Kamis, 20 November 2025

Terduga Pelaku Bully Pelajar SMP Tangsel Alami Tekanan Psikologis, Hak Belajar Tetap Dijamin

Pelaku bully SMP Tangsel alami tekanan psikologis usai kasus viral, sekolah dan dinas beri pendampingan.

Editor: Glery Lazuardi
Freepik
BULLYING - Terduga pelaku bullying SMP Tangsel alami tekanan psikologis, sekolah pastikan hak belajar tetap dijamin. 
Ringkasan Berita:
  • R (13), terduga pelaku bullying di SMPN 19 Tangsel, alami tekanan psikologis setelah kasus menewaskan MH viral.
  • Sekolah dan Dinas Pendidikan Tangsel memberi dukungan psikologis, memastikan hak belajar tetap terpenuhi.
  • Untuk sementara, R mengikuti pembelajaran daring menyesuaikan kondisi emosionalnya.
  • R sempat menyampaikan ingin pindah sekolah atau masuk pesantren, namun masih menunggu keputusan KPAI.

TRIBUNNEWS.COM - Terduga pelaku bullying di SMPN 19 Tangerang Selatan, Banten R (13), kini dilaporkan mengalami tekanan psikologis usai kasus yang menewaskan MH viral dan menyedot perhatian publik.

Tekanan psikologis adalah kondisi ketika seseorang mengalami ketegangan, beban emosional, atau stres akibat faktor internal maupun eksternal.

Jika mengalami tekanan psikologis berlebihan, maka dapat mengganggu kesehatan mental maupun fisik.

Dia mengalami tekanan psikologis setelah foto R tersebar di media sosial.

pihak sekolah dan dinas terkait kini fokus memberikan pendampingan psikologis dan memastikan hak belajar R tetap terpenuhi. 

Kepala SMP Negeri 19 Tangerang Selatan, Frida Tesalonik, menyatakan pihak sekolah telah mendatangi rumah keluarga R untuk meninjau kondisi psikologis dan kebutuhan pendidikan siswa tersebut. 

“Kondisinya juga lagi tertekan dan kami tidak ingin membebani dia dulu dalam waktu dekat ini,” ujar Frida saat ditemui di Serpong, Tangerang Selatan, Selasa (18/11/2025). 

Hingga saat ini, belum ada permintaan khusus dari pihak keluarga R terkait tindak lanjut kasus tersebut. 

Frida menekankan, fokus utama sekolah adalah memastikan kondisi emosional dan proses belajar R tetap terfasilitasi. 

“Belum ada permintaan apa-apa karena kami masih memastikan kondisi anaknya dulu,” kata Frida. 

Frida menambahkan, R sempat menyampaikan keinginan untuk pindah sekolah dan masuk pesantren kepada guru yang mendampinginya. 

Namun, langkah tersebut belum bisa dilakukan karena kasus ini masih dalam proses penyelesaian. 

“Terus juga ada keinginan kalau dia mau masuk pesantren. Tapi itu baru ngomong ke guru, saya belum menggali lebih jauh. Dan sambil menunggu keputusan KPAI,” ucap Frida. 

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan menyebut R juga mendapatkan pendampingan psikologis dari DP3KB, UPTD Satgas, dan UPTD PPA. 

Pendampingan diberikan karena R dinilai mengalami tekanan akibat sorotan publik. 

“Kondisinya itu dia dalam tekanan juga. Dia kemarin sudah didampingi DP3KB dan UPTD Satgas dan UPTD PPA, memberikan pendampingan secara psikologis untuk R,” kata Kepala Dinas Pendidikan Tangsel, Deden Deni. 

Deden menekankan, hak belajar R tetap harus dipenuhi. 

Untuk sementara, kegiatan belajar mengajar bagi R dilakukan secara daring menyesuaikan kondisi psikologisnya. 

“Anak dikasih pilihan mau sekolah atau enggak, karena kondisinya masih dalam tekanan jadi secara online,” ujar Deden.

Baca juga: Puan Minta Kasus Bullying di Sekolah Tak Boleh Terulang: Ini Sudah Darurat

KPAI Turun Tangan

Sebelumnya terkait proses hukum kasus dugaan bullying tersebut, kuasa hukum keluarga korban, Alvian mengatakan keluarga menyampaikan laporan atas kasus ini telah dibuat oleh KPAI.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merekomendasikan agar kasus dugaan perundungan yang terjadi di SMP Negeri 19 Kota Tangerang Selatan dilanjutkan ke jalur hukum. 

Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini mengatakan keputusan ini diambil setelah upaya mediasi internal sekolah dinilai belum menyelesaikan masalah.

Menurutnya, langkah hukum penting dilakukan agar fakta kasus benar-benar terungkap dan memberikan keadilan bagi korban.

“Kalau bisa diselesaikan di sekolah, ya diselesaikan di sekolah. Tapi kalau tidak bisa, ya silakan diproses hukum. Karena dengan proses hukum, kita bisa tahu duduk perkaranya dan bagaimana penyelesaiannya,” ujar Diyah Puspitarini saat ditemui di Polres Tangerang Selatan, Serpong, Tangsel, Selasa (11/11/2025).

Menurut Diyah, dari hasil pengawasan KPAI, unsur bullying sudah jelas terlihat, apalagi korban mengalami luka fisik. Karena itu, pihaknya mendukung langkah kepolisian untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

“Kami mengakui ada bullying, dan apakah terjadi luka-luka? Kan ada. Jadi tidak apa-apa, diproses hukum saja,” tegasnya.

Diyah menambahkan, proses hukum tetap bisa dilakukan meski pelaku masih di bawah umur. 

Hal ini Sesuai Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), lanjut Diyah, anak pelaku tindak pidana mendapat perlakuan khusus, mulai dari pendampingan psikologis hingga perlindungan hukum.

“Tidak apa-apa, pelaku di bawah umur juga bisa diproses, karena sudah ada mekanismenya di dalam SPPA,” jelasnya.

Selain mendorong penegakan hukum, KPAI mengingatkan pentingnya dukungan psikologis bagi korban dan pelaku. 

Ia menegaskan, berdasarkan Pasal 59A Undang-Undang Perlindungan Anak, setiap kasus yang melibatkan anak wajib ditangani dengan proses yang cepat, didampingi tenaga profesional, dan mendapatkan bantuan sosial serta perlindungan hukum.

Diah menilai, kasus bullying yang marak di sekolah saat ini perlu menjadi perhatian serius.

Ia menilai fenomena perundungan di kalangan pelajar generasi Z dan Alpha semakin kompleks karena pengaruh media sosial dan lemahnya ketahanan psikologis anak.

"Hari ini bullying tidak bisa dianggap remeh. Anak-anak sekarang kalau dibully bisa melakukan tindakan di luar kendali, karena mereka hidup di dua dunia nyata dan maya. Jadi ini harus jadi alarm bagi semua pihak,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Seorang siswa SMPN 19 Kota Tangerang Selatan berinisial MH mengalami tindak kekerasan setelah kepalanya dijedotkan ke kursi besi oleh teman sekelasnya berinisial RI.

Kepala SMP Negeri di Tangsel, Frida Tesalonika mengatakan kejadian tersebut terjadi Senin, (20/10/2025) saat jam istirahat di dalam kelas.

"Kronologis kebetulan Senin, super visit kelas di kelas itu, tidak ada tanda. Kejadian di jam istirahat, menurut informasi anak dijedotin ke bangku," ujar Frida Tesalonik, Serpong, Tangsel, Selasa (11/11/2025).

Frida Tesalonik mengatakan saat kunjungan di jam pelajaran terakhir, pembelajaran berjalan dengan baik, inovatif, dan menyenangkan. 

Guru pengajar dinilai mempersiapkan pembelajaran dengan matang, menggunakan alat pendukung seperti proyektor, dan suasana kelas terlihat kondusif serta siswa tampak senang dan aktif. Tidak ada indikasi kejadian khusus pada waktu tersebut.

Beberapa saat kemudian, ia mendapat foto korban dalam kondisi bagian matanya tertutup akibat luka. 

"Saya mendapat foto ananda MH sudah tertutup matanya," ujar Frida.

Pada hari Rabu, lanjut Frida, orang tua korban datang ke sekolah untuk melakukan klarifikasi dan penyelesaian masalah. 

Ia segera menindaklanjuti dan memfasilitasi mediasi antara kedua belah pihak orang tua korban dan orang tua pelaku.

"Terjadilah kesepakatan kedua belah pihak, tertuang dalam surat pernyataan kesanggupan si orang tua pelaku untuk membiayai si korban, untuk mata dan kepala," ujar Frida.

Menurut Frida proses penyelesaian berjalan dengan baik, pihak sekolah telah melakukan mediasi dan memastikan tidak ada konflik lanjutan. 

Pada hari Kamis, Frida mengatakan wali kelas berkunjung ke rumah korban untuk menengok kondisi siswa yang sempat mengalami lemas pada tangan dan kaki. 

Dalam kunjungan tersebut, wali kelas membawa buah tangan sebagai bentuk empati dan dukungan


Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved