Kamis, 2 Oktober 2025

Kejagung: Kasus Rudapaksa dan Pelecehan Seksual Tak Bisa Dihentikan dengan Restorative Justice

Ketut Sumedana mengatakan dalam penerapan restorative justice oleh Kejaksaan, hal yang paling utama adanya upaya perdamaian dari kedua belah pihak.

Penulis: Dodi Esvandi
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana. 

Ia mengatakan restorative justice kini implementasinya telah bergeser.

Upaya keadilan restoratif ini memberikan kesempatan bagi orang dengan ekonomi tinggi.

"Karena apa pun juga, menarik ya, yang memberikan kesempatan bagi masyarakat dengan kemampuan ekonomi tinggi untuk membeli keadilan," ujar Adang Daradjatun.

"Saya minta kedalaman, ini enggak main-main ya, karena saya lihat di lapangan ini restorative justice ini sudah mulai jual-menjual," kata mantan Wakapolri itu.

Terkait apa yang disampaikan Adang Daradjatun dalam rapat dengan LPSK itu, Ketut Sumedana mengatakan penerapan restorative justice dilakukan berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan ketentuan hukum acara yaitu Pasal 139 dan 140 KUHAP.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa Penuntut Umum mempunyai kewenangan dominus litis terhadap perkara yang sudah dinyatakan lengkap (P.21) dan telah dilaksanakan Tahap II oleh Penyidik.

Kewenangan tersebut ditegaskan kembali dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 30C huruf c yaitu “turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan saksi dan korban serta proses rehabilitasi, restitusi dan kompensasinya”.

Hal itu kemudian ditegaskan kembali dalam Pasal 34A yaitu “untuk kepentingan penegakan hukum, Jaksa dan / atau Penuntut Umum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan dan kode etik”

"Dalam penerapan restorative justice oleh Kejaksaan, hal yang paling utama adalah adanya upaya perdamaian dari kedua belah pihak dan korban/keluarganya memberikan maaf kepada pelaku tindak pidana," kata Ketut Sumedana.

Ia menyebut restorative justice sudah memperoleh pengakuan dan penghargaan internasional serta dampaknya sangat luar biasa di masyarakat yakni dapat mengurangi resistensi di masyarakat serta memberikan efek jera sebagai sanksi sosial di masyarakat, serta dapat mengurangi biaya yang tinggi dalam penegakan hukum.

"Oleh karenanya, penerapan restorative justice harus kita jaga bersama demi penegakan hukum yang lebih baik dan humanis," kata Ketut Sumedana.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved