DKPP Berharap Dapat Tambahan Gedung untuk Sidang Etik Penyelenggaraan Pemilu, Kewalahan?
DKPP ingin menambah gedung di daerah untuk atasi tingginya pelanggaran etik penyelenggara pemilu, meski anggarannya terbatas
Ringkasan Berita:
- Ketua DKPP Heddy Lugito berharap penambahan gedung di beberapa wilayah untuk menanggulangi tingginya pelanggaran etik.
- DKPP saat ini hanya memiliki satu gedung utama di Jakarta dan meminjam fasilitas KPU dan Bawaslu saat persidangan daerah. Meski anggaran relatif kecil dibanding KPU dan Bawaslu,
- Heddy menilai DKPP cukup menangani pengaduan, yang tahun ini mencapai 205 perkara.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito berharap mendapat penambahan gedung di sejumlah wilayah.
Sebab DKPP hanya punya satu gedung utama di Jakarta. Sementara pelanggaran etik kerap terjadi di sejumlah daerah.
Dalam hal DKPP melakukan persidangan di daerah, mereka meminjam gedung milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat.
“Misalnya, DKPP diberi wewenang untuk membentuk kantor-kantor perwakilan di daerah, terutama daerah yang pelanggaran etiknya besar,” kata Heddy kepada wartawan di Kabupaten Serang, Banten, Jumat (22/11/2025).
Sejumlah wilayah itu meliputi Papua, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa, dan Aceh.
Terkait anggaran, Heddy menyebut mereka tidak kekurangan sejak tahun 2024. Angkanya pun terus bertambah.
Pada tahun 2024 anggaran DKPP adalah Rp76.268.173.000, tahun 2025 Rp89.271.812.000, dan tahun 2026 Rp105.160.634.000.
Baca juga: KPK Pelajari Putusan DKPP soal Jet Pribadi KPU, Bakal Jadi Pengayaan Penanganan Laporan
Namun dibanding KPU dan Bawaslu, DKPP punya anggaran paling kecil.
Pada 2025, KPU mengelola anggaran sekitar Rp3 triliun, sementara Bawaslu berada di kisaran Rp2,4 triliun sebelum dilakukan efisiensi.
“Anggaran sekarang sudah cukup, ya. Kita sudah cukup, meskipun kecil ya, tapi cukup, karena lembaganya cuma kecil, nanti kalau diberi besar-besar malah enggak bisa dimanfaatkan secara bagus,” tuturnya.
Ketika dipastikan kembali apakah dengan kondisi saat ini DKPP mengalami kewalahan dalam menangani perkara, Heddy mengelak.
“Enggak juga sih kewalahan, karena tidak ada masalah kadaluarsanya di pengaduan etiknya. Ya sabar saja, pelan-pelan nanti juga selesai,” tuturnya.
Heddy menyampaikan bahwa jumlah pengaduan dugaan pelanggaran etik pada penyelenggara pemilu masih tinggi.
Pada tahun lalu, DKPP menerima 793 aduan, sementara pada tahun ini jumlahnya mencapai 205 perkara.
Jika digabungkan, total pengaduan yang berkaitan dengan pemilu dan pilkada berada di kisaran seribuan perkara.
Sumber: Tribunnews.com
| Dikabarkan 3 Pembakar Rumah Hakim Khamozaro Waruwu di Medan Ditangkap, Terungkap Sosok dan Motifnya |
|
|---|
| Sosok AKBP Rossa Purba Bekti, Kasatgas KPK yang Dilaporkan, Diduga Hambat Pemeriksaan Bobby Nasution |
|
|---|
| Diduga Hambat Pemeriksaan Bobby Nasution, Kasatgas KPK AKBP Rossa Purbo Bekti Dilaporkan ke Dewas |
|
|---|
| Sebelum Ditemukan Tewas Misterius, Mahasiswa di Medan Sempat Cerita Ban Motor Mendadak Bocor |
|
|---|
| ICW Sebut Penyidik KPK Usulkan Periksa Bobby Nasution, Tapi Kasatgas Tak Berani |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.