Jumat, 31 Oktober 2025

Proyek Kereta Cepat

Kejanggalan Whoosh di Mata Pengamat Agus Sarwono: Bermasalah Sejak Awal, Kok Tiba-tiba Jadi PSN?

Peneliti TI Indonesia Agus Sarwono menilai, ada yang janggal ketika Whoosh tiba-tiba menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).

Dok. Agus Suparto BPMI Setpres
PROYEK KERETA CEPAT WHOOSH - Dalam Foto: Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat berfoto dengan Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta Timur, sebelum berangkat menuju Stasiun Padalarang, Jawa Barat, Rabu (13/9/2023). Peneliti Sektor Pengadaan dan Partisipasi Publik dari Transparansi Internasional (TI) Indonesia Agus Sarwono menyoroti kejanggalan dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh yang diresmikan di era Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). 

Proses penilaian yang dilakukan TI Indonesia menemukan bahwa indikasi risiko korupsi pada proyek Whoosh sangat tinggi.

Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa indikasi adanya state capture corruption (bentuk korupsi yang melibatkan kolusi antara pejabat, politisi, dan pengusaha untuk memengaruhi peraturan demi keuntungan pribadi atau kelompok) dalam pengambilan keputusan proyek KCJB. 

1. Patut diduga beberapa pejabat melibatkan kepentingan pribadinya dengan mengusahakan agar proyek ini terus dibangun.

Dugaan ini, diikuti dengan indikasi bahwa informasi terkait perencanaan proyek yang disampaikan kepada Presiden tidak cukup memadai.

Adapun kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam tawaran China juga diduga tidak secara jujur disampaikan karena faktor kepentingan. 

Jika kembali membaca konteks pemilihan sebetulnya, tampak ada upaya sistematis untuk melakukan undue influence lewat penandatanganan MoU pengerjaan proyek Kereta Cepat.

2. Seleksi calon investor tidak komprehensif dan perencanaan proyek tidak matang. Tim penilai proposal terindikasi tidak mempertimbangkan secara seksama proposal yang disampaikan.

Hal ini terbukti dalam tahapan pengerjaan proyek muncul biaya tidak terduga yang mengakibatkan pembengkakan tidak diantisipasi dalam feasibility study, seperti pada tahapan pembebasan lahan.

3. Kurang adanya keterlibatan pihak eksternal dan kurang berjalannya mekanisme checks and balances.

4. Informasi terkait legalitas dan dokumen kelayakan proyek terkesan tertutup di mana nyaris publik tidak dapat mengaksesnya.

Salah satu faktor utamanya adalah buruknya keterbukaan informasi terkait proses pra-pengerjaan proyek.

Dokumen-dokumen penting seperti laporan tahunan proyek kereta cepat, laporan audit kereta cepat, HPS kereta cepat, KAK kereta cepat, dokumen kontrak kereta cepat, dokumen studi kelayakan kereta cepat, dan AMDAL kereta cepat pada website milik konsorsium BUMN termasuk kementerian yang terkait hingga milik PT. KCIC itu sendiri cenderung tidak tersedia dan/atau kurang memadai.

*) Analisis TI Indonesia terhadap Whoosh dikutip dari artikel AMICUS CURIAE Transparency International Indonesia dalam Perkara Nomor 112/PUU-XXIII/2025 yang dipublikasikan pada September 2025. Akses di sini.

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved