Hakim MK Asrul Sani Ingin Tahu Alasan Pemohon Gugat UU TNI, Syamsul Tetap Ngotot
Sidang perdana uji materi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (7/11/2025),
Adapun sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan menyangkut Pengujian Materiil Undang-undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Adapun penggugatnya adalah dua advokat bernama Syamsul Jahidin dan Ratih Mutiara Louk Fanggi.
Materi yang digugat yakni Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Isi dari pasal tersebut, memperbolehkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan di berbagai instansi sipil strategis tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun.
"Ini bisa membuka celah bagi prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan strategis di instansi sipil tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas militer, melanggar UUD 1945 ini," tegasnya kepada Tribunnews.com, Jumat pagi.
Syamsul juga menilai, adanya pasal tersebut dianggap bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, serta mengancam supremasi sipil yang menjadi fondasi sistem demokrasi pascareformasi.
Dalam permohonannya, Syamsul dan Ratih menyoroti ambiguitas norma yang dinilai berpotensi disalahgunakan oleh penguasa, menimbulkan tumpang tindih yurisdiksi hukum, dan melemahkan prinsip checks and balances.
"Kami memiliki tanggung jawab moral untuk mengawal dan memastikan bahwa setiap norma hukum yang berlaku tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, yang menjadi dasar terciptanya rasa keadilan, kepastian hukum, serta tegaknya supremasi hukum dan supremasi sipil," jelasnya.
Syamsul dan Ratih juga mengutip Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 yang secara tegas menyatakan bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Ketentuan Pasal 47 ayat (1) dinilai bertentangan dengan ketetapan tersebut dan berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi militer yang telah ditolak oleh gerakan reformasi 1998.
Lebih lanjut, para pemohon menilai keberadaan prajurit aktif dalam jabatan sipil dapat mengganggu transparansi, akuntabilitas publik, dan netralitas militer.
Keduanya juga menyoroti kasus konkret di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, di mana sejumlah jabatan sipil telah diisi oleh prajurit TNI aktif.
Kondisi ini dinilai menciptakan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi warga sipil yang memiliki kualifikasi serupa.
Para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi agar menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU TNI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai secara ketat dengan mengedepankan prinsip supremasi sipil.
Pihaknya menegaskan bahwa dalam negara hukum yang demokratis, pengisian jabatan sipil harus dilakukan oleh aparatur sipil yang bebas dari intervensi militer, demi menjaga integritas sistem pemerintahan dan kepercayaan publik.
Asrul Sani
Mahkamah Konstitusi
UU TNI
Syamsul Jahidin
Ratih Mutiara Louk Fanggi
Koalisi Masyarakat Sipil
Meaningful
Jakarta
| Indri Sebut Anaknya Saksikan Ledakan di SMAN 72, Sempat Gotong Temannya yang Berlumuran Darah |
|
|---|
| Dasco Dapat Info Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta Masih Hidup, Kini Tengah Menjalani Perawatan |
|
|---|
| Wamenko Polkam Minta Ledakan di SMAN 72 Jakarta Tidak Terlalu Cepat Disebut Aksi Teroris |
|
|---|
| Detik-detik Ledakan di Masjid SMAN 72 Jakarta, Meledak saat Khutbah Jumat |
|
|---|
| Begini Suasana saat Ledakan di SMAN 72 Jakarta: Korban Dievakuasi Pakai Mobil Guru |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.