Selasa, 18 November 2025

Polri di Jabatan Sipil, Jumhur Beberkan Pengamalannya Kerja Sama dengan Polisi

Menurut Jumhur, pelibatan aparat Polri dalam beberapa sektor justru dapat membantu efektivitas kerja lembaga sipil

Penulis: Erik S
Editor: Eko Sutriyanto
Istimewa
PELIBATAN POLISI - Mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), kini Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), Jumhur Hidayat. Menurut Jumhur, pelibatan aparat Polri dalam beberapa sektor justru dapat membantu efektivitas kerja lembaga sipil, terutama yang bersentuhan dengan isu-isu penegakan hukum. 

Ringkasan Berita:
  • MK larang polisi aktif jabat di lembaga sipil
  • Perwira polisi harus mengundurkan diri dari polisi jika menjabat di lembaga sipil
  • Pelibatan aparat Polri dalam beberapa sektor justru dapat membantu efektivitas kerja lembaga sipil

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 kembali menegaskan batas tegas antara institusi kepolisian dan jabatan di lembaga sipil.

Dalam sidang pleno yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo pada Kamis (13/11/2025), MK menegaskan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki posisi di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif. 

Putusan ini memperkuat prinsip netralitas serta pembatasan kewenangan militer dan kepolisian dalam ranah sipil.

Di tengah respons publik terhadap putusan tersebut, suara berbeda datang dari mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), kini Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), Jumhur Hidayat.

Menurut Jumhur, pelibatan aparat Polri dalam beberapa sektor justru dapat membantu efektivitas kerja lembaga sipil, terutama yang bersentuhan dengan isu-isu penegakan hukum.

Jumhur memaparkan pengalamannya saat memimpin BNP2TKI pada 2007–2014.

Baca juga: Hormati Rencana DPR Bentuk Panja Penegakan Hukum, Kejagung: Kami Terbuka Terhadap Kritik

Menurut dia, persoalan pekerja migran pada masa itu tidak hanya berhubungan dengan administrasi penempatan, tetapi juga tindak pidana yang berkaitan dengan pemalsuan dokumen, penyelundupan manusia, dan perdagangan orang. 

Kejahatan tersebut kerap disamarkan dalam proses penempatan pekerja migran, sehingga memerlukan penanganan cepat dan terkoordinasi.

“Saya ingat betul, urusan TKI—sekarang PMI—sangat erat dengan pemalsuan dokumen hingga penyelundupan dan perdagangan orang. Itu semua disamarkan seolah penempatan PMI. Ketika kami mengetahui ada potensi kejahatan, saya perintahkan polisi berpangkat brigadir jenderal yang bertugas di kantor saya untuk menindak. Instruksi itu efektif karena ia bisa langsung berkoordinasi teknis dengan Polda terkait,” ujar Jumhur dalam keterangannya, Senin (17/11/2025).

Bagi Jumhur, pengalaman tersebut menunjukkan bahwa keberadaan perwira Polri dalam struktur lembaga sipil tertentu dapat meningkatkan kecepatan respons dan efektivitas koordinasi, terutama pada sektor yang bersinggungan langsung dengan tindak kriminal.

Karena itu, ia menilai penerapan putusan MK sebaiknya tidak dilakukan secara seragam untuk semua lembaga.

“Terkait putusan MK itu, jangan dipukul rata. Tetap beri peluang bila ada lembaga sipil yang memang memerlukan fungsi aparat kepolisian untuk kelancaran tugasnya,” kata Jumhur.

Meski demikian, ia menegaskan perlunya batasan yang jelas agar pelibatan anggota Polri tidak meluas tanpa kendali.

Menurut dia, pengaturan lebih lanjut dapat diformulasikan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atau Peraturan Presiden yang merinci sektor atau kondisi tertentu yang memungkinkan keterlibatan Polri.

“Intinya jangan pukul rata, tapi pilah-pilah saja. Jangan kebablasan. Semua ada takarannya. Kalau pas, ya bagus,” pungkas Jumhur.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved