Kamis, 20 November 2025

Wakapolri: Fenomena Kekerasan Aparat Picu Evaluasi Besar di Internal Polri

Brutalitas polisi (police brutality) yang mencuat sejak akhir 2024 hingga awal 2025  diakui sebagai alarm keras oleh internal Polri. 

Penulis: Reza Deni
Fahmi Ramadhan/Tribunnews.com
EVALUASI INTERNAL - Wakapolri Komjen Pol Dedi Prasetyo. Ia mengakui fenomena brutalitas polisi signifikan, termasuk penggunaan senjata api berlebihan yang menimbulkan korban jiwa di berbagai daerah. 

Ringkasan Berita:
  • Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo mengakui fenomena brutalitas polisi signifikan, termasuk penggunaan senjata api berlebihan yang menimbulkan korban jiwa di berbagai daerah.
  • Polri mencatat keluhan publik meningkat, dengan 11 masalah utama menurut masyarakat dan 21 persoalan menurut internal Polri, mayoritas dari jajaran kewilayahan.
  • Polri menggandeng Litbang Kompas untuk memetakan persoalan; hasilnya, tugas Kamtibmas diapresiasi, tetapi penegakan hukum dan pelayanan publik harus diperbaiki.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Brutalitas polisi (police brutality) yang mencuat sejak akhir 2024 hingga awal 2025  diakui sebagai alarm keras oleh internal Polri. 

Hal itu sebagaimana dikatakan Wakapolri Komjen Pol Dedi Prasetyo  dalam rapat bersama Komisi III DPR RI.

Dedi menyebut fenomena kekerasan aparat, termasuk penggunaan senjata api secara berlebihan, telah memicu evaluasi besar-besaran dari Mabes Polri.

“Kami melihat terjadi fenomena police brutality yang cukup signifikan. Banyak komplain publik, banyak korban, dan ini sudah kami deteksi sejak awal Januari,” ujar Dedi dalam paparannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Dedi menyebut penyalahgunaan kekuatan polisi bukan sekadar kasus insidental.

“Penggunaan senjata api secara berlebihan mengakibatkan anggota polisi meninggal dunia, masyarakat meninggal dunia. Terjadi di Solok Selatan, Bangka Belitung, Semarang, Papua Barat, Sulawesi Selatan, dan wilayah lain,” kata dia.

Dedi melanjutkan keluhan publik (public complain) juga meningkat dan terjadi di semua wilayah.

Karena itulah, Polri menggandeng sejumlah pihak, di antaranya Litbang Kompas, untuk memetakan persoalan. 

Hasilnya, tugas Kamtibmas mendapat apresiasi positif dari masyarakat, tetapi aspek penegakan hukum (gakum) dan pelayanan publik justru menjadi “wilayah merah” yang harus diperbaiki.

“Ini catatan merah kami, dan ini harus kami selesaikan segera,” kata Dedi.

Polri juga mencatat 11 masalah utama yang dilihat masyarakat, mulai dari kekerasan hingga pungli, sementara internal Polri melihat 21 persoalan yang harus dibenahi.

Dedi mengungkapkan, mayoritas persoalan bersumber dari jajaran kewilayahan.

“Sebanyak 62 persen masalah polisi ada di tingkat wilayah. Ini yang sedang kami susun untuk perbaikan dari Januari sampai Juli 2025,” tandasnya.

Sebelumnya, Komisi III DPR menggelar rapat perdana bersama Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Mahkamah Agung (MA), untuk membahas langkah strategis penegakan reformasi hukum di Indonesia.

Nantinya, rapat tersebut akan diakhir dengan pembentukan panitia kerja Reformasi Hukum.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved