Revisi KUHAP
Undang YLBHI, Komisi III DPR Pastikan Tidak Ada yang Ditutup-tutupi Dalam Pembahasan RUU KUHAP
Komisi III DPR memastikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dilakukan secara transparan.
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Martin Daniel Tumbelaka, memastikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dilakukan secara transparan.
Hal ini disampaikan Martin dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/7/2025).
YLBHI didirikan pada 28 Oktober 1970 atas inisiatif Adnan Buyung Nasution yang didukung penuh Ali Sadikin sebagai Gubernur Jakarta saat itu. Saat ini YLBHI memiliki 17 kantor cabang LBH di 17 Provinsi. Organisasi ini bergerak dalam penyediaan bantuan hukum di Indonesia.
"Kami terbuka, tidak ada yang kami tutup-tutupi dari awal pembahasan sampai pada tahap sekarang ini," kata Martin dalam rapat.
Martin yang merupakan anggota DPR dari Daerah Pemilihan Sulawesi Utara, mengatakan, aspirasi yang disampaikan YLBHI akan menjadi bahan pertimbangan Komisi III DPR dalam pembahasan RUU KUHAP.
Baca juga: RUU KUHAP Diprotes, DPR Undang YLBHI dan Organisasi Advokat Bahas Ulang
"Tentu masukan ini jadi pertimbangan kami untuk nantinya dalam pembahasan ke depan di sisa waktu untuk RUU KUHAP ini bisa kami diskusikan," ujarnya.
Pria kelahiran 21 Juni 1982 ini mengungkapkan bahwa selama ini Komisi III DPR telah menerima serta mengundang sejumlah korban kriminalisasi dari berbagai kasus untuk didengar pandangannya.
Langkah ini, kata dia, merupakan bentuk komitmen untuk memperkaya perspektif dalam merumuskan kebijakan hukum acara pidana.
Baca juga: Ketua Komisi III DPR Tolak Tudingan Pembahasan RUU KUHAP Dilakukan Ugal-ugalan
"Sekali lagi terima kasih sudah menyampaikan masukan-masukan yang baik dan kami pasti akan mendorong masukan-masukan yang diberikan untuk kami bahas dalam rapat berikutnya," ucap Martin.
DPR dan pemerintah diketahui telah merampungkan pembahasan 1.676 daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP hanya dalam dua hari.
Pembahasan dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP dimulai Rabu (9/7/2025) dan selesai Kamis (10/7/2025).
Saat ini, RUU KUHAP disebut tengah disinkronisasi tim perumus/tim sinkronisasi DPR.
RUU KUHAP memuat 334 pasal dan mencakup 10 substansi pokok pembaharuan hukum acara pidana.
Pertama, penyesuaian dengan nilai-nilai KUHP baru, yaitu restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
Kedua, penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi.
Ketiga, penguatan peran advokat untuk menjamin keseimbangan dalam sistem peradilan pidana.
Keempat, pengaturan perlindungan hak perempuan, penyandang disabilitas, dan lanjut usia.
Kelima, perbaikan pengaturan terkait mengenai mekanisme upaya paksa dan pelaksanaan kewenangan yang efektif, efisien, akuntabel berdasarkan prinsip perlindungan HAM dan due process of law.
Keenam, pengaturan yang lebih komprehensif terkait upaya hukum. Ketujuh, penguatan asas filosofi hukum acara pidana yang berbasis penghormatan HAM, termasuk penguatan prinsip check and balances.
Kedelapan, penyesuaian dengan perkembangan hukum internasional seperti Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC), serta peraturan perundang-undangan terkait HAM, perlindungan saksi dan korban, serta mekanisme praperadilan.
Kesembilan, modernisasi hukum acara pidana dengan prinsip cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Kesepuluh, revitalisasi hubungan antara penyidik dan penuntut umum melalui pola koordinasi yang lebih baik dan setara.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.