Kamis, 20 November 2025

RUU KUHAP

PBHI Nilai KUHAP Anyar Bisa Bahaya untuk Rakyat: Baru Penyelidikan Sudah Bisa Ditangkap dan Ditahan

PBHI sebut KUHAP baru bisa berbahaya bagi rakyat karena di tahap penyelidikan, penyelidik sudah bisa melakukan penangkapan hingga penahanan.

Penulis: Rifqah
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
RAPAT PARIPURNA - Ketua DPR Puan Maharani menerima laporan pembahasan RUU KUHAP dari Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat Rapat Paripurna Ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025), yang menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk disahkan menjadi undang-undang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN. PBHI sebut KUHAP baru bisa berbahaya bagi rakyat karena di tahap penyelidikan, penyelidik sudah bisa melakukan penangkapan hingga penahanan. 

Dia pun menegaskan, ketika ada pemblokiran, penyitaan, penangkapan hingga penahanan, hal tersebut tetap melibatkan hakim atau atas izin pengadilan.

"Jadi tidak semena-mena juga mereka melakukan itu. Kecuali mungkin dalam kondisi-kondisi tertentu karena ada peristiwa-peristiwa hukum juga yang kemudian harus dilakukan tindakan-tindakan yang itu memang membutuhkan, misalnya mendapatkan ini, mendapatkan itu," jelasnya. 

"Misalnya seperti ada kasus pembunuhan, di mana saksi tidak ada dan dalam penyelidikannya seperti apa? Nah, karena itu kan dibutuhkan, misalnya membutuhkan handphone daripada orang yang diduga melakukan itu dan itu harus izin pengadilan ya. Tidak bisa kemudian diambil begitu saja," sambung Nasir.

Nasir pun menekankan, adanya KUHAP baru ini merupakan upaya dari DPR RI untuk melindungi masyarakat sipil agar tidak diberlakukan semena-mena oleh aparat.

"Jadi sekali lagi kami berusaha untuk melindungi harkat dan martabat manusia, dalam hal ini tersangka dan terdakwa dalam proses upaya-upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum," tegasnya.

Ketua Komisi III DPR Bantah Isu soal Peran Polisi dalam KUHAP Baru

Mengenai isu yang beredar di media sosial, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan bahwa isu itu mengarah ke hoaks soal peran polisi dalam UU KUHAP yang baru. 

Dia menyampaikan, ada 4 hoaks yang tersebar soal peran polisi dalam KUHAP, di antaranya sebagai berikut:

  1. Diam-diam menyadap, merekam dan mengutak-atik alat komunikasi digitalmu tanpa batasan soal penyadapan sama sekali
  2. Polisi bisa membekukan sepihak tabungan dan semua rekening onlinemu
  3. Polisi bisa mengambil HP, laptop, dan data elektronikmu
  4. Polisi bisa menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah bahkan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana

Menurut Habiburokhman, empat isu yang beredar tersebut tidak benar adanya karena aturan soal penyadapan tak diatur oleh KUHAP baru, melainkan regulasi sendiri melalui undang-undang.

Selain itu, katanya, semua fraksi di DPR ingin aturan soal penyadapan tersebut diatur sangat hati-hati dan dengan izin pengadilan.

"Kami perlu klarifikasi bahwa menurut Pasal 135 ayat (2) KUHAP yang baru, hal ihwal penyadapan itu tidak diatur sama sekali dalam KUHAP, tapi akan kita atur di UU tersendiri yang membahas soal penyadapan," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa.

Kemudian, terkait isu kedua soal pemblokiran rekening, Habiburokhman membantah jika polisi bisa melakukan pemblokiran tanpa izin pengadilan.

"Kami perlu sampaikan bahwa menurut Pasal 139 ayat (2) KUHAP baru yang insyaallah ini akan disahkan semua bentuk pemblokiran tabungan, data di drive dan sebagainya, harus dilakukan dengan izin hakim ketua pengadilan," kata dia.

Terkait penyitaan yang dilakukan oleh polisi, Habiburokhman juga menegaskan bahwa penyitaan tersebut harus melalui izin ketua pengadilan negeri.

"Pasal 44 KUHAP baru yang akan kita sahkan ya, bahwa semua bentuk penyitaan itu harus dengan izin ketua pengadilan negeri. Jadi tidak benar (isu yang beredar)," ucapnya.

Habiburokhman juga menepis anggapan bahwa dalam KUHAP baru, polisi bisa melakukan penangkapan tanpa dasar tindak pidana.

Dia menjelaskan bahwa penangkapan baru bisa dilakukan setelah seseorang resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti.

(Tribunnews.com/Rifqah/Reza)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved