Sabtu, 15 November 2025

Penculikan Balita di Makassar

5 Analisa Sosiolog Soal Penculikan Bilqis di Makassar, Mengapa Bisa Terjadi?

Kasus Bilqis bongkar disorganisasi sosial dan wajah baru kejahatan anak di era digital. Empati jadi alarm.

Editor: Glery Lazuardi
TribunSolo.com/Anang Maruf Bagus Yuniar
PENCULIKAN BILQIS - Rumah Nadia Hutri (29), pelaku penculikan bilqis di Sukoharjo, di Desa Kepuh, Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Senin (10/11/2025). Menurut informasi yang dihimpun, NH membeli rumah tersebut sekitar satu tahun lalu melalui program rumah subsidi. 

Pemerintah perlu memastikan infrastruktur keamanan publik memadai, misalnya CCTV di area bermain anak, patroli rutin di titik rawan, dan prosedur tanggap darurat ketika ada laporan anak hilang.

Sistem hukum juga harus tegas memberikan efek jera.

Walau hukuman 15 tahun menanti para pelaku, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai jerat hukum perdagangan bayi/anak selama ini “belum optimal” dan cenderung lemah. 

Revisi regulasi mungkin diperlukan untuk menutup celah hukum, termasuk memperberat hukuman bagi yang terlibat jaringan perdagangan anak. 

Selain penindakan, upaya preventif pemerintah bisa berupa kampanye edukasi tentang bahaya penculikan dan perdagangan anak, serta layanan aduan yang responsif bagi masyarakat.

KPAI mencatat pada tahun 2023 saja terdapat 64 aduan kasus eksploitasi dan perdagangan anak, meningkat dari 33 kasus di 2022, dan angka nyata bisa lebih tinggi karena banyak yang tak terlapor.

Ini menunjukkan urgensi peran negara dalam melindungi kelompok paling rentan ini secara lebih proaktif.

Keempat, media, baik jurnalisme maupun media sosial, turut menjadi arena kontrol sosial.

Maraknya isu penculikan anak di media sosial, termasuk kadang berita hoaks, menunjukkan dua sisi mata uang. 

Satu sisi, media dapat menyebarkan kepanikan yang kontraproduktif; namun di sisi lain, media sangat efektif menggalang perhatian dan sumber daya masyarakat saat terjadi kasus nyata. 

Dalam kasus Bilqis, media lokal hingga nasional cepat mengabarkan hilangnya sang bocah, sehingga tekanan publik mendorong aparat bergerak cepat.

Di era digital, setiap orang bisa membantu kontrol sosial dengan cara sederhana, membagikan poster anak hilang yang valid, memberikan informasi jika melihat sesuatu, dan tidak ikut menyebarkan rumor tak berdasar.

 

Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com 

Sumber: Tribun Timur
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved