Konflik Palestina Vs Israel
AS Usulkan Gaza Dibagi Dua: Zona Hijau Dibangun Ulang, Zona Merah Tetap Reruntuhan
Terungkap rencana AS membagi Gaza jadi zona hijau untuk rekonstruksi dan zona merah yang dibiarkan hancur, picu kekhawatiran internasional.
Ringkasan Berita:
- AS mengusulkan pembagian Gaza menjadi “zona hijau” untuk rekonstruksi dan “zona merah” yang tetap hancur, dipisahkan garis kuning yang kini dikuasai Israel.
- The Guardian melaporkan rencana ini masih cair dan memicu kekhawatiran global, termasuk soal Pasukan Stabilisasi Internasional yang belum jelas negara pendukungnya.
- Lebih 80 persen bangunan Gaza rusak, sementara bantuan terhambat.
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) mengusulkan pembagian Gaza menjadi dua wilayah jangka panjang.
Pertama, zona hijau yang berada di bawah kendali militer Israel dan pasukan internasional untuk memulai rekonstruksi.
Kedua zona merah yang dibiarkan tetap hancur setelah dua tahun perang.
The Guardian melaporkan rencana ini disusun berdasarkan dokumen perencanaan militer AS serta keterangan sejumlah sumber yang mengetahui proposal tersebut.
Zona hijau dan zona merah akan dipisahkan oleh “garis kuning”.
Garis kuning ini merupakan batas yang ditetapkan Israel ketika melakukan penarikan sebagian pasukan pada fase pertama gencatan senjata yang ditengahi AS bulan lalu.
Pasukan asing rencananya akan dikerahkan di sisi timur Gaza bersama tentara Israel, sementara jutaan warga Palestina tetap terdesak di wilayah yang lebih sempit.
Seorang pejabat AS mengakui rencana tersebut masih sangat cair.
“Idealnya semuanya utuh, tapi itu aspirasi. Ini akan memakan waktu dan tidak mudah,” ujarnya.
Pejabat itu juga mengonfirmasi bahwa proposal lama AS tentang pembangunan kamp “komunitas aman alternatif” telah dibatalkan.
Rencana pembagian Gaza memunculkan pertanyaan besar mengenai komitmen Washington dalam mengubah gencatan senjata menjadi penyelesaian politik permanen.
Baca juga: TNI Siap Terjunkan 20 Ribu Pasukan ke Gaza, Tinggal Menunggu Mandat PBB
Sumber AS menyebut pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) merupakan inti dari rencana perdamaian 20 poin Presiden Donald Trump, akan tetapi belum ada konsensus negara mana yang bersedia mengirim pasukan.
Dokumen yang dilihat The Guardian sempat mencantumkan potensi pengerahan ratusan tentara Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, dan negara-negara Nordik.
Sejumlah pejabat Eropa menilai rencana itu “tidak realistis”, terutama setelah pengalaman panjang mereka di Irak dan Afghanistan.
Hanya Italia yang menyatakan kemungkinan kontribusi.
Washington juga memasukkan Yordania sebagai pemasok hingga 3.000 polisi, meski Raja Abdullah dengan tegas menolak.
Seorang pejabat AS mengatakan isi dokumen bukan final dan banyak ketidakakuratan, menegaskan bahwa perencanaan berlangsung “sangat dinamis dan fluid”.
Meski demikian, kekhawatiran internasional tetap besar, termasuk bahwa garis kuning dapat menjadi perbatasan de facto yang memisahkan warga Palestina dari lebih dari setengah wilayah Gaza.
Rekonstruksi juga menjadi persoalan besar.
Data PBB menunjukkan lebih dari 80 persen bangunan di Gaza rusak atau hancur, termasuk hampir seluruh sekolah dan rumah sakit.
Indian Express melaporkan biaya awal pembangunan kembali diperkirakan mencapai US$70 miliar, sebagian besar diharapkan berasal dari negara-negara Arab seperti Arab Saudi, Qatar, dan UEA.
Namun pembatasan bantuan Israel, termasuk pelarangan barang-barang pokok, membuat pembangunan kembali makin sulit.
Hampir 1,5 juta warga Palestina menunggu bantuan darurat, sementara lebih dari 2 juta lainnya terjebak dalam zona merah yang sempit.
Di sisi diplomatik, Associated Press (AP) melaporkan usulan AS untuk memberi mandat PBB kepada ISF menghadapi penolakan Rusia, Tiongkok, dan beberapa negara Arab.
Mereka meminta Dewan Perdamaian—badan sementara yang akan mengelola Gaza—dihapus dari rancangan resolusi karena dianggap tidak jelas dan tidak memberi peran nyata bagi Otoritas Palestina.
Baca juga: Pelukan Hangat Menhan Sjafrie Antar Jenderal Top Yordania usai Diskusi Soal Gaza
Dalam rancangan resolusi yang beredar, AS menyatakan bahwa setelah reformasi Otoritas Palestina dan kemajuan rekonstruksi tercapai, akan dibuka “jalur yang kredibel” menuju penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina.
Meski demikian, para mediator menilai kondisi Gaza saat ini masih berada di situasi “bukan perang, tapi juga bukan perdamaian”, dengan serangan sporadis Israel, pendudukan yang berlanjut, dan belum adanya pemerintahan sipil Palestina.
Tanpa rencana penarikan yang jelas serta dukungan internasional yang solid, para analis memperingatkan masa depan Gaza dapat tetap terjebak dalam ketidakpastian jangka panjang.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)
Konflik Palestina Vs Israel
| Terungkap, AS Sudah Tahu Pejabat Israel Gunakan Warga Palestina sebagai Perisai Manusia |
|---|
| Houthi Tobat, Janji Setop Serangan ke Kapal Laut Merah dan Israel di Tengah Gencatan Senjata Gaza |
|---|
| Indonesia Disebut Punya Peran Vital dalam Tahap Rekonstruksi Ekonomi di Gaza |
|---|
| Dalih Awasi Gencatan Senjata, AS Siapkan Pangkalan Militer Senilai Rp8 Triliun di Dekat Gaza |
|---|
| Gertak Netanyahu, Macron Minta Israel Setop Caplok Tepi Barat: Eropa Tak Akan Diam |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.