Ekspor Fatty Matter Naik 278 Persen, Jadi Modus Perusahaan Hindari Bea Keluar dan Pungutan
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap adanya lonjakan signifikan ekspor komoditas fatty matter hingga 278 persen
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap adanya lonjakan signifikan ekspor komoditas fatty matter hingga 278 persen dalam beberapa waktu terakhir.
Fatty matter adalah senyawa yang dihasilkan dari dalam minyak sawit yang salah satu fungsinya digunakan untuk bahan baku biodiesel.
Listyo menyebut kenaikan tersebut dinilai tidak wajar, sehingga dilakukan penelusuran lebih lanjut.
Baca juga: KAI Bakal Tambah 30 Rangkaian KRL Baru, Menperin Sebut Jadi Angin Segar Bagi PT INKA
"Adanya pelonjakan yang luar biasa dari ekspor komoditas fatty matter dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, naik hampir 278 persen. Ini tentunya menjadi hal yang anomali dan dilakukan pendalaman oleh tim," kata Listyo dalam konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025).
Pemeriksaan mendalam menemukan bahwa barang yang diekspor bukan murni fatty matter seperti yang dilaporkan.
Menurut Listyo, perusahaan diduga memanfaatkan celah dengan mengatasnamakan fatty matter untuk menghindari bea keluar dan pungutan ekspor, sebab komoditas tersebut tidak dikenakan kewajiban itu.
Baca juga: KKP Ekspor 7 Kontainer Udang ke Amerika Senilai Rp 20,14 Miliar
Selain itu, fatty matter juga tidak termasuk dalam barang yang dilarang maupun dibatasi untuk diekspor.
"Di dalamnya berisi sebagian besar komoditas campuran dari produk turunan kelapa sawit, sehingga ini akan kita tindaklanjuti dengan dirjen bea cukai untuk pendalaman," ujar Listyo.
"Celah ini yang kemudian digunakan untuk menyelundupkan dan menghindari pajak yang tentunya menyebabkan kerugian negara," sambungnya.
Pada Selasa ini, Polri bersama Kementerian Keuangan telah menggagalkan ekspor produk yang diklaim sebagai fatty matter tersebut, yang ternyata berisi komoditas lain. Pelanggaran ekspor produk turunan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) ini dilakukan PT MMS.
Hasil uji laboratorium Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) dan IPB menunjukkan produk tersebut ternyata merupakan campuran nabati yang mengandung turunan CPO, sehingga berpotensi terkena Bea Keluar dan kewajiban ekspor.
Total barang ada 87 kontainer yang diberitahukan dalam tujuh Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan total berat bersih 1.802 ton senilai Rp 28,7 milliar.
Tindaklanjutnya saat ini adalah sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) terhadap PT MMS dan 3 afiliasinya (PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN).
| Kebijakan B50 Berpotensi Matikan Industri Sawit, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Secara Matang |
|
|---|
| SPKS: Kenaikan Bauran Biodiesel B50 Bisa Turunkan Harga Sawit Petani |
|
|---|
| Kombes Budi Hermanto Ditunjuk Jadi Kabid Humas Polda Metro Jaya Gantikan Brigjen Ade Ary |
|
|---|
| Ceramah di Mabes Polri UAS Tekankan Pentingnya Kehidupan Toleransi Beragama |
|
|---|
| Listyo Sigit Ternyata Sempat Berencana Mundur dari Kapolri, tapi Klaim Ditolak Anak Buahnya |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.