Kasus Suap Ekspor CPO
Hakim Agam Syarif Berharap Divonis Ringan dalam Kasus Suap CPO, Sebut Diri Sapu Kotor
Hakim nonaktif Agam Syarif Baharuddin berharap majelis hakim memberikan vonis ringan terhadap dirinya.
"Saya berharap semoga, sapu yang kotor itu bisa membersihkan dirinya atau dibersihkan atau diganti oleh sapu-sapu yang bersih," ucapnya.
Awal Mula Suap Hakim
Peristiwa berawal dari tiga korporasi besar yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group divonis lepas Djuyamto Cs.
Padahal tiga korporasi tersebut dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.
Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti berbeda-beda.
- PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun)
- Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar)
- Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun)
Uang pengganti itu dituntut Jaksa agar dibayarkan ketiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.
Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim Pengadilan Negeri jakarta Pusat yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau ontslag pada Maret 2025.
Tak puas dengan putusan ini, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan pasca adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut.
Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim PN Jakarta Pusat tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.
Kemudian eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan turut jadi tersangka.
Dalam kasus ini, jaksa mendakwa lima hakim dan pegawai pengadilan menerima suap dengan total nilai mencapai Rp 40 miliar.
Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
Kemudian, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.