Kamis, 6 November 2025

Potensi Kerugian Negara Rp 600 M, Pembukaan Blokir Saham Jiwasraya Dilaporkan ke KPK

MAKAR laporkan dugaan pembukaan blokir saham Jiwasraya sebelum putusan inkracht. Potensi kerugian negara ditaksir capai Rp600 miliar.

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
KASUS JIWASRAYA - Dua perwakilan Masyarakat Kawal Uang Rakyat (MAKAR) menunjukkan tanda bukti laporan usai membuat laporan ke KPK di Jakarta, Rabu (5/11/2025). Mereka melaporkan dugaan kejanggalan pembukaan blokir saham Jiwasraya yang berpotensi merugikan negara hingga Rp600 miliar. 

Ringkasan Berita:
  • Saham Jiwasraya yang diblokir dibuka sebelum putusan inkracht, potensi rugi Rp600 M.
  • Surat rahasia Kejagung ke OJK jadi pemicu dugaan pelanggaran.
  • Dividen hilang, nilai saham anjlok, publik pertanyakan transparansi aset sitaan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk mengusut dugaan kejanggalan dalam pembukaan blokir saham milik PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada entitas bank. Langkah tersebut dinilai berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp600 miliar karena diduga dilakukan sebelum adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Hal ini disampaikan oleh Koordinator Masyarakat Kawal Uang Rakyat (MAKAR), Wonder Infantri, setelah menyerahkan laporan resmi ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Rabu (5/11/2025).

Laporan tersebut disertai dokumen pendukung, termasuk salinan putusan pengadilan dari tingkat pertama hingga kasasi, serta surat rahasia yang diduga dikirimkan Kejaksaan Agung ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Wonder mengatakan, kejanggalan berawal dari surat rahasia yang dikirimkan Kejaksaan Agung kepada OJK pada 19 Mei 2020. Surat itu berisi perintah pembukaan blokir rekening investasi dan rencana penjualan saham bank yang merupakan barang bukti kasus korupsi Jiwasraya.

“Pada tahun 2020 itu ternyata salah satu barang buktinya, blokirnya, sudah diminta Kejaksaan untuk dibuka kepada OJK. Padahal, putusannya itu belum inkracht di Pengadilan Negeri,” kata Wonder kepada wartawan.

MAKAR menilai tindakan tersebut berpotensi melanggar Pasal 46 dan 273 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mengatur bahwa barang bukti sitaan tidak boleh diapa-apakan sebelum ada putusan final.

Jika blokir dibuka, maka saham tersebut secara hukum diserahkan kembali kepada PT Jiwasraya, yang dinilai bertentangan dengan prosedur hukum.

“Kalau emiten itu sifatnya kalau blokirnya dibuka, maka sahamnya itu diserahkan kembali kepada PT Jiwasraya. Nah, itu sangat salah menurut aturan KUHAP,” ujarnya.

Baca juga: Gubernur Riau Pakai Uang Hasil Peras Anak Buah untuk Lawatan ke Inggris, Brasil, dan Malaysia

Wonder memaparkan bahwa potensi kerugian negara berasal dari dua sumber utama. Pertama, dari nilai saham itu sendiri.

Jiwasraya diketahui menginvestasikan 472 juta lembar saham bank dengan nilai pembelian awal sekitar Rp1,5 triliun. Saat ini, nilai pasar saham tersebut ditaksir anjlok ke angka Rp370 miliar. Kedua, hilangnya potensi pendapatan dari dividen. Sejak 2019 hingga 2024, saham bank rutin membagikan dividen rata-rata Rp40 miliar per tahun.

“Jadi potensi kerugian negara kalau sampai detik ini tidak dijual, itu bisa saja dari hasil dividen itu Rp270 miliar kami hitung, belum penjualan saham nanti. Penjualan saham kami taksir Rp370 miliar. Artinya ada sekitar Rp600 miliar yang dana ini tuh tidak jelas peruntukannya sedang di mana,” katanya.

MAKAR menyebut laporannya diterima dengan baik oleh pimpinan KPK, yang berjanji akan mempelajari temuan tersebut.

“Tadi disampaikan bahwa pimpinan KPK akan mempelajari. Bahwa ini benar ada kejanggalan, KPK mengilhami, ‘Iya betul, ini ada kejanggalan dan akan ditelusuri,’” ungkap Wonder.

Baca juga: Kejagung Lelang Rumah Mewah Milik Terpidana Korupsi Jiwasraya Harry Prasetyo Senilai Rp 2,7 Miliar

Selain KPK, MAKAR juga berencana melaporkan dugaan kejanggalan ini ke Kantor Staf Presiden (KSP). Wonder menegaskan langkah ini diambil murni untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan aset sitaan.

“Kami melihat ini uang rakyat. Uang rakyat seharusnya memang diperuntukkan untuk rakyat,” ujarnya.

Hingga artikel ini ditulis, Tribunnews belum memperoleh tanggapan resmi dari pihak KPK, Kejaksaan Agung maupun OJK.

Pengelolaan aset sitaan bukan sekadar prosedur administratif, melainkan ujian integritas negara dalam menjaga hak publik.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved