Sabtu, 13 September 2025

Pilkada Serentak 2024

MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di 24 Daerah, Pengamat: KPU Tidak Belajar

Titi Anggraini menilai jumlah sengketa hasil yang kini berujung pada pemungutan suara ulang (PSU) adalah imbas KPU tidak berbenah.

Istimewa
PEMUNGUTAN SUARA ULANG - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dalam Forum Diskusi Faktual Pemenuhan Hak Pilih Kelompok Rentan pada Pemilu Serentak 2024 secara daring, Senin (20/2/2023). Titi Anggraini menilai jumlah sengketa hasil yang kini berujung pada pemungutan suara ulang (PSU) adalah imbas KPU tidak berbenah melalui pemilihan sebelumnya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) seharusnya dapat belajar dari proses pemilihan presiden (Pilpres) hingga pemilihan legislatif (Pileg) sebelumnya untuk diterapkan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.

Proses pembelajaran itu diharapkan agar hasil dari pilkada tidak berujung dengan banyaknya sengketa perselisihan hasil di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Besok Komisi II DPR Panggil KPU dan Bawaslu Imbas Putusan MK yang Perintahkan PSU di 24 Wilayah

Pengamat kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini menilai jumlah sengketa hasil yang kini berujung pada pemungutan suara ulang (PSU) adalah imbas KPU tidak berbenah melalui pemilihan sebelumnya.

“Kalau dilihat dari perkara yang dikabulkan, sebagian di antaranya disebabkan oleh pengabaian dan pengingkaran KPU terhadap Putusan MK, UU Pilkada, ataupun aturan main yang ada,” kata Titi saat dihubungi, Rabu (26/2/2025).

Baca juga: PSU di 24 Daerah Disebabkan KPU dan Bawaslu Tidak Profesional

“Hal ini seolah tidak ada pembelajaran dan efek jera pasca-pilpres dan pemilu legislatif di mana MK sudah membatalkan hasil pemilu di sejumlah dapil akibat ketidakprofesionalan penyelenggara,” ia menambahkan. 

Titi membeberkan, terdapat beberapa persoalan yang jadi kontributor sehingga MK memerintahkan PSU di sejumlah daerah. 

Pertama, adalah terkait pelanggaran syarat calon berupa tidak mengumumkan status sebagai mantan terpidana, masih berstatus terpidana, masa jabatan calon petahana yang sudah dua periode, ataupun ijazah yang digunakan tidak absah.

Kedua, pelanggaran prosedur dalam penggunaan hak pilih di tempat pemungutan suara.

Kemudian ihwal terjadinya kecurangan yang sistematis, terstruktur, dan masif khususnya terkait ketidaknetralan petahana, pejabat negara, pejabat daerah kepala desa serta praktik politik uang (vote buying) yang meluas.

“Keempat, pilkada bercalon tunggal yang diselenggarakan tanpa opsi kotak kosong di surat suara,” jelas Titi. 

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah bergerak melakukan koordinasi sebagai upaya tindak lanjut untuk 24 daerah yang diperintah melakukan PSU.

Ketua Divisi Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Iffa Rosita, mengatakan ada beberapa langkah yang saat ini tengah mereka lakukan.

"Kami sudah bergerak sejak malam tadi," kata Iffa saat dikonfirmasi, Selasa (25/2/2025).

Baca juga: Efisiensi Anggaran Jadi Aspek Penting yang Dikaji KPU untuk PSU 24 Daerah

Pertama, KPU langsung mengarahkan satuan kerja di daerah-daerah yang harus melaksanakan PSU.

Pengarah tersebut terkait perencanaan lini waktu atau timeline PSU dalam waktu yang terbatas.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan