Selasa, 11 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Mereka yang Mendukung Soeharto Sandang Gelar Pahlawan Nasional, Legislator hingga Organisasi Pemuda

Sejumlah pihak memberikan dukungan terhadap pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.

kebudayaan.kemdikbud.go.id
GELAR PAHLAWAN SOEHARTO - Potret Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. Meski ada penolakan, sejumlah pihak memberikan dukungan terhadap pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. 
Ringkasan Berita:
  • Golkar dan organisasi kepemudaan asal Sumut mendukung Soeharto dianugerahi Pahlawan Nasional.
  • Para pendukung menilai Soeharto berperan penting menjaga keutuhan bangsa dan kemajuan ekonomi.
  • Meski begitu, wacana ini juga menuai penolakan, seperti disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil.

 

TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah pihak memberikan dukungan terhadap pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Diketahui, presiden yang menjabat selama lebih dari tiga dekade, dari 1967 hingga 1998 itu masuk dalam daftar nama tokoh yang diusulkan menyandang gelar Pahlawan Nasional.

Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini (MPO) DPP Partai Golkar, Nurul Arifin, menilai Soeharto memiliki jasa besar menjaga stabilitas nasional.

Selain itu, Soeharto dinilai Nurul meletakkan fondasi pembangunan ekonomi Indonesia menuju kemajuan.

“Kami dari Partai Golkar mendukung penuh penganugerahan gelar kepahlawanan untuk Pak Harto."

"Beliau berjasa besar menjaga stabilitas nasional dan meletakkan dasar pembangunan ekonomi yang membawa Indonesia ke era kemajuan,” ujar Nurul dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/10/2025), dikutip dari laman Golkar.

Anggota Komisi I DPR RI periode 2024-2029 itu mengungkapkan, Indonesia di era Soeharto berhasil mengatasi berbagai tantangan yang mengancam persatuan bangsa. 

Sejumlah program Soeharto seperti rencana pembangunan lima tahun (Repelita), swasembada pangan, hingga penguatan industri dinilai mampu menata perekonomian Indonesia.

Selain Nurul, dukungan datang dari elite partai berlambang pohon beringin lainnya, yaitu Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Firman Soebagyo.

Firman menyebut, penilaian terhadap Soeharto seharusnya dilakukan secara objektif, bukan melalui kacamata politik semata.

Baca juga: Koalisi Sipil Nilai Soeharto Tak Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ungkap Tiga Alasan

“Soeharto layak diberikan gelar pahlawan nasional. Ini bukan soal politik, tetapi kejujuran kita membaca sejarah dan menghormati jasa besar seseorang yang telah membawa Indonesia bangkit,” ungkapnya, Senin (3/11/2025).

Selain sektor ekonomi, Soeharto dipandang mampu memberikan dampak positif pada sektor pendidikan, pertanian, serta infrastruktur.

“Semua yang beliau bangun adalah hasil perencanaan matang untuk generasi setelahnya. Sebagai bagian dari generasi penerus, saya meyakini Pak Harto sudah sangat pantas menyandang gelar Pahlawan Nasional," sambungnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia juga mendukung pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu, juga mengusulkan agar semua presiden yang pernah memimpin Republik Indonesia mendapatkan gelar pahlawan nasional. 

"Bila perlu kami menyarankan semua tokoh-tokoh bangsa yang mantan-mantan presiden ini kalau bisa dapat dipertimbangkan untuk diberikan gelar pahlawan nasional, ya," ujar Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

"Pak Gus Dur juga mempunyai kontribusi yang terbaik untuk negara ini. Ya, kami menyarankan juga harus dipertimbangkan agar bisa menjadi pahlawan nasional. Pak Habibie juga, semuanya lah," imbuhnya.

Pandangan Organisasi Kepemudaan

Sementara itu, dukungan juga datang dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Angkatan Muda Sisingamangaraja XII (AMS XII). 

AMS XII merupakan organisasi kepemudaan yang berasal dari Sumatra Utara, khususnya berakar pada komunitas Batak, yang mengambil nama dari pahlawan nasional Sisingamangaraja XII.

Ketua Umum DPP AMS XII, Paulus Sinambela, menilai masa pemerintahan Soeharto menjadi periode yang penuh dengan ketenangan dan keteraturan dalam berbagai aspek kehidupan bangsa. 

“Di masa pemerintahan beliau, kondisi ekonomi, politik, budaya, dan pembangunan berjalan dengan baik."

"Tak ada kegaduhan dan keriuhan, semua tenang dan tenteram,” ujarnya, dikutip dari Tribun Medan.

Baca juga: Wakil Ketua Umum Golkar Respons Pernyataan Ribka Tjiptaning Soal Usul Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Paulus menilai, suasana stabil tersebut memungkinkan masyarakat adat di berbagai daerah untuk berkembang tanpa tekanan politik yang berlebihan.

Ia menegaskan, jasa Soeharto dalam menjaga keutuhan bangsa dan memperkuat identitas nasional patut dihargai dengan penganugerahan gelar pahlawan.

"Soeharto juga pernah menjadi pengawal Jenderal Besar Sudirman saat berjuang menggempur Belanda. Beliau juga menjadi Panglima Mandala Pembebasan Irian Barat pada 11 Januari 1962."

"Selain itu, menjaga NKRI dari Gerakan G 30 S PKI, bapak pelopor serta penanam jiwa dan nilai Pancasila ke seluruh rakyat Indonesia," sambungnya.

24 Nama Calon Pahlawan Nasional

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, menyebut 24 nama calon pahlawan nasional masuk dalam daftar prioritas.

Jumlah tersebut mengerucut dari sebelumnya 49 tokoh yang diusulkan. 

Hal itu diungkapkannya pasca bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (5/11/2025).

"Dan sekarang tentu karena kita juga mendekati Hari Pahlawan, kita telah menyampaikan ada 24 nama dari 49 itu yang menurut Dewan GTK memerlukan, telah diseleksi, mungkin bisa menjadi prioritas," kata Fadli Zon.

Fadli juga mengungkapkan, seluruh nama yang diusulkan telah memenuhi syarat.

Adapun sejumlah nama yang diusulkan menjadi pahlawan nasional meliputi Presiden ke-2 RI Soeharto; Presiden ke-4 RI Aburrahman Wahid atau Gus Dur; hingga aktivis buruh, Marsinah.

Tetapi Fadli Zon belum mengungkapkan apakah tiga nama tersebut masuk ke dalam 24 nama prioritas itu.

Mereka yang Menolak

Selain mendapat dukungan, pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto juga mendapat penolakan.

Satu di antaranya disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari gabungan berbagai organisasi dan lembaga masyarakat.

Koalisi terdiri dari Imparsial, Democratic Judicial Reform (De Jure), Human Rights Working Group (HRWG), Raksha Initiative, Koalisi Perempuan Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik), CENTRA Initiative, serta Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), menolak rencana tersebut.

"Kami menilai hal ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap reformasi yang telah dibangun oleh bangsa Indonesia sejak 1998 dan proses transisi menuju negara yang demokratis dan menghormati HAM," ungkap Ketua PBHI, Julius Ibrani kepada Tribunnews, Rabu (29/10/2025).

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam diskusi bertajuk Hubungan Semenda Ketua MK, Anwar Usman dan Presiden Jokowi: Harus Mundur dari MK di kanal Youtube PBHI_Nasional pada Sabtu (4/6/2022).
KETUA PBHI - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam diskusi bertajuk Hubungan Semenda Ketua MK, Anwar Usman dan Presiden Jokowi: Harus Mundur dari MK di kanal Youtube PBHI_Nasional pada Sabtu (4/6/2022). (Tangkapan Layar: Kanal Youtube PBHI_Nasional)

Alasan koalisi masyarakat sipil menolak pemberian gelar Pahlawan kepada Soeharto tidak lepas dari warisan orde baru yang berlumuran peristiwa pelanggaran HAM, rezim otoriter yang tidak segan menghilangkan nyawa rakyat Indonesia, dan tindakan represif militeristik terhadap ekspresi,

Selain itu, adanya pemberangusan terhadap pendapat yang berbeda, dan melanggengkan praktik korupsi menjadi mengakar.

"Sayangnya, semua kasus pelanggaran HAM itu juga belum ada satupun yang dapat diungkap dan memberikan keadilan kepada masyarakat."

"Korupsi juga terjadi marak sepanjang  32 tahun pemerintahan Soeharto. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terjadi di masa Orde Baru telah mewariskan tradisi korup yang bahkan sampai sekarang sulit diberantas," ungkapnya.

AKSI KAMISAN - Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengikuti Aksi Kamisan ke-885 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Aksi tersebut untuk menolak rencana gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto dan mendesak Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Kehormatan yang sekaligus Menbud Fadli Zon mengurungkan rencana usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
AKSI KAMISAN - Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengikuti Aksi Kamisan ke-885 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Aksi tersebut untuk menolak rencana gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto dan mendesak Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Kehormatan yang sekaligus Menbud Fadli Zon mengurungkan rencana usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Selain Koalisi Masyarakat Sipil, penyintas tragedi Tanjung Priok 1984, Aminatun Najariyah juga menolak wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto

Dia menyebut, penolakan tersebut datang bukan karena sekadar luka di masa lalu.

Melainkan, kata dia, persoalan ketidakadilan yang masih dirasakan. 

"Saya tidak rela kalau Soeharto itu dijadikan pahlawan, karena saya sendiri sampai sekarang tidak mendapatkan pengadilan yang hak untuk diri saya," ucap Aminatun saat diskusi bertajuk ‘Soeharto Bukan Pahlawan’ di Jakarta, Rabu, (5/11/2025).

Sebagai informasi, Aminatun adalah saksi hidup sekaligus korban kekerasan aparat militer dalam peristiwa berdarah di Tanjung Priok pada tahun 1984. 

Saat itu, dirinya ditangkap hanya karena membela kakaknya yang ditahan tanpa adanya surat perintah. 

"Kemudian dijebloskan di kantor polisi, diinterogasi sampai pagi. Saya melihat penyiksaan kepada kakak saya dan teman-teman yang ada," katanya. 

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Fransisku Adhiyuda) (Tribun Medan)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved