Revisi KUHAP
RUU KUHAP Dinilai Masih Menyimpan Potensi Tumpang Tindih Kewenangan Polisi dan Jaksa
RUU KUHAP menjadi sorotan publik karena proses pembahasannya dinilai terlalu cepat, minim partisipasi publik
Penulis:
Malvyandie Haryadi
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara Dr Abd. R . Rorano S. Abubakar mengemukakan pandangannya mengenai Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Rorano yang meraih gelar Doktor dari Universitas Jayabaya Jakarta itu menilai, RUU ini masih menyimpan potensi tumpang tindih kewenangan antara Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Baca juga: KontraS Soroti Revisi KUHAP: Dorong Atur Mekanisme Pengujian Penyadapan hingga Penahanan
Menurutnya, jika tidak diatasi dapat mengganggu efektivitas sistem peradilan pidana di Indonesia.
"Hemat saya, ada beberapa pasal dalam RUU KUHAP yang belum secara tegas memisahkan kewenangan antara penyidikan oleh Kepolisian dan penuntutan oleh Kejaksaan," ujar Pengajar di Universitas Kader Bangsa Palembang ini, Minggu (20/7/2025).
"Potensi tumpang tindih ini bukan hanya akan menciptakan kebingungan prosedural, tetapi juga bisa menghambat proses hukum secara keseluruhan dan merugikan pencari keadilan."
Rorano menjelaskan bahwa dalam sistem peradilan yang ideal, sudah semestinya ada pembagian tugas yang jelas antara penyelidikan dan penyidikan (umumnya di tangan Kepolisian) dengan penuntutan (di tangan Kejaksaan).
Namun, beberapa ketentuan dalam RUU KUHAP, menurutnya, berpotensi mengaburkan batas ini.
Berikut ini poin krusial yang disoroti oleh Rorano terkait potensi tumpang tindih Polri dan Kejagung:
1. Pertama, Penyidikan Bersama atau Koordinasi yang Belum diatur secara Jelas dalam RUU KUHAP sebab, mekanisme pelaksanaannya bisa jadi belum cukup rinci atau malah membuka celah interpretasi yang berbeda antara kedua institusi. Hal ini dapat menimbulkan perselisihan kewenangan di lapangan.
2. Berkaitan dengan kewenangan Jaksa dalam Tahap Penyidikan. Meskipun Kejaksaan memiliki fungsi pengawasan pra-penuntutan, pemberian kewenangan yang terlalu luas kepada jaksa dalam tahap penyidikan tanpa batasan yang jelas dapat mengganggu independensi penyidik Kepolisian.
3. Penyelesaian Perkara yang potensial tidak Efisien. Ketidakjelasan batas kewenangan bisa menyebabkan bolak-balik berkas perkara (P19) antara penyidik dan penuntut, yang pada akhirnya memperlambat penyelesaian kasus dan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi tersangka dan korban.
4. Akuntabilitas yang Kabur: Jika terjadi tumpang tindih, akuntabilitas atas suatu kesalahan prosedur atau keterlambatan proses bisa menjadi tidak jelas, sehingga sulit untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab.
Baca juga: Hinca Panjaitan Tantang KPK Datang ke DPR Bahas Revisi KUHAP: Jangan Debat yang tak Ada Substansinya
"Penting sekali untuk memastikan bahwa setiap institusi memiliki mandat yang jelas dan tidak saling intervensi dalam lingkup tugas masing-masing, kecuali dalam kerangka koordinasi yang sudah diatur secara rigid dan transparan," ujarnya.
Kata Rorano, “RUU KUHAP harus mampu menciptakan harmonisasi, bukan malah disharmoni, dalam penegakan hukum."
Rorano menyarankan agar pembahasan RUU KUHAP ini memberikan perhatian lebih pada perumusan pasal-pasal yang mengatur hubungan antara Kepolisian dan Kejaksaan.
“Perlu ada penegasan kembali mengenai domain masing-masing lembaga agar tidak ada celah untuk saling mengklaim atau bahkan saling melempar tanggung jawab. Prinsip 'check and balance' harus tetap terjaga dengan pembagian tugas yang proporsional," pungkasnya.
Jadi sorotan
RUU KUHAP menjadi sorotan publik karena proses pembahasannya dinilai terlalu cepat, minim partisipasi publik, dan mengandung sejumlah pasal kontroversial yang berpotensi mengganggu prinsip keadilan dan hak asasi manusia.
Alasan Utama RUU KUHAP Disorot:
-Pembahasan superkilat: 1.676 poin DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) disepakati hanya dalam dua hari oleh DPR dan pemerintah
-Minim partisipasi publik: Kelompok masyarakat sipil, termasuk YLBHI, menilai proses legislasi ini sebagai bentuk manipulasi partisipasi
Pasal-pasal bermasalah:
-Kewenangan jaksa untuk menilai sah/tidaknya penangkapan
-Larangan advokat memberi pendapat di luar persidangan
-Penyadapan hanya boleh dilakukan saat penyidikan dan harus izin pengadilan
-Reduksi kewenangan penyelidik KPK
-Potensi tumpang tindih kewenangan antara Kejaksaan, Polri, dan KPK
Revisi KUHAP
Habiburokhman Tak akan Kecewa Jika RKUHAP Gagal Disahkan: Di Politik Itu Bukan Soal Baper-baperan |
---|
Ketua Komisi III DPR Nilai Tarik Menarik Kepentingan Aparat Penegak Hukum dalam RKUHAP Hal Wajar |
---|
Habiburokhman Bantah Pernyataan KPK yang Sebut Penyelidik dalam RUU KUHAP Hanya Berasal dari Polri |
---|
Komisi III DPR Bakal Undang KPK, Habiburokhman Tegaskan RUU KUHAP Tak Lemahkan Pemberantasan Korupsi |
---|
Demo Tolak RUU KUHAP, Koalisi Sipil: Paradigmanya Masih Otoriter |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.