Selasa, 26 Agustus 2025
DPR RI

Revisi UU, Kementerian Haji dan Umrah Tekankan Aspek Kesehatan hingga Koordinasi Daerah

Komisi VIII DPR RI memastikan revisi Undang-Undang Haji akan segera rampung dengan poin utama adalah pembentukan Kementerian Haji

Editor: Content Writer
Repro/Kompas TV
KEMENTERIAN HAJI DAN UMRAH - Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq, menjelaskan kementerian baru ini akan melengkapi pengelolaan haji dan umrah secara terpadu, mulai dari pembinaan, pelayanan, hingga jaminan keselamatan jamaah. 

TRIBUNNEWS.COM - Komisi VIII DPR RI memastikan revisi Undang-Undang Haji akan segera dirampungkan. Salah satu poin utama dalam revisi tersebut adalah pembentukan Kementerian Haji dan Umrah yang akan menyelenggarakan ibadah rukun Iman kelima tersebut, yang selama ini dikelola oleh Kementerian Agama.
 
Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq, menjelaskan kementerian baru ini akan melengkapi pengelolaan haji dan umrah secara terpadu, mulai dari pembinaan, pelayanan, hingga jaminan keselamatan jamaah. Di samping itu, institusi yang akan menjadi kementerian ke-49 di era Presiden Prabowo ini nantinya akan memiliki struktur hingga ke tingkat daerah untuk memperkuat edukasi haji. 
 
“Sehingga, haji tidak hanya sekedar rutinitas formal, tapi harus memberi sumbangan bagi pembentukan karakter bangsa,” ujar Maman saat ditemui Parlementaria di sela-sela Rapat RUU Haji dan Umroh di Komisi VIII DPR RI, Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Minggu (24/8/2025). 
 
Dalam rancangan undang-undang tersebut, DPR juga menekankan aspek kesehatan jemaah. Kementerian Haji dan Umroh diwajibkan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan agar calon jemaah benar-benar dinyatakan sehat sebelum berangkat. Hal ini sekaligus menjawab kritik dari Pemerintah Arab Saudi terkait banyaknya jemaah asal Indonesia yang meninggal saat pelaksanaan ibadah haji.

Baca juga: Habib Syarief Dorong RUU PPRT Tegaskan Perlindungan Hukum dan Cegah PHK Sepihak

Legislator dari Fraksi PKB ini pun menegaskan, kementerian baru ini juga akan mengatur pelaksanaan umrah secara lebih ketat, sehingga travel penyelenggara haji tetap dapat memberangkatkan jemaah.  "Namun, seluruh keberangkatan harus terkonfirmasi dalam sistem Kementerian Haji dan Umrah agar tidak ada lagi kasus jemaah yang terlantar atau ditipu," tegasnya. 
 
Lebih lanjut, Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Barat IX ini menyebutkan proses pembahasan revisi UU Haji saat ini sudah berada di Panitia Kerja (Panja) dan dijadwalkan segera dibawa ke Komisi VIII untuk kemudian masuk ke pembicaraan tingkat pertama. DPR menargetkan percepatan pengesahan undang-undang agar bisa segera diikuti dengan penerbitan peraturan pemerintah.
 
Langkah ini dilakukan seiring dengan percepatan transformasi sistem haji oleh Pemerintah Arab Saudi. Dengan regulasi baru ini, jemaah haji Indonesia diharapkan mendapatkan kepastian layanan mulai dari akomodasi, katering, hingga kepulangan sesuai standar pelayanan internasional.
 
"Ini jawaban bahwa pemerintah bekerja dengan sangat agresif, termasuk menerima masukan-masukan dari masyarakat, dan juga tentu masukan dari pemerintah Arab Saudi,” jelasnya. 
 
Kementerian Haji dan Umrah juga ditugaskan untuk memperkuat komunikasi dengan pemerintah Arab Saudi, mengingat adanya percepatan sistem dan transformasi layanan di Tanah Suci. Dengan begitu, Indonesia dapat menyesuaikan kebijakan lebih cepat dan memastikan kuota maupun fasilitas yang diberikan sesuai dengan kebutuhan jemaah.

Baca juga: RUU Haji segera Disahkan, Pimpinan Komisi VIII DPR: Akhiri Antrean Panjang Jemaah

Maman menambahkan, kehadiran kementerian baru ini merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat sekaligus tuntutan modernisasi tata kelola haji dan umrah. 
 
“Pemerintah ingin memastikan tidak ada lagi jemaah yang berangkat tanpa kepastian layanan, dan seluruh proses dilakukan transparan, akuntabel, serta berpihak pada jemaah,” pungkasnya.
 
Selain menyangkut aspek teknis dan pelayanan, revisi undang-undang ini juga menekankan pentingnya evaluasi pasca-penyelenggaraan haji. DPR meminta agar laporan penyelenggaraan disampaikan maksimal 30 hari setelah musim haji berakhir, sehingga catatan dan masukan dari jemaah dapat segera ditindaklanjuti untuk perbaikan di tahun berikutnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan