Senin, 24 November 2025

Komisi II DPR Cecar KPU dan ANRI soal Polemik Pemusnahan Ijazah Calon Presiden

Menurut Khozin, jumlah ijazah calon presiden tidak banyak. Pasalnya, setiap lima tahun sekali hanya tiga hingga empat dokumen.

Penulis: Reza Deni
Tribunnews.com/Chaerul Umam
PENGARSIPAN IJAZAH CAPRES - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB Muhammad Khozin, meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) memberikan penjelasan terkait status pengarsipan ijazah calon presiden (capres). Hal itu disampaikannya dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR RI pada Senin (24/11/2025), bersama kedua lembaga tersebut. (Tribunnews.con/ Chaerul Umam) 
Ringkasan Berita:
  • Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Khozin mempertanyakan pemusnahan ijazah peserta pemilu
  • Menurut Khozin, jumlah ijazah calon presiden tidak banyak
  • Khozin pun meminta KPU dan ANRI menyampaikan kepada publik soal duduk perkara kisruh pengarsipan agar publik dapat mengetahui dengan gamblang

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Khozin, mempertanyakan soal polemik pemusnahan ijazah calon presiden (Capres) peserta pemilu yang belakangan mencuat ke publik. 

Hal itu dikatakan Khozin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dengan agenda evaluasi serta proyeksi program kerja kementerian/lembaga tahun 2025.

Baca juga: Legislator PKB Minta KPU dan ANRI Jelaskan Status Arsip Ijazah Capres, Singgung Kasus Jokowi?

Khozin menyinggung Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 17 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa ijazah tidak termasuk dalam dokumen Jadwal Retensi Arsip (JRA). 

Khozin membandingkannya dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Baca juga: Said Didu: Kasus Ijazah Jokowi Bisa Berakhir Anti Klimaks

"Saya mohon penjelasan dari ANRI dan KPU. Sebetulnya ijazah itu masuk benda yang untuk diarsipkan atau enggak?” tanya Khozin dalam rapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025). 

Menurut Khozin, jumlah ijazah calon presiden tidak banyak. Pasalnya, setiap lima tahun sekali hanya tiga hingga empat dokumen.

Politisi PKB itu mempertanyakan apakah hal tersebut dapat menjadi bagian dari khazanah yang diarsipkan di Arsip Nasional, sesuai ketentuan Undang-Undang Kearsipan, atau tidak.

“Komisi II ini sebagai mitra ANRI dan KPU, agak kurang nyaman akhir-akhir ini narasi publik ini berseliweran urusan ijazah enggak kelar-kelar gitu. Yang ini bilang palsu, yang ini bilang asli, yang ini bilang dimusnahkan, tiba-tiba bilang enggak dimusnahkan. Sebetulnya seperti apa sih?” lanjut dia.

Khozin pun meminta KPU dan ANRI menyampaikan kepada publik soal duduk perkara kisruh pengarsipan agar publik dapat mengetahui dengan gamblang. 

"Saya tidak mau masuk ke substansi urusan ijazahnya asli apa enggak, itu tidak tertarik saya membahas itu, tapi terkait dengan kewenangannya seperti apa,” kata dia. 

"KPU juga sama, jangan berubah-ubah dalam memberikan statement. Yang awal bilangnya dimusnahkan, tiba-tiba diralat bilang tidak dimusnahkan. Sebetulnya seperti apa sih? Tolong sampaikan di forum yang terhormat ini,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP), Rospita Vici Paulyn, terlihat kaget saat mendengar pernyataan KPU Surakarta yang mengaku telah memusnahkan arsip salinan dokumen milik Joko Widodo (Jokowi) ketika mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo.

Pengakuan itu disampaikan perwakilan PPID KPU Surakarta dalam sidang sengketa ijazah Jokowi yang digelar di Wisma BSG, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2025)

Sidang ini diajukan oleh organisasi Bongkar Ijazah Jokowi (Bonjowi).

Baca juga: Alasan Polisi Cekal Roy Suryo Cs ke Luar Negeri usai Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi

Arsip Dimusnahkan Sesuai JRA

Sidang awalnya berjalan lancar hingga Paulyn menanyakan keberadaan arsip salinan ijazah Jokowi dalam berkas pendaftaran Pilkada Solo.

Namun jawaban KPU Surakarta membuat suasana berubah.

Perwakilan KPU menyebut arsip tersebut telah dimusnahkan karena masa retensinya sudah habis, mengacu pada Jadwal Retensi Arsip (JRA) dan PKPU Nomor 17 Tahun 2023.

“Sesuai JRA buku agenda kami, arsipnya sudah musnah,” ujar termohon.

Dia menjelaskan bahwa masa retensi arsip hanya satu tahun aktif dan dua tahun inaktif, sebelum diwajibkan dimusnahkan.

Mendengar jawaban tersebut, Paulyn tampak tercengang. Ia langsung mengoreksi dan menegaskan bahwa aturan penyimpanan arsip tidak boleh hanya mengacu pada PKPU, tetapi harus mengikuti UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Menurut UU tersebut, retensi arsip minimal lima tahun, bukan satu tahun.

“Sebentar, yakin arsip cuma disimpan satu tahun? Harusnya mengacu Undang-Undang Kearsipan. Minimal lima tahun. Masa arsip dimusnahkan begitu cepat?” tegasnya.

Paulyn juga mengingatkan bahwa dokumen pendaftaran calon kepala daerah merupakan dokumen negara yang bisa sewaktu-waktu disengketakan, sehingga pemusnahan harus dipertimbangkan matang-matang.

Baca juga: 3 Tujuan Roy Suryo Minta Gelar Perkara Khusus: Biar Ijazah Jokowi sebagai Primary Evidence Terbuka

KPU Tetap Bersikukuh

Meski ditegur, pihak KPU Surakarta tetap mempertahankan argumentasinya. Mereka menyebut dokumen pendaftaran termasuk arsip tidak tetap sehingga dapat dimusnahkan setelah retensi selesai.

Dalam sidang tersebut hadir pula perwakilan UGM dan KPU RI.

 

 

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved