Kamis, 20 November 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Sidang Korupsi Minyak Pertamina, Terungkap Alur Pengadaan Sewa Kapal VLCC Olympic Luna

Eks Direktur Manajemen Risiko PT Pertamina International Shipping, Muhamad Resa mengungkapkan alur pengadaan kapal pengangkut minyak mentah.

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
KORUPSI PERTAMINA PERSERO - Sidang perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2025) malam. Jaksa hadirkan 4 orang saksi ke persidangan. 

Lanjut jaksa minyak mentah bagian KKKS tersebut diekspor. Penolakan tersebut juga bertujuan agar ketersediaan minyak mentah domestik menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya.

"Sehingga PT KPI selaku subholding PT Pertamina mempunyai alasan untuk mengimpor minyak mentah dengan jenis yang sama meskipun dengan harga yang lebih mahal," imbuh jaksa.

Dengan diekspornya minyak mentah bagian negara dan bagian KKKS, PT Pertamina dan PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan kilang PT Pertamina.

"Para terdakwa melakukan pengadaan impor minyak mentah untuk kebutuhan kilang berbasis spot meskipun PT Pertamina telah memiliki data kebutuhan MM setiap tahunnya, sehingga harga pengadaan menjadi lebih mahal," tambah jaksa.

Kemudian para terdakwa mengatur pengadaan sewa kapal VLCC untuk pengangkutan minyak mentah dengan menghindari proses lelang terbuka.

"Sehingga menimbulkan kemahalan dalam pembayaran sewa kapal VLCC Olympic Luna dari PISPL kepada Sahara Energy International Pte. Ltd," jelas jaksa.

Di persidangan jaksa juga menyebut Terdakwa Kerry Adrianto Reza dan Riza Chalid melalui Gading Ramadhan selaku Direktur PT Tangki Merak menyampaikan penawaran kerjasama penyewaan Terminal BBM Merak.

Penawaran itu disampaikan kepada Hanung Budya Yuktyanta selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.

"Meskipun mengetahui Terminal BBM Merak tersebut bukan dimiliki PT Tangki Merak, tetapi Terminal BBM Merak tersebut milik PT Oiltanking Merak," kata jaksa.

"Terdakwa meminta Hanung memasukkan seluruh nilai aset milik PT Oiltanking Merak sebagai komponen dalam perhitungan biaya Thruput fee yang harus dibayar oleh PT. Pertamina," kata jaksa di persidangan 

"Dalam perjanjian Jasa penerimaan, penyimpanan dan penyerahan Bahan Bakar antara PT Pertamina dengan PT Oiltanking Merak, yang mengakibatkan biaya penyewaan Terminal BBM menjadi lebih mahal," ucapnya.

Akibat praktik lancung tersebut diperkirakan negara mengalami kerugian 9,860,514.31 dolar AS dan Rp 2,906,493,622,901.

Angka tersebut merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara sebesar 2,732,816,820.63 dolar AS dan Rp 25.439.881.674.368,30.

Selain itu terdapat juga kerugian perekonomian negara sebesar Rp 171 triliun yang merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut.

Serta ilegal gain Rp 2,6 miliar berupa keuntungan ilegal dari selisih harga impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri. Total kerugian negara seluruhnya mencapai Rp285 triliun.

Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved