Senin, 22 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI

Tinjauan Yuridis-Sosial terhadap Abolisi dan Amnesti dalam Kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto

Pemberlakuan hak prerogatif Presiden ini dinilai sarat dengan kepentingan politik dan menciderai sistem penegakan hukum.

|
Editor: Hasanudin Aco
Kompas.com/Tsarina Maharani
TINJAUAN YURIDIS - Anggota Komisi III DPR RI Wayan Sudirta di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Politisi PDIP ini memberikan tinjauan yuridis dan sosial terhadap amnesti dan abolisi untuk Hasto dan Tom Lembong. 

6. Keputusan Presiden No. 63 Tahun 1977: Abolisi kepada para ribuan pengikut gerakan Fretilin di Timor Timur.

7. Keppres No.80 Tahun 1998 (25 Mei 1998): Abolisi (bersamaan dengan amnesti) diberikan kepada Muchtar Pakpahan dan Sri Bintang Pamungkas oleh Presiden B.J. Habibie.

8. Keppres No.123 Tahun 1998 (15 Agustus 1998): Pemberian amnesti dan abolisi kepada sejumlah terpidana atas tindak pidana tertentu (misalnya aktivis politik).

9. Keppres No.159 Tahun 1999 (10 Desember 1999): Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memberikan amnesti kepada aktivis penentang Orde Baru seperti Budiman Sujatmiko dan lainnya.

10. Keppres Nomor 91 dan 93 Tahun 2000: Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memberikan abolisi untuk Jauhari Mys (Azhari), Fauji Ibrahim (Monier), Kleemens Rom Sarvir, dan Leseren Dampari Karma melalui Keppres No. 91 Tahun 2000. Sementara R Sawito Kartowibowo menerima abolisi melalui Keprres No. 93.

11.  Keppres No. 22 Tahun 2005 (30 Agustus 2005): Amnesti umum untuk 1.200 orang dan abolisi untuk kelompok yang terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka diberikan sebagai bagian dari kesepakatan damai Helsinki.

Abolisi untuk Thomas Lembong

Dalam hukum pidana, abolisi adalah penghapusan hak negara untuk menuntut seseorang secara pidana, meskipun ada dugaan tindak pidana.

Berbeda dari grasi (pasca-putusan), abolisi dapat diberikan sebelum proses peradilan dimulai atau saat masih berjalan.

Abolisi bersifat prospektif dan menghentikan proses penegakan hukum, sehingga secara praktis dapat diartikan sebagai intervensi politik terhadap penuntutan pidana.

Tom Lembong sebelumnya terseret kasus impor gula dengan kerugian Rp 578 miliar. Jaksa mengungkap keterlibatan Tom telah terjadi sejak 12 Agustus 2015.

Saat itu, Tom masih menjadi Menteri Perdagangan dan menyetujui impor gula kristal mentah yang akan diolah jadi kristal putih. Ia menyetujui tanpa melakukan rapat koordinasi dengan kementerian terkait.

Jaksa menyalahkan Tom karena tidak menunjuk BUMN untuk menstabilkan harga gula di Indonesia. Ia malah menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI Polri.

Tom didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada 18 Juli 2025, Tom divonis 4,5 tahun penjara. 

Selanjutnya dalam pertimbangan Presiden untuk memberikan abolisi, Menteri Hukum menjelaskan bahwa pertimbangan pemberian abolisi itu didasari pula oleh pertimbangan-pertimbangan subjektif, salah satunya kontribusi Tom Lembong terhadap negara.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan