Redenominasi Rupiah
Soal Wacana Redenominasi Rupiah, CELIOS: Kita Tidak Boleh Buru-buru
Peneliti ekonomi CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Dyah Ayu Febriani mengomentari munculnya wacana redenominasi rupiah.
Ringkasan Berita:
- Muncul wacana redenominasi rupiah atau penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya.
- Menurut peneliti ekonomi CELIOS Dyah Ayu Febriani, redenominasi lebih cocok diterapkan di negara yang sudah jarang bertransaksi menggunakan uang tunai.
- Sementara itu, 90 persen masyarakat di Indonesia masih menggunakan uang tunai koin dan kertas dalam kesehariannya.
TRIBUNNEWS.COM - CELIOS (Center of Economic and Law Studies), lembaga penelitian independen yang fokus pada kajian makro-ekonomi, keadilan fiskal, transisi energi, dan kebijakan publik, mengomentari munculnya wacana redenominasi rupiah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), redenominasi diartikan sebagai penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya.
Menurut peneliti ekonomi CELIOS Dyah Ayu Febriani, redenominasi lebih cocok diterapkan di negara yang sudah jarang bertransaksi menggunakan uang tunai.
"Kalau misalnya dari pandangan kami, CELIOS, redenominasi ini lebih cocok jika diterapkan di negara-negara yang sudah less cash society," ujar Dyah dalam acara On Focus di YouTube Tribunnews, Rabu (12/11/2025).
CELIOS tak menampik bahwa mata uang digital seperti QRIS sangat berkembang di Tanah Air.
Akan tetapi, Dyah menyebut bahwa 90 persen masyarakat di Indonesia masih menggunakan uang tunai dalam kesehariannya.
"Memang QRIS dan juga banyak sekali mata uang digital sangat berkembang di Indonesia. Ekonomi digital Indonesia ini bisa menjadi pangsa pasar paling tinggi di ASEAN pada tahun 2030."
"Tapi nyatanya CELIOS menemukan bahwa lebih dari 90 persen masyarakat Indonesia masih menggunakan uang tunai koin dan kertas untuk penggunaan kesehariannya dalam perputaran ekonomi di Indonesia," terangnya.
Atas dasar itu, Dyah menekankan agar redenominasi rupiah tak buru-buru diterapkan di Indonesia karena tak semua masyarakat memiliki pemahaman yang sama tentang hal tersebut.
Pasalnya, jika redenominasi diterapkan dan masyarakat belum siap, akan muncul kepanikan dan bisa mengakibatkan inflasi.
"Oleh karena itu, kita tidak boleh buru-buru. Memang (redenominasi) ini sudah diwacanakan dari tahun 2010. Tapi kembali lagi, tidak semua masyarakat memiliki kepemahaman yang sama tentang redenominasi ini sendiri."
Baca juga: Legislator PDIP: Redenominasi Rupiah Bisa Dilaksanakan Jika Kondisi Ekonomi Kuat
"Karena apabila adanya goncangan psikologis dan juga kepanikan dari masyarakat, ini bisa mengakibatkan inflasi yang tidak terkendali seperti itu," papar Dyah.
Dyah mengatakan bahwa redenominasi rupiah bukan hanya soal mengganti nominal uang.
Apabila akan diterapkan, kebijakan ini membutuhkan anggaran yang besar untuk melakukan sosialisasi.
"Mulai dari adanya sosialisasi, edukasi, pemahaman publik hingga akhirnya kita lihat adanya inflasi jangka pendek apabila itu terjadi di kelas menengah dan bawah, terutama di UMKM, terutama untuk barang-barang konsumsi pokok pangan itu sendiri," jelasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.