Jumat, 10 Oktober 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Program MBG Diharapkan Jadi Motor Penggerak Kesejahteraan Rakyat

Efek produksi, di mana petani dan nelayan memperoleh kepastian pasar. Kedua, efek distribusi, karena koperasi dan pelaku logistik lokal ikut bergerak.

ISTIMEWA
MAKAN BERGIZI GRATIS - Program MBG menciptakan lapangan kerja baru seperti juru masak, tenaga logistik, hingga pekerja harian yang terlibat dalam proses penyediaan makanan bergizi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto diharapkan bisa menjadi motor penggerak untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terutama masyarakat bawah di daerah pelosok.

Dengan demikian, program MBG tidak hanya berfokus pada pemenuhan gizi anak-anak sekolah.

“Program MBG bukan semata tentang memastikan anak-anak mendapatkan gizi seimbang, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi rakyat menengah ke bawah,” ujar kata Ketua Advokasi Persaudaraan Tani-Nelayan Indonesia (PETANI) Tunjung Budi Utomo dikutip Rabu (8/10/2025).

Baca juga: SPPG Sebut Menu MBG Berupa Kentang dan Pangsit di Depok Penuhi Standar Gizi, Ini Kata Kepala BGN 

Tunjung menjelaskan,  efek ekonomi dari MBG dapat dilihat dari tiga aspek utama. Pertama, efek produksi, di mana petani dan nelayan memperoleh kepastian pasar. Kedua, efek distribusi, karena koperasi dan pelaku logistik lokal ikut bergerak.

Ketiga, efek konsumsi, di mana keluarga penerima manfaat terbantu karena beban biaya makan anak berkurang, sehingga daya beli terhadap kebutuhan lain meningkat.

Selain itu, program MBG juga menciptakan lapangan kerja baru seperti juru masak, tenaga logistik, hingga pekerja harian yang terlibat dalam proses penyediaan makanan bergizi.

“Setiap rupiah yang digelontorkan negara melalui MBG kembali ke rakyat. Ini bukan sekadar bantuan sosial, tapi sirkulasi ekonomi rakyat yang nyata,” kata Tunjung menegaskan.

Tunjung juga menilai sifat program MBG cukup inklusif karena melibatkan berbagai lapisan masyarakat mulai dari koperasi desa, petani, nelayan, hingga pelaku usaha kecil dan menengah di daerah,

“Setiap bahan pangan dalam program ini berasal dari masyarakat sendiri, mulai dari beras, sayur mayur, ikan, telur, hingga buah dan olahan rumahan. MBG mendorong ekonomi partisipatif dan membuka kesempatan luas bagi usaha kecil di berbagai daerah,” kata dia.

Dalam pelaksanaannya, koperasi desa memiliki peran strategis sebagai penghubung antara petani dan konsumen.

Program MBG menurut dia menjadi strategis karena memberikan kepastian pasar yang berkelanjutan bagi para petani dan nelayan. Dampaknya terasa nyata, mulai dari peningkatan pendapatan, peningkatan kapasitas produksi, peningkatan standar kualitas hasil pertanian, hingga terciptanya lapangan kerja baru.

“Seperti yang diharapkan Bapak Presiden Prabowo, program ini menghadirkan efek berganda di sekitar dapur MBG. Banyak masyarakat kini bisa bekerja dan berdaya di lingkungannya sendiri,” ungkapnya.

Ia juga membantah isu negatif yang menyebut MBG hanya dikuasai oleh segelintir pihak. Menurutnya, program ini justru dirancang untuk pemerataan ekonomi dan memperluas akses pasar bagi rakyat kecil yang selama ini terpinggirkan.

“Melalui keterlibatan koperasi, petani, dan nelayan, MBG menjadi simbol bahwa pembangunan nasional harus dijalankan secara gotong royong. Ini jalan menuju Indonesia yang sehat, kuat, dan sejahtera,” kata dia.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkap fakta mengejutkan tentang kondisi gizi anak-anak Indonesia. Berdasarkan data yang ia paparkan, sekitar 60 persen anak di Tanah Air tidak memiliki akses terhadap makanan dengan gizi seimbang.

“Tidak heran jika 60 persen anak yang kita temui tidak punya akses terhadap menu dengan gizi seimbang,” ujar Dadan dalam paparan virtualnya, Selasa (7/10/2025).

Menurut Dadan, sebagian besar anak-anak tersebut berasal dari keluarga miskin dan rentan miskin. Pola makan mereka cenderung bergantung pada sumber karbohidrat murah tanpa asupan protein dan mikronutrien yang cukup.

“Mereka makan asal ada nasi, ada kerupuk, ada mie, ada bala-bala, ada kentang. Jadi semuanya karbohidrat. Dan hampir 60 persen dari mereka juga hampir tidak pernah minum susu karena tidak mampu beli susu,” jelasnya.

Dadan menegaskan, kondisi itu bukan sekadar isu kesehatan. Akan tetapi, fakta itu juga ancaman bagi kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan.

Hingga saat ini sudah terdapat 10.681 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang beroperasi di seluruh Indonesia dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Menurutnya, seluruh satuan tersebut berdiri tanpa menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Perlu diketahui bahwa hari ini BGN sudah berhasil mengoperasikan 10.681 SPPG di seluruh Indonesia dengan target di akhir tahun akan ada 25.400 SPPG, termasuk 6.000 SPPG di daerah 3T,” ujar Dadan dalam paparan virtual, Selasa (7/10/2025).

Dadan menjelaskan, seluruh SPPG yang beroperasi saat ini merupakan hasil kontribusi dan inisiatif para mitra lokal yang terlibat dalam pelaksanaan program MBG.

“Saya kira butuh keterlibatan pihak dalam berbagai aspek termasuk membangun SPPG yang saat ini 100 persen dari 10.681 itu adalah kontribusi dari para mitra dan belum satu pun SPPG yang dibangun melalui dana APBN,” ungkapnya. (tribunnews/fin)

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved