Wawancara Eksklusif
EKSKLUSIF Gubernur Ansar Ahmad Buka-bukaan! Strategi Bangun Kepri dari Pendidikan hingga Pariwisata
Pemprov Kepri juga membuka kelas-kelas jauh di pulau-pulau kecil agar siswa tak perlu menyeberang setiap hari.
Pak Gubernur, kami dengar Bapak juga sangat konsentrasi di bidang kesehatan, termasuk memberi beasiswa kepada 120 dokter spesialis dan subspesialis. Apa latar belakangnya?
Sebenarnya yang kita biayai 58 orang, setelah revisi terakhir. Sebagian dokter lain memang sekolah dengan biaya sendiri atau bantuan Kementerian Kesehatan. Tapi kita pastikan semua RSUD di kabupaten/kota punya dokter spesialis cukup.
Satu kabupaten biasanya punya dua rumah sakit karena letak pulau yang jauh, seperti di Lingga — satu di Daik, satu di Dabo Singkep; di Anambas — satu di Tarempa, satu di Palmatak. Jadi butuh dokter spesialis banyak.
Kita kerja sama dengan kabupaten/kota dan Kemenkes. Fokus kita empat layanan dasar: kebidanan dan kandungan, anak, bedah, dan satu lagi penyakit dalam. Ditambah tiga dokter penunjang: anestesi, radiologi, dan patologi klinik. Semua wajib kita siapkan.
Kita juga dorong program Presiden di bidang penyakit endemik: dokter spesialis jantung, kanker, dan lainnya. Targetnya, begitu mereka lulus, mereka bertugas seumur hidup di sana. Kita prioritaskan anak-anak daerah, dengan kontrak ketat. Di saat mereka lulus Mereka mudah-mudahan bisa Seumur hidup bertugas di sana Dan kita akan prioritaskan seleksinya Nanti untuk anak-anak daerah setempat. Dengan kontrak yang ketat, jika melanggar, Kemenkes bisa cabut izin praktiknya. Itu sudah didukung penuh oleh Kemenkes.
Jadi, walaupun rumah sakitnya milik kabupaten/kota, provinsi tetap ikut membiayai beasiswa dokter?
Benar. Bahkan kita tempatkan dokter penugasan khusus ke beberapa kabupaten/kota, gajinya dibayar oleh Pemprov. Sempat hampir putus karena status, tapi setelah koordinasi dengan Kemenkes dan BPSDM, keluar surat bahwa kita boleh lanjut dengan peraturan gubernur.
Kesehatan ini memang jadi concern besar Presiden. Sekarang ada program cek kesehatan gratis, peningkatan tipe rumah sakit dari C ke B, dan kita dapat satu rumah sakit baru di Anambas senilai hampir Rp180 miliar — dibangun Kemenkes, lokasinya sangat bagus, kini sudah 90 persen selesai. Mudah-mudahan nanti Pak Presiden berkenan meresmikan.
Pak Gubernur, Kepri juga terkenal sebagai destinasi wisata, terutama dekat dengan Singapura dan Malaysia. Apa strategi pengembangannya?
Kita kembangkan pariwisata sesuai potensi masing-masing pulau. Tidak hanya Batam, Bintan, dan Karimun, tapi juga Lingga, Natuna, dan Anambas yang kini mulai berkembang. Wisata premium di Anambas sudah bagus.
Kita dorong pelaku wisata untuk berinovasi, menarik wisatawan lebih banyak. Wisata kuliner juga kita tonjolkan — bagaimana orang sekali makan di Kepri bisa ingin kembali lagi. Wisata budaya juga tumbuh: seperti The Malay Kingdom Island di Pulau Penyengat, kawasan warisan sejarah yang kini ramai. Setiap akhir pekan, sekitar 300 wisatawan dari Malaysia dan Singapura datang karena ada ikatan sejarah. Tahun 2024, Pulau Penyengat dinobatkan sebagai Desa Wisata Nasional Terbaik Pertama oleh Kemenparekraf.
Kita juga dorong sport tourism. Dulu sebelum Covid, hampir tiap bulan ada event internasional biasa 90% itu pesertanya wisatawan asing: Bintan Triathlon, Moon Run, Color Run, Spartan, Metaman, Ironman, Bintan Fishing Festival, Mountain Trekking and Durian Party, Kitesurfing, Windsurfing, hingga Tour de Bintan.
Di Batam juga ada Batam International Jazz Festival dan Festival Tatung. 90% pesertanya wisatawan mancanegara. Sekarang kegiatan-kegiatan itu kita hidupkan kembali agar ekonomi daerah terus bergerak.
Dan saya kira masih ada beberapa event seperti Bintan Challenge Golf International, juga turnamen golf internasional di Batam. Bayangkan, kita provinsi sekecil ini saja punya begitu banyak lapangan golf. Kalau dihitung per 18 hole, ada 12 lapangan golf — 8 di Batam dan 4 di Bintan.
Jadi memang segmen olahraga ini punya daya tarik tersendiri. Kita jadikan family day bagi para peserta dan wisatawan.
Dan ini akan terus kita dorong. Setelah pandemi Covid-19, memang kita baru mulai rebound secara bertahap. Event-event internasional, terutama di bidang budaya, juga mulai kita hidupkan kembali.
Tanggal 25 ini, kita akan gelar Art and Culture International Event di Tanjung Pinang. Ada lima sampai enam negara yang ikut. Saya kira, itu akan sangat meriah.
Kita mencoba mengeksplor semua potensi itu dan membangun kerja sama lintas daerah. Makanya, saya selalu bilang, di Sumatera ini perlu ada tourism linkage.
Bagaimana wisatawan yang datang ke Kepri bisa lanjut ke Danau Toba, lalu ke Sumbar, agar length of stay-nya lebih panjang. Itu yang sedang kita minta agar pemerintah pusat bisa memfasilitasi.
Kita ingin ada paket-paket pariwisata terintegrasi. Jadi pariwisata tidak hanya berkembang di kawasan tertentu, tapi potensi wisata Indonesia yang berlimpah ini bisa dijahit menjadi satu rangkaian besar — saling menguatkan, tidak berjalan sendiri-sendiri.
Sehingga orang tidak hanya mengenal Bali atau Bintan, tetapi juga daerah-daerah lain. Ini penting, agar pembangunan pariwisata dilakukan dengan pola pikir menyeluruh secara nasional.
Tentang Jembatan Batam–Bintan
Pak Gubernur, soal pembangunan jembatan Batam–Bintan, sudah sejauh mana progresnya?
Sejak saya dilantik jadi gubernur, saya langsung meningkatkan atmosfer pembangunan agar proyek jembatan Batam–Bintan ini dipercepat. Kita mulai dari pembebasan lahan, dan semua sudah selesai.
Sekarang masuk tahap final design untuk bagian dari Batam ke Pulau Tanjung Sauh. Soil test-nya baru selesai, dan hasilnya akan menjadi bahan desain akhir. Masih ada sekitar 40 titik lagi yang perlu diuji tanahnya — biayanya cukup besar.
Rutenya nanti dari Tanjung Sauh ke Pulau Bintan, melewati satu pulau kecil bernama Pulau Buau. Ini nanti akan kita bahas dengan pemerintah pusat, juga membuka peluang kerja sama dengan pihak swasta.
Kita dorong agar proyek ini menjadi KPBU (Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha). Karena proyek ini akan berbentuk jalan tol, ada imbal balik buat para investornya. Sekarang tinggal membahas berapa tahun diberikan kompensasi untuk ini.
Saya yakin daya dukung proyek ini cukup kuat. Batam punya BP Batam dan lebih dari 100 kawasan industri. Di Pulau Bintan ada Kabupaten Bintan, Kota Tanjung Pinang, serta kawasan industri dan pariwisata.
Kendaraan hari ini mungkin belum terlalu banyak, tapi kita bicara jangka panjang. Jembatan ini akan menjamin konektivitas dua wilayah besar agar lebih cepat dan efisien. Ini akan mempercepat kemajuan Batam dan Bintan.
Jembatan ini nanti juga akan dilengkapi dengan utilitas: kabel listrik PLN, pipa gas, dan saluran air.
Saya yakin ke depan Batam akan sangat bergantung pada suplai air dari Bintan. Bahkan saat World Water Forum di Bali, sudah disepakati untuk membendung Teluk Bintan guna memenuhi kebutuhan air bersih Batam — dan mungkin juga Singapura.
Jadi proyek ini bukan hanya penting bagi Kepri, tapi juga berpotensi menjadi cross-border project strategis. Kita harapkan dukungan serius pemerintah pusat.
Kalau jembatan ini terwujud, Bintan akan hidup, Batam makin berkembang. Dan mudah-mudahan Singapura juga ikut membangun undersea tunnel ke Batam — dulu isu ini sudah beberapa kali muncul.
Dalam roadmap transformasi ekonomi Kepri, jembatan Batam–Bintan adalah game changer utama.
Pak Gubernur, ini periode kedua Bapak. Apakah pembangunan jembatan itu akan menjadi warisan terbesar bagi generasi berikutnya?
Saya akan berusaha maksimal agar jembatan ini benar-benar terbangun. Tapi tentu saja, itu semua membutuhkan dukungan pemerintah pusat dan masyarakat.
Selain itu, dua tahun ke depan kita juga akan membangun Monumen Bahasa Nasional Indonesia di Pulau Penyengat — lengkap dengan museumnya. Ini akan menjadi magnet wisata baru.
Kalaupun jembatan ini belum selesai di masa saya, harapan saya, pemimpin berikutnya bisa melanjutkan. Karena program strategis ini bukan ide baru; sudah ada sejak gubernur-gubernur sebelumnya.
Tugas saya sebagai penerus adalah mendorong agar itu terwujud. Kesinambungan itu penting. Jangan karena bukan produk pemerintahannya sendiri lalu ditinggalkan, padahal bermanfaat besar bagi masyarakat.
Kadang-kadang, itu kelemahan dalam implementasi otonomi daerah — setiap pergantian kepala daerah, program berhenti. Padahal, pembangunan itu harus berkelanjutan.(Tribunnews/Mal)
Saksikan wawancara eksklusif lengkapnya hanya di Kanal YouTube Tribunnews!
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.