Kamis, 20 November 2025

Indonesia Disebut Bisa Menjadi Pusat Industri Baterai dan Teknologi Hijau Dunia

Indonesia dapat menjadi pusat industri baterai dan teknologi hijau dunia jika tata kelolanya diperkuat.

linkedin
MINERAL TRANSISI - Kawasan pengelolaan nikel PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. FESD Indef mendorong pengelolaan sumber daya mineral transisi seperti nikel, tembaga dan bauksit. 
Ringkasan Berita:
  • Indonesia membutuhkan ruang transisi ebergi yang proporsional.
  • FESD Indef mendorong pengelolaan sumber daya mineral transisi seperti nikel, tembaga, dan bauksit.
  • Pendanaan transisi energi harus adil dan tidak membebani APBN

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Center of Food, Energy, and Sustainable Development (FESD) Indef mendorong pengelolaan sumber daya mineral transisi seperti nikel, tembaga, dan bauksit ditempatkan dalam satu kerangka besar yang terintegrasi dengan strategi dekarbonisasi nasional.

FESD merupakan salah satu pusat studi di bawah naungan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), sebuah lembaga riset ekonomi independen dan otonom di Indonesia.

FESD berfokus pada isu-isu strategis terkait ketahanan pangan, energi, dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Kepala FESD INDEF, Abra Talattov mengatakan, bila tata kelola diperkuat, Indonesia dapat menjadi pusat industri baterai dan teknologi hijau dunia.

Teknologi hijau adalah penerapan ilmu dan teknologi untuk menciptakan solusi yang meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan

“Ini modal geopolitik besar Indonesia. Dengan integrasi kebijakan yang tepat, Indonesia bisa naik kelas dalam rantai pasok global,” katanya dikutip Jumat (14/11/2025).

Dia menilai kehadiran Indonesia pada COP30 di Brasil sebagai salah satu momentum diplomasi iklim paling penting dalam satu dekade terakhir.

Menurutnya, Indonesia tiba di COP30 bukan sekadar membawa komitmen, tetapi menunjukkan bukti konkret transformasi energi nasional yang digerakkan oleh BUMN energi.

“Posisi Indonesia di COP30 sangat strategis karena dunia melihat kita sebagai negara berkembang yang mampu menyeimbangkan kebutuhan pembangunan dengan agenda penurunan emisi,” ujar Abra.

Baca juga: Perkuat Komitmen Transisi Energi Lewat Hilirisasi Bauksit

Sebagai negara dengan konsumsi energi yang terus meningkat dan kebutuhan pembangunan yang besar, Indonesia membutuhkan ruang transisi yang proporsional.

Bagi Abra, narasi inklusivitas dan keadilan ini menjadi fondasi penting dalam seluruh posisi negosiasi Indonesia di COP30, terutama terkait sektor energi yang merupakan penyumbang emisi terbesar.

Abra menyampaikan, kredibilitas Indonesia di panggung internasional semakin kuat dengan disampaikannya roadmap dekarbonisasi secara terbuka dan komprehensif.

Baca juga: Paviliun Indonesia di COP30 Brasil Resmi Dibuka, Menteri Hanif: RI Siap Jadi Jembatan Hijau Dunia

Langkah-langkah nyata seperti early retirement PLTU, program co-firing biomassa, serta rencana ekspansi energi terbarukan memperlihatkan bahwa Indonesia bukan sekadar menyampaikan komitmen, tetapi sedang menjalankan transformasi yang terukur.

“Saya menilai komitmen PLN dalam mendorong transisi energi bukan sekadar wacana, melainkan proses sistematis yang sedang berjalan,” kata Abra.

Lebih jauh, ia mendukung kesiapan PLN dalam RUPTL Hijau yang meningkatkan porsi pembangkit energi terbarukan secara signifikan.

Menurut Abra, ini adalah sinyal kuat kepada dunia bahwa arah kebijakan energi Indonesia sudah berubah ke jalur yang lebih berkelanjutan.

Peningkatan kapasitas EBT dalam RUPTL tidak hanya memperkuat target penurunan emisi, tetapi juga meningkatkan daya tarik investasi energi bersih di Indonesia.

Abra juga menekankan bahwa COP30 merupakan momentum penting untuk memperkuat akses pembiayaan transisi energi.

Lebih lanjut Ia menyampaikan, Indonesia perlu menagih komitmen pendanaan negara maju melalui skema seperti Just Energy Transition Partnership (JETP), pendanaan karbon, hingga blended finance. Namun ia mengingatkan bahwa desain pembiayaan harus tetap menjaga ruang fiskal.

“Pendanaan transisi energi harus adil dan tidak membebani APBN. Negara maju punya tanggung jawab historis yang harus diwujudkan melalui dukungan pendanaan dan teknologi,” tegasnya.

“Jika transisi energi dikelola secara inklusif, adil, dan berbasis bukti, Indonesia tidak hanya memenuhi komitmen iklim global, tetapi juga memperkuat fondasi pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan jangka panjang,” sambungnya.'

 

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved