Tribunners / Citizen Journalism
Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Tinjauan Yuridis-Sosial terhadap Abolisi dan Amnesti dalam Kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto
Pemberlakuan hak prerogatif Presiden ini dinilai sarat dengan kepentingan politik dan menciderai sistem penegakan hukum.
Editor:
Hasanudin Aco
Amnesti dapat diartikan sebaga penghapusan akibat hukum pidana terhadap perbuatan pidana yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam kaitannya dengan kepentingan politik, yang biasanya diberikan untuk memulihkan hubungan negara dengan warga negara atau kelompok tertentu.
Sedangkan abolisi adalah penghentian proses hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang atas perbuatan yang bersifat pidana, bahkan sebelum ada putusan pengadilan.
Keduanya bersifat kolektif dan berimplikasi pada penghentian proses hukum atau penghapusan hukuman.
Selain Konstitusi, UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan KUHAP turut mengatur teknis pemasyarakatan, namun tidak secara eksplisit merinci mekanisme amnesti dan abolisi.
Dalam Putusan MK No. 7/PUU-IV/2006, MK menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi bukanlah tindakan administratif semata, melainkan tindakan hukum bersifat konstitusional yang wajib memperhatikan prinsip checks and balances.
Secara yuridis, hak prerogatif Presiden atas amnesti dan abolisi adalah bentuk pengejawantahan fungsi Presiden sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan.
Hak ini dapat menjadi alat korektif dalam sistem peradilan pidana, khususnya bila terdapat ketimpangan hukum atau pertimbangan kemanusiaan.
Namun, dalam praktiknya, pemberian amnesti dan abolisi tidak boleh disalahgunakan untuk melindungi kepentingan politik tertentu. Oleh karena itu, pertimbangan dari DPR menjadi instrumen penting dalam menjaga akuntabilitas Presiden.
Preseden Pemberian Amnesti dan Abolisi
Terdapat sejumlah preseden yang pernah terjadi dalam pemberian amnesti dan abolisi antara lain:
1. Amnesti Darurat Militer (1959) melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.303 Tahun 1959 (11September 1959): Diberikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pemberontakan (misalnya DI/TII Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan) setelah mereka menyerahkan diri atau melakukan rekonsiliasi.
2. Amnesti dan Abolisi GAM (2005): Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan amnesti dan abolisi sebagai bagian dari perjanjian damai Helsinki antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka. Langkah ini diapresiasi sebagai wujud politik hukum restoratif dan transisional.
3. Amnesti Baiq Nuril (2019): Presiden Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, seorang korban pelecehan yang justru dijatuhi hukuman berdasarkan UU ITE. Ini merupakan preseden penting yang menunjukkan bahwa amnesti dapat diberikan pada kasus individual yang sarat kepentingan keadilan substantif.
4. Keppres No.449 Tahun 1961 (1 Agustus 1961): Pemberian amnesti dan abolisi kepada mereka yang terlibat dalam pemberontakan Daud Bereuh di Aceh.
5. Keppres No.2 Tahun 1964 (4 Januari 1964): Pemberian abolisi kepada pihak terkait pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Beberapa tokoh separatis diberikan abolisi untuk mengakhiri konflik politik.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
amnesti hasto kristiyanto
abolisi tom lembong
tinjauan yuridis
Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Sederet Kegiatan Tom Lembong Usai Bebas dari Rutan, Kondisi Kesehatan Sempat Menurun, Sakit Apa? |
---|
Tom Lembong Ungkap Kesibukannya Usai Bebas dari Tahanan |
---|
Tom Lembong Sambangi Komisi Yudisial, Ingin Benahi Proses Hukum Khususnya Perilaku Majelis Hakim |
---|
Kuasa Hukum Ungkap Makna di Balik Pemberian Amnesti Hasto: Prabowo Sadar Ada yang Salah |
---|
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Soal Amnesti-Abolisi: Prabowo Pegang Jarum, Dasco Benangnya |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.