Mushola Ambruk di Sidoarjo
Soal Tradisi Santri Ikut Cor Bangunan Ponpes, Anggota DPR: Tak Bisa Sembarangan
Hal ini merespons tradisi santri ikut terlibat dalam proses pembangunan di ponpes, termasuk pengecoran.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, meminta agar pengerjaan konstruksi bangunan, khususnya dalam proses pengecoran di pondok pesantren (ponpes) harus melibatkan tenaga profesional.
Hal ini merespons tradisi santri ikut terlibat dalam proses pembangunan di ponpes, termasuk melakukan pengecoran.
Hal itu mencuat terutama usai tragedi ambruknya sebuah bangunan musala di Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur.
Menurut Abidin, pelibatan tenaga profesional sangat dibutuhkan demi menjamin keselamatan dan kualitas bangunan.
"Sebaiknya untuk pengerjaan bangunan dikerjakan dengan aturan kaidah konstruksi dan strukur bangunan yang benar termasuk pengecoran harus memenuhi standar teknis," kata Abidin kepada Tribunnews.com, Jumat (10/10/2025).
Politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini menekankan bahwa pembangunan bertingkat harus memiliki keahlian khusus.
"Membangun bangunan bertingkat harus mempunyai keahlian khusus tidak bisa dikerjaan sembarangan, apalagi melibatkan santri yang belum tentu cakap dan memiliki keahlian di bidang bangunan," ujar Abidin.
Oleh karena itu, Abidin mendorong agar yayasan atau pengelola ponpes berkonsultasi dengan tenaga profesional sebelum memulai proyek pembangunan.
Ia mencontohkan layanan konsultasi konstruksi gratis yang tersedia di sejumlah daerah, seperti di Jawa Timur melalui Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Tradisi Pengecoran Ponpes
Istilah "Tradisi Pengecoran" mengemuka di tengah musibah ambruknya bangunan tiga lantai Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur.
Tradisi itu disebut merupakan bentuk hukuman bagi santri yang melakukan pelanggaran.
Namun beberapa santri mengungkapkan, mereka hanya diminta membantu tukang, bukan melakukan pengecoran sendiri.
Sejumlah alumni membantah bahwa santri dihukum dengan mengecor.
Mereka menyebut itu sebagai hoaks dan menyatakan bahwa tradisi sebenarnya adalah “roan”, yaitu kerja bakti membersihkan lingkungan pondok.
"Itu tidak benar. Jika disuruh ngecor, kapan kami belajarnya, proses pengerjaannya saja butuh berhari-hari," kata Anshori saat ditemui Kompas.com, Sabtu (4/10/2025).
Ia mengatakan bahwa memang ada hukuman bagi santri yang tidak ikut kegiatan tertentu, tetapi bukan dalam perbantuan mengecor, tetapi menambah hafalan mengaji.
Menurut Anshori, di lingkungan pesantren memang terdapat tradisi roan atau bentuk gotong royong.
Roan sendiri dalam harfiahnya adalah kegiatan santri untuk kerja bakti membersihkan lingkungan pesantren.
Artinya dikerjakan bersama-sama dalam bentuk gotong royong.
Ia menambahkan, biasanya roan dilakukan saat hari libur atau waktu tertentu.
Mushola Ambruk di Sidoarjo
Reruntuhan Ponpes Al Khoziny Capai 1.259 Ton, Evakuasi Butuh 286 Kali Angkut |
---|
Jenazah Sujud Lindungi Haikal dari Reruntuhan Ponpes Al Khoziny, Ini Kesaksian Relawan |
---|
Penyelidikan Ambruknya Ponpes Al Khoziny Dimulai: Polisi Bakal Panggil Pimpinan, 17 Saksi Diperiksa |
---|
Kubu Keluarga Korban Al Khoziny Terpecah Belah, Ada yang Tuntut Proses Hukum, Sebagian Ikhlas |
---|
Ironi Respons pada Tragedi Ambruknya Ponpes Al Khoziny: Disebut Takdir, Dibangun Ulang Pakai APBN |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.