Kamis, 20 November 2025

RUU KUHAP

DPR Harus Minta Maaf, BEM Undip Layangkan Somasi 3x24 Jam Imbas Pencatutan Dukung RUU KUHAP

Imbas dugaan pencatutan nama yang dilakukan DPR RI ihwal penyempurnaan RUU KUHAP, BEM Undip layangkan somasi

Instagram @aufaariqq
SOMASI DPR RI - BEM Undip saat melakukan unjuk rasa, diambil dari Instagram Ketua BEM Undip Aufa Ariq pada Rabu (19/11/2025). BEM Undip layangkan somasi 3x24 jam agar DPR RI minta maaf buntut dugaan pencatutan nama lembaga sebagai pihak yang terlibat dalam pembahasan penyempurnaan RUU KUHAP. 

Di antaranya meliputi 5 profesor dan 2 doktor, serta sisanya adalah nama institusi.

Daftar Akademisi dan Perguruan Tinggi Dicantumkan DPR RI

  • Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M.
  • Prof. Dr. Andi Muhammad Asrun, S.H., M.H.
  • Dr. Chairul Huda, S.H., M.H.
  • Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H., M.S. (Universitas Brawijaya)
  • Prof. Dr. Adnan Hamid, S.H., M.H., M.M. (Rektor Universitas Pancasila)
  • Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. (Pascasarjana Hukum Indonesia)
  • Dr. Dadang Herli Saputra (Universitas Sultan Agung Tirtayasa)
  • Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad, S.H., M.Hum. (Akademisi Universitas Lambung Mangkurat)
  • Akademisi Program Pascasarjana Universitas Borobudur
  • Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember

Dalam keterangannya, DPR RI menyebut pembahasan RUU KUHAP berjalan terbuka, partisipatif, dan berbasis aspirasi publik.

Mereka juga menuliskan, masukan dari berbagai elemen masyarakat didengar melalui serangkaian RDP dan RDPU.

Berikut isinya:

"Melalui serangkaian RDP dan RDPU, Komisi III mendengarkan langsung masukan dari berbagai elemen masyarakat—mulai dari akademisi, organisasi masyarakat sipil, advokat, lembaga negara, hingga mahasiswa dari berbagai universitas.

Beragam perspektif ini menjadi fondasi penting dalam menyempurnakan RUU KUHAP agar lebih adil, transparan, responsif, dan relevan dengan kebutuhan penegakan hukum di Indonesia.

Komisi III berkomitmen bahwa pembahasan regulasi harus melibatkan publik sebanyak mungkin. Bahkan di masa reses, Komisi III tetap membuka ruang dialog dan menerima permohonan RDPU demi menjamin keterbukaan proses legislasi."

Selain tokoh-tokoh di atas, DPR RI juga mencantumkan lembaga negara dan aparatur penegak hukum.

Yakni mulai dari Ketua Komisi Yudisial, Ketua Kamar Pidana Mahakamah Agung, LPSK, Komnas HAM, Menteri HAM, hingga Komisi Nasional Disabilitas.

Pada slide selanjutnya terdapat nama-nama mewakili organisasi advokat dan profesi hukum.

Misalnya ada nama Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M hingga PERADI dan Kongres Advokat Indonesia.

Alasan Habiburokhman

DPR RI mengklaim substansi KUHAP baru yang telah disahkan, 99 persen berasal dari masukan publik.

Hal itu dikatakan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.

Politisi Partai Gerindra itu menegaskan rancangan KUHAP bukan kehendak sepihak pemerintah atau DPR.

Ia mengatakan substansi KUHAP berasal dari rekomendasi akademisi, lembaga bantuan hukum, hingga organisasi masyarakat sipil yang selama ini mengawal reformasi peradilan pidana.

“Kalau ada yang mengatakan KUHAP ini tiba-tiba muncul dan tidak mendengar masyarakat, itu salah besar. Hampir seluruh isinya adalah rumusan yang datang dari publik."

"Kita mengadopsi masukan dari berbagai kelompok, dari kampus, LSM, sampai praktisi hukum,” ujar Habiburokhman dalam konferensi pers di Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Habiburokhman menegaskan Komisi III menjalankan proses pembahasan secara panjang dan terbuka.

Termasuk menerima masukan dari sejumlah organisasi seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), The Indonesian Judicial Monitoring Society (MaPPI FHUI), LBH, akademisi fakultas hukum, dan berbagai elemen masyarakat lainnya.

Rangkaian pembentukan RKUHAP dimulai pada 6 November 2024.

Kala itu DPR menugaskan Badan Keahlian Dewan untuk menyusun naskah akademik dan draf RKUHAP.

Lalu, dalam Rapat Paripurna DPR pada 18 Februari 2025, RKUHAP disahkan menjadi RUU usulan dari DPR.

Baca juga: DPR Klaim 99 Persen Substansi KUHAP Baru Berasal dari Masukan Publik

Setiap pasal, kata Habiburokhman, telah melewati uji publik, dialog, dan diskusi teknis sebelum diputuskan.

 Peraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) itu juga meluruskan informasi menyesatkan yang beredar di media sosial.

Satu di antaranya mengenai narasi yang menyebut KUHAP baru memperlonggar kewenangan aparat penegak hukum dalam penangkapan, penggeledahan, hingga penyitaan.

“Yang benar justru sebaliknya. KUHAP baru memperketat semua tindakan. Penggeledahan dan penyitaan kini wajib izin hakim, tidak bisa lagi dilakukan sembarangan. Dan itu semua berasal dari aspirasi masyarakat saat uji publik,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa hak tersangka juga diperkuat, termasuk keharusan pemberitahuan kepada keluarga, kejelasan bukti permulaan, serta persyaratan penahanan yang jauh lebih terukur.

Menurutnya, semua itu merupakan tuntutan masyarakat sipil yang selama ini kritis terhadap praktik penyalahgunaan kewenangan.

Habiburokhman menegaskan bahwa Komisi III bekerja berdasarkan aspirasi masyarakat, bukan atas kepentingan institusi tertentu.

Karena itu, ia meminta publik menilai dan mengkritisi KUHAP berdasarkan naskah resmi, bukan potongan poster atau unggahan yang bersifat provokatif.

“Kami terbuka terhadap kritik. Tapi kritik harus berdasar teks undang-undangnya. KUHAP ini lahir dari suara publik, dari berbagai masukan. 99 persen adalah aspirasi rakyat,” ujarnya.

“KUHAP ini bukan milik pemerintah atau DPR. Ini milik masyarakat. Ini karya bersama untuk mewujudkan keadilan,” pungkasnya.

Poin penting KUHAP yang disahkan mencakup 14 substansi utama.

Termasuk penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional, penguatan hak tersangka/terdakwa, serta aturan baru soal penyadapan, penahanan, dan peran hakim, antara lain:

  • Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional, serta nilai-nilai KUHP baru.
  • Penguatan hak tersangka dan terdakwa, termasuk hak atas bantuan hukum, hak untuk tidak dipaksa mengaku, dan hak atas peradilan yang adil.
  • Pengaturan penyadapan: prosedur penyadapan diatur lebih ketat dengan izin
  • pengadilan, untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan.
  • Penahanan dan perpanjangan masa tahanan: ada batasan waktu yang lebih jelas, serta mekanisme pengawasan agar tidak terjadi penahanan sewenang-wenang.
  • Peran hakim pengawas dan pengamat diperkuat, termasuk dalam mengawasi pelaksanaan penahanan dan penyidikan. 

(Tribunnews.com/ Chrysnha, Gilang P, Chaerul Umam)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved