Kamis, 14 Agustus 2025

Pilkada Serentak 2024

Ketua Komisi II DPR Minta MK Tak Putus Pemungutan Suara Ulang di Pilkada yang Sudah Gelar PSU

Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, meminta MK tak lagi mengeluarkan putusan PSU atas gugatan terhadap daerah yang gelar Pilkada.

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Fersinanus Waku
DPR PSU PILKADA - Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/4/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) tak lagi mengeluarkan putusan Pemungutan Suara Ulang (PSU) atas gugatan terhadap daerah yang menggelar Pilkada.

Rifqi menegaskan, kalaupun MK menemukan adanya pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam Pilkada, maka pasangan calon (paslon) yang melanggar didiskualifikasi.

"Saya memohon juga kepada mahkamah untuk memberikan putusan misalnya mendiskualifikasi calon itu (yang melakukan TSM) dan memutuskan calon dengan perolehan setelah itu untuk kemudian ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah," kata Rifqi di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

Dia berharap, PSU yang telah berlangsung di beberapa daerah dapat memberikan kepastian agar ada kepala daerah defenitif.

"Kalau pun sampai dengan adanya gugatan kembali atas hasil PSU, saya berharap MK tidak menghadirkan putusan yang mem-PSU di atas PSU," ujar Rifqi.

Menurut Rifqi, putusan PSU berulang akan berdampak pada kepastian masa jabatan kepala daerah yang tidak utuh.

"Karena apa? Satu, kita tidak akan mendapatkan kepala daerah yang definitif. Periodisasi kepala daerahnya tidak 5 tahun. Yang PSU ini saja mungkin hanya 4,5 tahun. Kalau PSU di atas PSU bisa jadi tinggal 3,5 tahun," tegasnya.

Selain dari sisi stabilitas pemerintahan, dia juga menyoroti beban fiskal yang harus ditanggung oleh daerah.

Baca juga: Partisipasi Pemilih PSU di 8 Daerah Bervariasi: Gorontalo Utara Tertinggi, Empat Lawang Terendah

"Di tengah efektivitas dan efisiensi anggaran, kita jujur sangat berat untuk membiayai PSU. Apalagi PSU yang keseluruhan. Di kabupaten/kota dengan pemilih yang kurang dari 200 ribu saja, itu butuh biaya plus minus Rp 20 miliar. Kalau sampai pemilihnya 400 ribu berarti Rp 40 miliar. Di tengah anggaran kabupaten/kota dan provinsi yang terbatas, kita tidak menginginkan ada PSU," ungkap Rifqi.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan