Rabu, 3 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Ketidakmampuan Penguasa Membaca 'Kode' Rakyat Secara Responsif

Sejak covid 19 melanda dunia dan negeri, kondisi ekonomi memburuk. Terjadi fluktuasi ekonomi dan pemulihannya memerlukan waktu.  

Dok Pribadi
Andi Muhammad Jufri, Tenaga Ahli Wamen KPPPA /Tim Pemberdayaan Kegiatan Sinergisitas Antar KL- BNPT Tahun 2017-2024. 

Berutang adalah solusinya. Apalagi saat pendapatan negara turun akibat Covid 19. Pada triwulan I  2025, utang Indonesia mencapai US$ 430,4 miliar atau sekitar Rp 7.144,6 triliun (Bank Indonesia, 15 Mei 2025).

Padahal konsekuensi atas utang yang besar ini, akan membebani fiskal  anggaran negara dan potensi penurunan kualitas layanan publik karena porsi anggaran untuk membayar  utang dan bunga juga  semakin besar. 

Tekanan atas beban fiskal anggaran negara dan prioritas pembangunan Presiden Prabowo Subianto, mendorong lahirnya kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.

Kebijakan ini ditantang oleh mahasiswa karena khawatir berdampak pada masa depan mereka dan rakyat.  "Kode" dengan tagar "Indonesia Gelap" dengan 7 (tujuh) tuntutan, menggema di dunia sosial dan mahasiswa berdemo di seluruh Indonesia pada Bulan Februari 2025. 

Kebijakan efisiensi anggaran yang berimbas pada potongan dana pendidikan, gangguan layanan publik, pemutusan hubungan kerja dan lainnya, memunculkan kegelisahan dan kekecewaan publik, terutama generasi muda.

Pada bulan Februari 2025 juga muncul "kode"  tagar  #Kaburajadulu,  yang menjadi tren di media sosial sebagai ekspresi ingin mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri.

Fenomena ini merupakan  "kode" harapan agar kebijakan pemerintah mempastikan tumbuhnya kehidupan yang lebih berkualitas dan sejahtera di negeri ini. 

Jelang HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke -80, 17 Agustus 2025, muncul fenomena pengibaran bendera bajak laut dari "anime One Piece" bergambar tengkorak bertopi jerami, oleh sejumlah warga di berbagai wilayah dan kemudian viral di media sosial.

Bendera "One Piece" merupakan simbol pemberontakan, kebebasan, dan solidaritas kaum tertindas. Fenomena ini sebagai "kode"  bahwa sebagian rakyat merasa  tertinggal, kecewa dan belum merasakan buah kemerdekaan. 
 
Dinamika pertumbuhan ekonomi dan efisiensi anggaran juga telah mendorong  pemerintah daerah di berbagai tempat, menaikkan postur anggaran daerah melalui penetapan kenaikan pajak bumi dan bangunan, di tengah kondisi ekonomi rakyat yang kempas kempis.

Rakyat yang mendapat tekanan dan beban bergejolak. Sepanjang Agustus 2025, aksi demo pun menjalar dari Pati (Jawa Tengah), Bone (Sulawesi Selatan), Cirebon (Jawa Barat), Jombang (Jawa Timur), Semarang (Jawa Tengah), dan berbagai daerah lainnya. 

Di tengah keprihatinan berbagai "kode" dari rakyat, kesadaran kritis dan empati para sebagian pengambil kebijakan lumpuh. Segala "kode" tidak terbaca dan atau terbaca tapi terabaikan.  

Bahkan tuduhan dapat berbalik kepada rakyat yang memberi "kode".  

Padahal rakyat menunggu solusi dan aksi nyata agar tekanan hidup yang mereka alami dapat dinormalkan atau minimal dikurangi. 

Para elite negeri semakin menunjukkan kebutaan dan kepongahan. Gaji dan tunjangan wakil rakyat di Senayan dinaikkan dengan harga fantastik.

Di tengah penderitaan rakyat, wakil mereka bangga atas gaji dan tunjangan tersebut. Rakyat gigit jari. Lontaran kata dan kalimat kekecewaan dan protes rakyat, terayun di media sosial.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan