Minggu, 7 September 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Penyergapan Fatal IDF di Zaytoun: Bagaimana Hamas Tetap Menyala di Gaza Setelah Dua Tahun Perang?

memiliki keunggulan teknologi yang luar biasa, Israel tidak mampu sepenuhnya menghadapi dan melenyapkan perlawanan Palestina

Kredit Foto Saher Alghorra untuk The New York Times
SAYAP MILITER HAMAS - Petempur Al Qassam, sayap militer Hamas saat penyerahan sandera Israel bulan lalu. Qassam menyatakan masih memiliki kekuatan untuk menghadapi agresi Israel. 

Penyergapan Fatal Zaytoun: Bagaimana Hamas Tetap Menyala di Gaza Setelah Dua Tahun Perang? 
 
   
TRIBUNNEWS.COM - "Krisis Gaza tidak memiliki solusi militer."

Demikianlah pernyataan Kaya Kallas, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, yang berbicara kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Pejabat Eropa ini, pada Sabtu (30/8/2025) kemarin dan setelah KTT para pemimpin Uni Eropa di Kopenhagen, menyinggung perkembangan di Gaza, dengan mengatakan bahwa "jika solusi militer memungkinkan, perang sudah berakhir."

Baca juga: Petempur Brigade Qassam Coba Culik Tentara Israel dalam Serangan ke Pos  Brigade Kfir di Khan Younis

Pernyataan Kallas tentang kesia-siaan aksi militer oleh Israel di Gaza tampaknya merupakan klaim yang tepat.

Hal itu karena operasi penyerangan terbaru yang berhasil oleh pasukan Hamas melawan militer Israel telah menyebabkan kerugian besar bagi Tentara Pendudukan Israel (IDF).

Baca juga: Kronik Shejaiya, Lingkungan Gagah Berani Gaza yang Tidak Dapat Dihancurkan Israel

Detail Penyergapan Zaytoun

Operasi terbaru Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, pada Sabtu kemarin berdampak di luar medan perang. 

Di Israel, keluarga tentara meningkatkan tekanan terhadap pemerintah dan militer, sebuah dinamika yang dapat melemahkan pembenaran publik untuk melanjutkan perang.

Penyergapan Al Qassam yang berhasil memiliki rincian sebagai berikut:

Lokasi serangan: Lingkungan Zeitoun di Gaza timur.

Kekuatan yang terlibat: Brigade Al-Qassam, menggunakan taktik yang terhitung dan terorganisasi.

Korban Israel: Setidaknya dua tentara Israel tewas, 11 terluka, dan empat hilang.

Taktik perlawanan: Operasi ini meniru taktik dari 7 Oktober, dengan fokus pada penyergapan terorganisasi, ledakan terarah, dan upaya untuk menangkap tentara musuh.

Eksekusi: Para petempur Brigade Al Qassam menggunakan intelijen lapangan yang tepat, jalur perkotaan yang sempit, dan jaringan terowongan untuk berlindung, dengan mengerahkan penembak jitu dan ranjau anti-tank.

Alwaght melansir, pakar militer, Profesor Ahmed Mizab menyatakan kalau "operasi tersebut terjadi di wilayah Zeitoun yang sempit dan berliku-liku, di mana kebebasan bergerak tentara Israel sangat terbatas, dan milisi perlawanan berhasil merebut inisiatif serangan."

"Konsekuensi militernya mencakup pergeseran prioritas lapangan tentara Israel, yang memaksa mereka untuk berfokus pada operasi pencarian dan penyelamatan bagi mereka yang hilang, alih-alih kemajuan mereka," kata Mizab. 

Hal ini telah menghentikan rencana untuk maju lebih jauh ke Gaza dan meningkatkan kerugian manusia dan logistik bagi Tel Aviv.

Hasil Penyergapan 

Keberhasilan pasukan perlawanan Palestina dalam operasi tersebut telah mengungkap ketidakefektifan kebijakan "bumi hangus" Israel.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun memiliki keunggulan teknologi yang luar biasa, Israel tidak mampu sepenuhnya menghadapi dan melenyapkan perlawanan Palestina di Gaza.

Operasi ini membuktikan bahwa setelah dua tahun perang dan pemboman tanpa henti di Gaza, milisi perlawanan masih mempertahankan inisiatif di lapangan. 

Sebaliknya, militer Israel justru semakin terjerumus dalam kubangan konflik Gaza.

SAYAP MILITER HAMAS - Seorang petempur Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, dalam sebuah parade militer beberapa waktu lalu di Jalur Gaza. Hamas menyatakan siap kembali berunding dengan Israel dalam negosiasi yang tidak setengah-setengah, mau bebaskan semua sandera Israel asalkan pasukan IDF berhenti melancarkan perang dan mundur total dari Gaza.
SAYAP MILITER HAMAS - Seorang petempur Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, dalam sebuah parade militer beberapa waktu lalu di Jalur Gaza. Hamas menyatakan siap kembali berunding dengan Israel dalam negosiasi yang tidak setengah-setengah, mau bebaskan semua sandera Israel asalkan pasukan IDF berhenti melancarkan perang dan mundur total dari Gaza. (Anews/File)

Bagaimana Hamas Memegang Inisiatif di Gaza? 

Keberhasilan Hamas dalam menyerang pasukan Israel selama dua tahun terakhir berasal dari sejumlah faktor penting: 

Tentara Israel kelelahan setelah dua tahun perang

"Mesin perang" Tel Aviv di Gaza tidak hanya gagal, tetapi juga terlibat dalam perang atrisi di Gaza yang telah memecah belah masyarakat Israel dan menguras habis kekuatan militernya.

Laporan menunjukkan bahwa ribuan tentara Israel telah mengundurkan diri dari militer karena masalah psikologis dan tingkat bunuh diri yang tinggi.

Impian Netanyahu di Gaza adalah membunuh sebanyak mungkin dari 2,1 juta warga Palestina yang tinggal di Gaza dengan mengebom dan membuat mereka kelaparan, dan ia melakukan ini setiap hari di Gaza.

Rencana evakuasi Gaza juga telah gagal selama dua tahun terakhir, karena ratusan ribu warga Palestina menolak untuk meninggalkan wilayah tersebut.

Dalam lebih dari 600 hari perang di Gaza, Israel telah menggunakan kekuatan militer beberapa kali lebih besar daripada kekuatan militer yang digunakan AS dalam Perang Vietnam.

Sebuah laporan Middle East Online menunjukkan bahwa Washington menjatuhkan sekitar 15 ton bahan peledak per kilometer persegi di Vietnam, sementara Israel telah menjatuhkan 275 ton bom per kilometer persegi di Gaza sejak 7 Oktober 2023.

Ini berarti 18 kali lebih banyak bom yang dijatuhkan di Gaza dibandingkan dalam Perang Vietnam yang berlangsung selama 19 tahun.

Angka resmi dari militer Israel menyatakan bahwa lebih dari 900 tentara Israel telah tewas sejak Oktober 2023, meskipun banyak analis percaya jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi.

Tingkat korban yang terus-menerus ini, ditambah dengan fakta bahwa tahanan Israel masih ditahan di Gaza setelah dua tahun konflik, telah membuat semakin banyak orang Israel mempertanyakan tujuan perang.

Perdebatan publik kini semakin intensif mengenai apa yang telah diperoleh dari kampanye yang berkepanjangan dan mahal ini, dengan banyak yang menunjuk isolasi internasional dan lonjakan protes anti-Israel global sebagai hasil utamanya.

Jaringan Terowongan yang Rumit

Tujuan Israel yang dinyatakan di Gaza mencakup penghancuran infrastruktur Hamas, khususnya jaringan terowongannya yang luas.

Namun, menurut laporan media Israel, jaringan terowongan Hamas sebagian besar masih beroperasi, meskipun perkiraan persentase terowongan yang telah dihancurkan dan yang masih berfungsi sangat bervariasi. 

Anggota Hamas telah menyampaikan kepada pers internasional, termasuk kantor berita ECFR, bahwa banyak terowongan telah diperbaiki, dirawat, dan dalam beberapa kasus, bahkan diperluas. Beberapa penilaian menunjukkan bahwa lebih dari separuh sistem terowongan masih digunakan oleh gerakan perlawanan. 

Gudang Senjata Hamas yang Diperbaiki 

Persenjataan rudal Hamas mungkin telah rusak parah akibat serangan Israel, tetapi roket-roket buatan Hamas dan roket-roket sederhananya telah dibangun kembali dari persenjataan yang belum meledak yang tersisa di sekitar Gaza.

Laporan Dewan Hubungan Luar Negeri menyatakan bahwa Hamas "mendaur ulang roket, bom, dan peluru artileri Israel yang belum meledak untuk digunakan sebagai bom dan proyektil rakitan baru."

Faktanya, hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa kemampuan jangka panjang Hamas untuk mengancam Israel telah berkurang.

Taktik Perang Gerilya yang Rumit

Dalam beberapa bulan terakhir, Hamas telah menunjukkan kemampuannya yang berkelanjutan untuk mengancam pasukan Israel melalui strategi ganda, yaitu taktik gerilya—termasuk penyergapan jarak dekat—dan serangan roket lintas batas.

Sementara itu, dimulainya kembali operasi militer Israel, khususnya di Gaza utara, menunjukkan bahwa Hamas, bersama dengan faksi-faksi perlawanan lainnya seperti Jihad Islam, telah berhasil membangun kembali kekuatannya dan bahkan menegaskan kembali beberapa elemen otoritas pemerintahannya di wilayah-wilayah tertentu.

Jerome Drevon, analis senior kelompok bersenjata di International Crisis Group, menyatakan bahwa strategi Hamas adalah menghindari konfrontasi langsung berskala besar dengan pasukan Israel, dan mengandalkan serangan cepat dan mendadak.

Taktik ini bertujuan untuk menimbulkan korban jiwa yang berkelanjutan dan meningkatkan tekanan pada militer Israel.

Drevon berpendapat bahwa klaim Israel telah membongkar struktur brigade Hamas mungkin berlebihan. Ia berpendapat bahwa kekuatan militer Hamas saat ini lebih bergantung pada unit-unit kecil dan lincah yang mampu melancarkan operasi ofensif dalam tim-tim kecil.

Para analis memperkirakan bahwa Brigade Al-Qassam masih memiliki sekitar 30.000 hingga 50.000 anggota di Gaza.

Menurut Drevon, Hamas tidak lagi membutuhkan Brigade besar, melainkan unit kecil beranggotakan dua orang yang dipersenjatai senjata ringan untuk menyerang tank-tank Israel dan mengerahkan penembak jitu untuk menyerang target-target Israel.

Ia menyimpulkan bahwa Hamas telah beradaptasi secara efektif terhadap kampanye Israel yang berkelanjutan dengan beroperasi dalam struktur yang lebih terdesentralisasi dan menyerupai sel, yang telah berkontribusi pada kelangsungan hidup sejumlah besar pejuangnya.

 

(oln/alwght/*)

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan