Kamis, 20 November 2025

Subsidi Migas Jadi Target Mafia, Rakyat Bisa Kehilangan Hak atas Energi Murah

Bentrok pengamen ondel-ondel dan musisi ukulele di Koja, korban luka bacok, tiga remaja ditangkap polisi.

|
Editor: Glery Lazuardi
Tribunnews.com/Adiatmaputra Fajar
INAS NASRULLAH 
Ringkasan Berita:
  • Pengamat energi Inas Nasrullah Zubir menegaskan serangan sistematis terhadap sektor migas bukan sekadar isu teknis, melainkan ancaman langsung terhadap kedaulatan energi nasional. 
  • Ia menilai keluhan publik soal harga BBM mahal dan pasokan telat hanyalah pintu masuk agenda besar untuk membuka ruang bagi swasta dan asing menguasai distribusi BBM bersubsidi.

TRIBUNNEWS.COM - Pengamat energi Inas Nasrullah Zubir menegaskan bahwa gelombang serangan sistematis terhadap sektor migas bukan sekadar isu teknis, melainkan ancaman langsung terhadap kedaulatan energi nasional. 

Menurutnya, di balik keluhan publik terkait harga BBM mahal dan pasokan telat, terselip agenda besar untuk membuka pintu bagi swasta dan asing menguasai distribusi BBM bersubsidi.

“Jika skenario ini berhasil, subsidi yang menjadi hak rakyat akan berubah menjadi komoditas pasar. Harga di pompa melonjak, dan keuntungan triliunan rupiah mengalir ke kantong mafia migas,” ujar Inas, Kamis (20/11/2025).

Ia menyoroti bahwa Pertamina kini berada di bawah serangan sistematis dari kelompok mafia migas.

Setelah rentetan pengungkapan skandal besar oleh pemerintah, mulai dari kasus suap Patra Niaga hingga kaburnya Riza Chalid yang diduga menjadi ‘otak’ mafia migas, posisi Pertamina sebagai satu-satunya penyalur BBM bersubsidi dan penugasan (PSO) secara hukum tengah digoyang.

Gelombang perlawanan terhadap Pertamina semakin kentara sejak akhir 2024 hingga 2025.

Serangan tersebut, kata Inas, bukan insidental, melainkan upaya terkoordinasi untuk melemahkan perusahaan plat merah agar peran retailer terbesar di hilir migas digeser ke pihak swasta.

Salah satu indikasi pola mafia, lanjutnya, adalah munculnya narasi terkoordinasi dari sejumlah SPBU swasta besar yang mengeluhkan harga BBM Pertamina tidak kompetitif, pasokan telat, dan kualitas buruk.

Keluhan ini kemudian diviralkan oleh akun-akun media dan komentator yang dikenal gencar mengkampanyekan liberalisasi sektor migas.

Kewajiban SPBU swasta membeli jenis BBM tertentu dari Pertamina bukan keputusan sepihak, melainkan amanat Perpres No. 191/2014 (diubah Perpres 117/2021) serta Kepmen ESDM.

Regulasi tersebut mewajibkan semua badan usaha penyalur BBM, termasuk swasta, membeli Bio Solar dan Pertalite dari Pertamina sebagai agen penugasan PSO.

“Di balik keluhan publik terdapat agenda politik dan ekonomi yang lebih besar, yakni mendorong revisi aturan agar swasta bisa mengimpor BBM langsung, termasuk BBM bersubsidi. Jika agenda ini berhasil, negara akan kehilangan kendali atas distribusi BBM bersubsidi, harga di pompa akan ditentukan mekanisme pasar, dan keuntungan triliunan rupiah akan mengalir ke kantong swasta maupun asing,” tegasnya.

Inas menutup dengan peringatan bahwa mafia migas bukan konspirasi kosong, melainkan jaringan nyata yang telah merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah selama lebih dari dua dekade.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved