Rabu, 24 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI

Tinjauan Yuridis-Sosial terhadap Abolisi dan Amnesti dalam Kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto

Pemberlakuan hak prerogatif Presiden ini dinilai sarat dengan kepentingan politik dan menciderai sistem penegakan hukum.

|
Editor: Hasanudin Aco
Kompas.com/Tsarina Maharani
TINJAUAN YURIDIS - Anggota Komisi III DPR RI Wayan Sudirta di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Politisi PDIP ini memberikan tinjauan yuridis dan sosial terhadap amnesti dan abolisi untuk Hasto dan Tom Lembong. 

Amnesti dapat diartikan sebaga penghapusan akibat hukum pidana terhadap perbuatan pidana yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam kaitannya dengan kepentingan politik, yang biasanya diberikan untuk memulihkan hubungan negara dengan warga negara atau kelompok tertentu.

Sedangkan abolisi adalah penghentian proses hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang atas perbuatan yang bersifat pidana, bahkan sebelum ada putusan pengadilan.

Keduanya bersifat kolektif dan berimplikasi pada penghentian proses hukum atau penghapusan hukuman.

Selain Konstitusi, UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan KUHAP turut mengatur teknis pemasyarakatan, namun tidak secara eksplisit merinci mekanisme amnesti dan abolisi.

Dalam Putusan MK No. 7/PUU-IV/2006, MK menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi bukanlah tindakan administratif semata, melainkan tindakan hukum bersifat konstitusional yang wajib memperhatikan prinsip checks and balances. 

Secara yuridis, hak prerogatif Presiden atas amnesti dan abolisi adalah bentuk pengejawantahan fungsi Presiden sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan.

Hak ini dapat menjadi alat korektif dalam sistem peradilan pidana, khususnya bila terdapat ketimpangan hukum atau pertimbangan kemanusiaan. 

Namun, dalam praktiknya, pemberian amnesti dan abolisi tidak boleh disalahgunakan untuk melindungi kepentingan politik tertentu. Oleh karena itu, pertimbangan dari DPR menjadi instrumen penting dalam menjaga akuntabilitas Presiden.

Preseden Pemberian Amnesti dan Abolisi

Terdapat sejumlah preseden yang pernah terjadi dalam pemberian amnesti dan abolisi antara lain:

1. Amnesti Darurat Militer (1959) melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.303 Tahun 1959 (11September 1959): Diberikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pemberontakan (misalnya DI/TII Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan) setelah mereka menyerahkan diri atau melakukan rekonsiliasi.

2. Amnesti dan Abolisi GAM (2005): Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan amnesti dan abolisi sebagai bagian dari perjanjian damai Helsinki antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka. Langkah ini diapresiasi sebagai wujud politik hukum restoratif dan transisional.

3. Amnesti Baiq Nuril (2019): Presiden Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, seorang korban pelecehan yang justru dijatuhi hukuman berdasarkan UU ITE. Ini merupakan preseden penting yang menunjukkan bahwa amnesti dapat diberikan pada kasus individual yang sarat kepentingan keadilan substantif.

4. Keppres No.449 Tahun 1961 (1 Agustus 1961): Pemberian amnesti dan abolisi kepada mereka yang terlibat dalam pemberontakan Daud Bereuh di Aceh.

5. Keppres No.2 Tahun 1964 (4 Januari 1964): Pemberian abolisi kepada pihak terkait pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Beberapa tokoh separatis diberikan abolisi untuk mengakhiri konflik politik.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan