Selasa, 18 November 2025

Reformasi Polri

Akademisi Hingga Aktivis Soroti Reformasi Polri, Ingatkan Polisi Harus Fokus pada Tugas Pokok

Reformasi Polri kembali disorot tajam oleh akademisi, aktivis, dan keluarga korban represifitas aparat.

Istimewa/Tribunnews.com
REFORMASI POLRI - Seminar yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Jakarta baru-baru ini. Reformasi Polri kembali disorot tajam oleh akademisi, aktivis, dan keluarga korban represifitas aparat. 

Ringkasan Berita:
  • Akademisi, aktivis, dan keluarga korban menyoroti wewenang Polri hingga ke ranah agraria.
  • Aulia Rizal menegaskan korban bukan sekadar angka sementara Prof. Eva menekankan tugas polisi melayani masyarakat.
  • BEM FH UI menyerahkan policy brief “Karut-Marut Institusi Polri: Kajian Rekomendasi Reformasi Struktural, Kultural, dan Instrumental Polri

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Reformasi Polri kembali disorot tajam oleh akademisi, aktivis, dan keluarga korban represifitas aparat.

Berpijak dari konstitusi, Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 telah mengamanatkan Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

Namun sejumlah akademisi hingga aktivis pegiat HAM menilai ketentuan normatif ini kerap berhenti di atas kertas dan tidak mencerminkan praktik yang diharapkan.

Aulia Rizal dari Koalisi Masyarakat Sipil dalam sebuah seminar yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, baru-baru ini, mengatakan, korban represif bukanlah sekadar angka.

"Ini adalah realitas manusia yang terdampak. Pelanggaran tidak perlu lagi dibuktikan, semua pihak tahu persoalan ini. Belum lagi soal impunitas," ujarnya dalam keterangan yang diterima, Senin (17/11/2025).

Sementara, Guru Besar FH UI Prof Dr Eva Achjani Zulfa mengingatkan bahwa tugas pokok polisi adalah to serve and to protect (melayani dan melindungi).

Hal ini menunjukkan bahwa dalam tugas-tugas kepolisian, masyarakat-lah yang menjadi pusat pengabdian, bukan penguasa.

“Namun, dalam realitasnya, tugas Polri semakin meluas hingga ke ranah yang bukan menjadi tanggung jawabnya. Polri bahkan ikut campur dalam urusan agraria yang mengganggu independensi lembaga tersebut,” kata Profesor Eva.

Analis Kebijakan Utama pada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri, Irjen Pol Dr Andry Wibowo, yang juga hadir sebagai pembicara di acara tersebut menyatakan reformasi Polri adalah proses terus menerus dan berkelanjutan selama institusi Polri menjadi bagian yang tidak terlepaskan dalam ekosistem kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Karena posisi, fungsi dan sifat pekerjaan polisi berhubungan dengan kebutuhan dasar kehidupan tentang keamanan, ketertiban, keselamatan dan hukum maka hubungan kausalitas dari relasional yang intensif tersebut maka wajah protagonisme dan antagonisme polisi melekat dalam rekam pengalaman masyarakat.

Andry juga menyatakan, pengalaman yang melekat pada masyarakat itulah menjadi feedback bagi Polri untuk selalu beradaptasi dengan harapan dan mimpi masyarakat tentang polisinya.

“Adaptasi itu bisa diwujudkan dalam bentuk perbaikan dan pembangunan Polri yang berwatak dan berkarakter baik, bekerja secara profesional dan berdedikasi semata mata untuk negara dan rakyat tetapi lebih dari itu menjadi wajah peradaban bangsa di mata dunia,” katanya.

Di akhir acara, BEM FH UI menyerahkan policy brief “Karut-Marut Institusi Polri: Kajian Rekomendasi Reformasi Struktural, Kultural, dan Instrumental Polri” beserta Daftar Inventarisasi Masalah “Rancangan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (RUU Polri)” yang diterima oleh seluruh pembicara dan stakeholder.

Dokumen itu menuntut penghentian impunitas, pengembalian fungsi sesuai UUD 1945, reformasi pendidikan dan perekrutan, serta jaminan kebebasan sipil.

Dalam dokumen tersebut, BEM FH UI menuntut:

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved