. Kita perlu memastikan apakah memang sudah waktunya dan sudah perlu diberikan. Prosesnya harus transparan, terbuka, dan adil,” tegasnya.

DPR RI, lanjut Puan, menghormati mekanisme dan prosedur yang dijalankan pemerintah melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Tetapi, perempuan kelahiran Jakarta, 6 September 1973 itu, mengingatkan agar proses pengusulan hingga penetapan dilakukan dengan mengutamakan nilai persatuan dan penghormatan terhadap sejarah nasional.

“Kita semua menghormati prosesnya, tapi juga harus bijak melihat perjalanan bangsa. Gelar pahlawan adalah simbol kehormatan tertinggi negara, jadi harus diberikan kepada mereka yang benar-benar layak tanpa menimbulkan perpecahan,” ujarnya.

Baca juga: Daftar 40 Tokoh Diusulkan Dapat Gelar Pahlawan Nasional: Ada Gus Dur, Soeharto, Marsinah

Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Tuai Pro-Kontra

Usulan diberikannya gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 RI, Soeharto menuai penolakan dari sejumlah kalangan.

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari gabungan berbagai organisasi dan lembaga masyarakat menolak wacana pemberian gelar kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Diketahui, Menteri Kebudayaan, Fadli Zon yang juga Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, menegaskan pengusulan nama Soeharto sebagai Pahlawan Nasional telah dilakukan sesuai prosedur resmi yang berlaku.

Menurut Fadli, mekanisme pengajuan gelar pahlawan telah melalui tahapan panjang, mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga ke pemerintah pusat.

“Tidak ada polemik, ya. Pengajuan sudah melalui prosedur berjenjang, mulai dari kabupaten atau kota, kemudian ke provinsi Jawa Tengah, lalu dikaji oleh universitas, dan diteruskan ke Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) di Kementerian Sosial."

"Setelah itu akan dibahas di Dewan Gelar sebelum diajukan ke Presiden,” jelas Fadli Zon di Situs Prasasti Batu Tulis, Kota Bogor, Sabtu (25/10/2025), dikutip dari Kompas TV.

Menanggapi hal itu, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Imparsial, Democratic Judicial Reform (De Jure), Human Rights Working Group (HRWG), Raksha Initiative, Koalisi Perempuan Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik), CENTRA Initiative, serta Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), menolak rencana tersebut.

"Kami menilai hal ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap reformasi yang telah dibangun oleh bangsa Indonesia sejak 1998 dan proses transisi menuju negara yang demokratis dan menghormati HAM," ungkap Ketua PBHI, Julius Ibrani kepada Tribunnews, Rabu (29/10/2025).

Alasan koalisi masyarakat sipil menolak pemberian gelar Pahlawan kepada Soeharto tidak lepas dari warisan orde baru yang berlumuran peristiwa pelanggaran HAM, rezim otoriter yang tidak segan menghilangkan nyawa rakyat Indonesia, dan tindakan represif militeristik terhadap ekspresi,

Selain itu, adanya pemberangusan terhadap pendapat yang berbeda, dan melanggengkan praktik korupsi menjadi mengakar.

"Sayangnya, semua kasus pelanggaran HAM itu juga belum ada satupun yang dapat diungkap dan memberikan keadilan kepada masyarakat."

"Korupsi juga terjadi marak sepanjang  32 tahun pemerintahan Soeharto. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terjadi di masa Orde Baru telah mewariskan tradisi korup yang bahkan sampai sekarang sulit diberantas," ungkapnya.

Baca juga: Ribka PDIP Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Pelanggar HAM Tak Pantas

Koalisi juga menyoroti putusan Mahkamah Agung No. 140 PK/Pdt/2005 yang telah menyatakan bahwa Yayasan Supersemar milik Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib membayar uang sebesar US $ 315.002.183 dan Rp 139.438.536.678,56 kepada Pemerintah RI, atau sekitar Rp 4,4 triliun dengan kurs saat itu.

Soeharto didakwa karena mengeluarkan sejumlah peraturan dan keputusan Presiden yang menguntungkan setidaknya 7 yayasan yang dipimpin Soeharto dan kemudian dialirkan ke 13 perusahaan afiliasi keluarga dan kroni Cendana. 

"Bukannya mendorong akuntabilitas dan pengungkapan kebenaran dari ragam kasus pelanggaran HAM dan mengungkap praktik korupsi besar-besaran yang telah terjadi di masa Orde Baru, Pemerintah saat ini justru memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto," lanjutnya.

Golkar Dukung Soeharto Sandang Gelar Pahlawan

Di sisi lain, Partai Golkar menyatakan dukungan penuh terhadap rencana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto.

Dukungan itu disampaikan oleh Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Golkar, Nurul Arifin, dalam pernyataan resminya di Jakarta, Jumat (24/10/2025).

“Kami dari Partai Golkar mendukung penuh penganugerahan gelar kepahlawanan untuk Pak Harto. Beliau berjasa besar menjaga stabilitas nasional dan meletakkan dasar pembangunan ekonomi yang membawa Indonesia ke era kemajuan,” ujar Nurul Arifin.

Soeharto memimpin Indonesia selama 31 tahun, dari 1967 hingga 1998, dan dikenal sebagai tokoh sentral dalam masa Orde Baru.

Di bawah kepemimpinannya, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi, peningkatan infrastruktur, dan swasembada beras. Atas capaian tersebut, MPR RI menganugerahkan gelar “Bapak Pembangunan Indonesia” melalui Tap MPR Nomor V/MPR/1983.

Langkah konkret menuju gelar Pahlawan Nasional kini memasuki tahap administratif.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) telah menyerahkan berkas 40 nama tokoh kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon. Nama Soeharto termasuk dalam daftar tersebut.

“Semua nama telah melewati verifikasi mendalam, baik dari aspek jasa maupun pengabdiannya terhadap bangsa,” kata Gus Ipul dalam keterangannya.

Dewan GTK akan menelaah seluruh usulan sebelum diserahkan kepada Presiden untuk keputusan akhir. Penetapan gelar Pahlawan Nasional dijadwalkan diumumkan menjelang peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2025.

Daftar 40 Nama yang Diusulkan

Sebanyak 40 nama tokoh telah diusulkan untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.

Nama-nama tersebut telah diusulkan Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon.

Nama-nama tersebut juga sudah dinilai memenuhi syarat yang ada sebelum diserahkan ke Dewan GTK.

"Karena memang sebelumnya harus diproses lewat kabupaten kota bersama masyarakat setempat, ahli sejarah, dan juga tentu ada bukti-bukti yang menyertai dari proses itu," kata Gus Ipul di Kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (23/10/2025).

"Kemudian dibawa ke tingkat provinsi, di tingkat provinsi dibawa ke Kementerian Sosial. Setelah lewat Kementerian Sosial diproses lagi baru naik ke Dewan Gelar," sambungnya.

Sebanyak 40 nama itu terdiri dari 4 usulan baru 2025, 16 usulan tunda 2024, dan 20 usulan periode 2011-2023 yang memenuhi syarat untuk diajukan kembali.

Nama-nama tokoh yang sudah diusulkan sejak 2010.

Berikut daftar nama-nama yang diusulkan:

Usulan 2025

  1. KH. Muhammad Yusuf Hasyim - Jawa Timur
  2. Demmatande - Sulawesi Barat
  3. KH. Abbas Abdul Jamil - Jawa Barat
  4. Marsinah - Jawa Timur 

Usulan Tunda 2024

  1. Hajjah Rahmah El Yunusiyyah - Sumatera Barat - Diusulkan Tahun 2011
  2. Abdoel Moethalib Sangadji - Maluku - Diusulkan Tahun 2023
  3. Jenderal TNI (Purn) Ali Sadikin - DKI Jakarta - Diusulkan Tahun 2010
  4. Letnan Kolonel (Anumerta) Charles Choesj Taulu - Sulawesi Utara - Diusulkan Tahun 2023
  5. Mr. Gele Harun - Lampung - Diusulkan Tahun 2023
  6. Letkol Moch. Sroedji - Jawa Timur - Diusulkan Tahun 2019
  7. Prof. Dr. Aloei Saboe - Gorontalo - Diusulkan Tahun 2021
  8. Letjen TNI (Purn) Bambang Sugeng - Jawa Tengah - Diusulkan Tahun 2010
  9. Mahmud Marzuki - Riau - Diusulkan Tahun 2022
  10. Letkol TNI (Purn) Teuku Abdul Hamid Azwar - Aceh - Diusulkan Tahun 2021
  11. Drs. Franciscus Xaverius Seda - Nusa Tenggara Timur - Diusulkan Tahun 2012
  12. Andi Makkasau Parenrengi Lawawo - Sulawesi Selatan - Diusulkan Tahun 2010
  13. Tuan Rondahaim Saragih - Sumatera Utara - Diusulkan Tahun 2020
  14. Marsekal TNI (Purn) R. Suryadi Suryadarma - Jawa Barat - Diusulkan Tahun 2024
  15. K.H. Wasyid - Banten - Diusulkan Tahun 2024
  16. Mayjen TNI (Purn) dr. Roebiono Kertopati - Jawa Tengah - Diusulkan Tahun 2024

Usulan Memenuhi Syarat Diajukan Kembali (2011-2023)

  1. Syaikhona Muhammad Kholil - Jawa Timur - Diusulkan Tahun 2021
  2. K.H. Abdurrahman Wahid - Jawa Timur - Diusulkan Tahun 2010
  3. H.M. Soeharto - Jawa Tengah - Diusulkan Tahun 2010
  4. K.H. Bisri Syansuri - Jawa Timur - Diusulkan Tahun 2020
  5. Sultan Muhammad Salahuddin - Nusa Tenggara Barat - Diusulkan Tahun 2012
  6. Jenderal TNI (Purn) M. Jusuf - Sulawesi Selatan - Diusulkan Tahun 2010
  7. H.B. Jassin - Gorontalo - Diusulkan Tahun 2022
  8. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja - Jawa Barat - Diusulkan Tahun 2022
  9. M. Ali Sastroamidjojo - Jawa Timur - Diusulkan Tahun 2023
  10. dr. Kariadi - Jawa Tengah - Diusulkan Tahun 2020
  11. R.M. Bambang Soeprapto Dipokoesoemo - Jawa Tengah - Diusulkan Tahun 2023
  12. Basoeki Probowinoto - Jawa Tengah - Diusulkan Tahun 2023
  13. Raden Soeprapto - Jawa Tengah - Diusulkan Tahun 2010
  14. Mochamad Moeffreni Moe'min - DKI Jakarta - Diusulkan Tahun 2018
  15. K.H. Sholeh Iskandar - Jawa Barat - Diusulkan Tahun 2023
  16. Syekh Sulaiman Ar-Rasuli - Sumatera Barat - Diusulkan Tahun 2022
  17. Zainal Abidin Syah - Maluku Utara - Diusulkan Tahun 2021
  18. Prof. Dr. Gerrit Augustinus Siwabessy - Maluku - Diusulkan Tahun 2021
  19. Chatib Sulaiman - Sumatera Barat - Diusulkan Tahun 2023
  20. Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri - Sulawesi Tengah - Diusulkan Tahun 2010

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Willy Widianto)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved