Sabtu, 8 November 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta Minta Hukuman Paling Ringan di Kasus Suap CPO: Saya Menyesal

Eks Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta minta hukuman paling ringan pada perkara suap pengurusan perkara korupsi ekspor CPO

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
MINTA DIHUKUM RINGA - Eks Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta saat menjalani sidang kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/11/2025). Ia minta dihukum ringan. 

"Saya berharap penjatuhan pidana pada saya bukan sebagai sarana pembalasan, namun semata-mata agar saya dapat kembali ke masyarakat sebagai warga negara yang baik dan berguna," kata Arif.

"Sekaligus, saya berharap kepada majelis hakim yang mulia untuk mempertimbangkan dari sisi kemanusiaan serta memenuhi rasa keadilan dalam putusannya," ucapnya.

Dituntut 15 Tahun Penjara

Adapun dalam perkara ini Arif Nuryanta dituntut 15 tahun penjara.

Selain itu terdakwa Arif juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Arif pun dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 15,7 miliar.

Awal Mula Suap Hakim

Peristiwa berawal dari tiga korporasi besar  yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group divonis lepas Djuyamto Cs.

Padahal tiga korporasi tersebut dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti berbeda-beda. 

  • PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun)
  • Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar)
  • Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun)

Uang pengganti itu dituntut Jaksa agar dibayarkan ketiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.

Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim Pengadilan Negeri jakarta Pusat yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau ontslag pada Maret 2025.

Tak puas dengan putusan ini, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan pasca adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut. 

Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim PN Jakarta Pusat tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.

Kemudian eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan turut jadi tersangka. 

Dalam kasus ini, jaksa mendakwa lima hakim dan pegawai pengadilan menerima suap dengan total nilai mencapai Rp 40 miliar.

Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.

Kemudian, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved