Ini Sosok Penguji UU Perkawinan yang Memperjuangkan Pernikahan Beda Agama Tercatat Sah oleh Negara
Di bawah kepemimpinan Hakim Suhartoyo, pengujian serupa kembali dimohonkan oleh Ega sebagai pemoho individu dalam perkara 212/PUU-XXIII/2025
Ringkasan Berita:
- Muhamad Anugrah Firmansyah atau Ega, pria 30 tahun asal Bandung yang bekerja di Jakarta, mengajukan uji materi Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi.
- Ia menegaskan permohonannya bukan soal sah tidaknya perkawinan beda agama, melainkan tentang pencatatan administrasinya yang dinilai tidak adil.
- Ega yang beragama Islam dan memiliki pasangan Kristen Protestan menilai larangan pencatatan itu mengabaikan realitas sosial dan berpotensi merugikan hak hukum pasangan serta anak.
Laporan Wartawan Tribunnews.com Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sosok pemohon penguji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), Muhamad Anugrah Firmansyah merupakan seorang seorang pria kelahiran Bandung, Jawa Barat yang kini bekerja di Jakarta.
Pria yang akrab disapa Ega ini berusia 30 tahun dan merupakan alumni Universitas Pasundan.
Ditemui di Mahkamah Konstitusi (MK) usai menjalani sidang perdananya, Ega menjelaskan fokus utama permohonannya tidak berkaitan langsung terkait sah atau tidaknya pernikahan beda agama.
Melainkan proses administrasi ihwal tidak sahnya pencatatan terhadap pernikahan beda agama.
“Jadi intinya, gugatan permohonan saya itu terkait dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang dimaknai sebagai larangan pencatatan penetapan perkawinan antara agama.,” kata Ega kepada wartawan di kawasan MK, Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025).
“Jadi perlu saya klarifikasi juga, karena di media yang beredar disebutkan bahwa yang saya persoalkan itu adalah sah atau tidaknya perkawinan. Padahal bukan di situ, tetapi pada pencatatannya,” sambungnya.
Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan KNPI: Batas Usia Pemuda di Indonesia Tetap 30 Tahun
Ega merupakan pria yang memeluk agama Islam.
Ia telah menjalin hubungan selama kurang lebih dua tahun dengan kekasihnya yang beragama Kristen Protestan.
Mereka berdua berencana untuk melanjutkan hubungan ke tahap yang lebih serius yakni pernikahan.
Namun, kisah ega dan pasangan terhambat akibat munculnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 yang pada intinya melarang pengadilan mengeluarkan pencatatan pernikahan beda agama.
Jika warga negara tetap menikah dan setiap individu tetap memeluk agama dan kepercayaannya maka akan berdampak pada tidak diakuinya hak perempuan dan anak hasil hasil pernikahan beda agama.
“Permohonan saya bukan pada sah atau tidaknya perkawinan antaragama, tetapi penetapan pencatatan perkawinan antaragama. Itu dua hal yang berbeda antara sah dan administrasi sifatnya,” tutur Ega.
“Jika perkawinan kita dicatat, di situ timbul hak dan kewajiban seperti nafkah. Tapi jika tidak tercatat, tidak ada dasar hukumnya seolah-olah perkawinan itu tidak ada seperti kawin siri misalkan,” sambungnya.
Dalam permohonannya, Ega juga melampirkan jurnal Interreligious Marriage in Indonesia dengan memanfaatkan sensus penduduk BPS 2010 terhadap sekitar 47 juta pasangan suami istri.
Hasilnya, terdapat 228.778 pasangan yang menikah beda agama.
| Kuasa Hukum Delpedro: Diskresi Tak Bisa Jadi Alasan Polda Metro Menetapkan Status Tersangka |
|
|---|
| Sultan Apresiasi Putusan MK JR UU Cipta Kerja yang Perkuat Perlindungan Masyarakat Adat dan Hutan |
|
|---|
| MK: Nangkap Jaksa OTT atau Pidana Hukuman Mati Tidak Perlu Izin Jaksa Agung |
|
|---|
| MK Jadi Harapan Terakhir Korban Terdampak PSN, Busyro Muqoddas: Semoga Putusan Pro Rakyat |
|
|---|
| Hakim Arief Hidayat Sorot Dugaan Intervensi Menkes Dalam Pendidikan Dokter Spesialis di UU Kesehatan |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.